4. Anak Rumahan

Senyumku tak bisa hilang meskipun sudah lewat lima jam setelah bertemu Nash di festival tadi. Rasanya seru sekali menghabiskan waktu dengannya. Bukan hanya karena penampilannya yang masih cocok dibilang seperti anak SMA, tapi juga karena percakapan-percakapan yang kami lakukan bersama terasa begitu penuh petualangan masa muda. Padahal kami berdua sudah sama-sama melewati usia tiga puluh, tapi tenagaku dan dia untuk berkeliling venue dari panggung ke panggung seperti tak ada habisnya.

Yah, saat ini sih sudah habis di koyo dan dibalur salep pereda nyeri. Usia memang tidak bisa bohong.

Banyak perbincangan seru dengannya hari ini. Aku tidak tahu bahwa bertemu teman lama dan bertukar pikiran dengannya bisa semenyegarkan ini. Nash ... aku belum pernah melihat raut bebas seperti yang kulihat di wajah kamu malam ini. Sekarang kamu sepertiku tidak ya? Penuh koyo sambil memijat-pijat betis?

Saling memijat bergantian mungkin rasanya akan menyenangkan ya? Setelah di luar bersama seharian, bersantai di rumah disebelah perempuan yang mampu membuat nyaman terdengar begitu menenangkan.

Sialan, aku jadi menginginkan seorang istri .... Hus! Jangan ngawur, Man!

Tunggu ... kenapa ngawur? Tidak salah dong kalau aku menginginkan istri? Aku kan bukan menginginkan istri orang.

Hhh ... bahkan dalam pikiran saja aku tak tenang. Kenapa ya, setelah menginjak usia dewasa dan memiliki banyak teman yang sudah menikah, rasanya jadi serba kikuk untuk berteman dengan lawan jenis? Aku tak bisa berhenti memikirkan apakah aku salah telah mengajaknya menonton event tadi. Aku harap suaminya tak cemburu saat tahu bahwa Nash pergi bersamaku.

Seharusnya sih pria itu tidak cemburu. Dia adalah pria beruntung yang sanggup memiliki perempuan semenarik dan seperhatian Nash. Dari cara perempuan itu menceritakan suami dan anak laki-lakinya saja aku bisa merasakan perasaan cinta yang begitu dalam. Seolah tak ada satu orang pun yang mampu menggoyahkan cinta Nash pada suami dan putranya.

Lagipula kami tidak akan bertemu lagi sampai acara konser diva. Bahkan setelah tadi dia pulang duluan, aku hanya menerima satu pesan terima kasih darinya. Sudah kubalas pesan itu, lalu percakapan kami tak berlanjut. Pasti dia sengaja bersikap demikian untuk menjaga hati suaminya di rumah.

Biarlah, begini saja sudah syukur. Aku masih bisa berteman dengannya, masih bisa bertukar pikiran dengannya, dan akhirnya bisa memperlihatkan sisi menarik profesiku pada seseorang. Nash, si anak rumahan yang hobi rebahan. Akhirnya bisa juga aku membuatmu menikmati dunia luar.

***

[13 Tahun Lalu]

"Eh, lo nggak turun?"

"Nggak, gue di dalem aja."

"Emang nggak mau ke toilet?"

"Nggak. Mau tidur."

"Lo tuh tidur melulu dari tadi, keluar yuk sebentar. Cari udara segar."

Nash melongok ke jendela, memperhatikan keadaan selama beberapa saat, lalu berkata, "Di luar penuh bus parkir gitu, masa' iya ada udara segar?"

Ya elah, Nash! Nggak sumpek apa di dalem bis waktu kita lagi di pemberhentian begini?

"Kita dikit lagi udah mau masuk Desa-nya. Udaranya udah beda sama udara kota. Yuk, turun dan coba rasain sendiri." Dia kayak keberatan, tapi mungkin malas mendebat gue. perlahan dia berdiri dan keluar dari tempat duduk, lalu mengikuti gue turun dari bis. Setelah berada di luar, raut wajahnya berubah.

"Waaah! Seger banget!" serunya penuh semangat.

"Apa gue bilang?" Dia terkekeh malu. Dasar ... apa sih yang membuatnya begitu malas ke luar bis yang pengap itu? Nggak habis pikir deh gue sama cewek aneh ini.

"Anak-anak yang lain pada ke mana?" Nash bertanya sambil berjalan mengikuti langkah gue.

"Nongkrong di sana, sambil nungguin bapak yang nyetir isi bensin sama istirahat," gue menunjuk ke arah tempat makan mie rebus yang jaraknya cukup jauh di seberang kami.

"Lo kenapa balik ke bis?" tanya Nash bingung.

"Lupa bawa dompet." Gue menyeringai sambil memamerkan dompet yang baru gue ambil.

"Jauh banget bolak-balik-nya."

"Lumayan, olahraga."

Dia terkekeh lagi. Kalau didengar, suara kekehan Nash ini lucu deh. Huruf "K"-nya terdengar tebal. Ditambah cengiran lebar yang bikin gigi susunya kelihatan, gue jadi ikutan mau ketawa setiap dia terkekeh. Kami berjalan menuju tempat nongkrong teman-teman lain dan nggak tahu kenapa gue merasa bertanggung jawab untuk berinisiatif memancing percakapan. Mungkin karena gue seniornya, jadi ngerasa harus lebih aktif dalam menghadapi anak kalem dan cuek kayak Nash.

"Lo nggak punya temen yang rada deket ya di kelas?" tanya Gue.

"Ada. Biasanya gue ngumpul sama Yuli, Risa, sama Lila."

"Oooh ... iya, iya. Gue sering lihat mereka bertigaan."

"Nah, kalau di kelas, biasa berempat sama gue." Dia mengarahkan telunjuknya ke gue, seolah memberitahu gue informasi penting. Gue mengerutkan dahi.

"Kalau di luar kelas?" tanya gue.

"Gue udah balik ke rumah," jawabnya santai.

"Ampuuun deh, anak rumahan banget sih lo!" Gue nggak kuat banget dengar ceritanya yang tidak jauh-jauh dari rumah dan malas ke mana-mana.

"Gue males nongkrong gitu, Kak. Kalau ngantuk, rebahannya di mana coba? Ketahuan di rumah. Rebahan di kasur."

"Kalau tiap hari lo maunya cuma rebahan di kasur, justru itu tanda kalau lo lagi bosen, Nash. Justru lo tuh harus sering keluar. Liat banyak hal baru, hal seru."

"Rebahan di rumah seru kok buat gue. Kan sambil nonton." Oke. Mana gue tahu lo rebahannya sambil nonton, Neng?! Gue kira tidur-tiduran doang, jadi capek dong kalay seharian rebahan dan bengong doang?

"Yaa ... seru sih emang kalau sambil nonton." Gue menyetujui hobinya. Meskipun gue seneng jalan, kadang santai sambil seharian nonton dengan berbagai posisi rebahan itu emang enak banget sih. Hidup langsung berasa nggak ada beban. Rancangan skripsi? Lupain dulu lah, lupain.

"Gue suka marathon serial-serial TV gitu. Satu season aja bisa dua harian. Nggak ada waktu ke luar rumah kan?" Gue ketawa dengarnya. Tiba-tiba aja nih anak semangat cerita tentang hobinya. Ternyata gue salah sangka. Dia dan gue cuma punya konsep berbeda tentang aktivitas seru. Dia anak rumahan, gue doyan kelayapan.

"Emang ya, hiburan itu bisa dinikmati di mana aja," kata gue.

"Iya, kebetulan gue lebih suka menikmati hiburan di kepala gue aja."

"Kok jadi kepala sih, Nash?" Gue berdecak bingung. Ngomong sama nih anak kayak nyambung nggak nyambung gitu deh rasanya.

"Lah, kan gue nonton, Kak."

"Kan nontonnya di rumah."

"Ya tapi di kepala kan jalan-jalan."

Gue diam sejenak, mencoba mencerna omongan-omongan Nashila yang makin lama makin aneh dan nggak jelas. Pada akhirnya, gue menggaruki kepala dan bertanya, "Apanya yang jalan-jalan?"

Nashila melebarkan cengirannya lalu menjawab, "Imajinasi."

Gue speechless. Akhirnya cuma bisa geleng-geleng kepala doang. Dasar anak aneh. Nggak kemana-mana tapi ngaku jalan-jalan. Jalan-jalan beneran gih, biar nyambung dikit kalau diajak ngomong!

***

Eaaa ....

Berhubung KamaLuna mau tamat, ku ada cerita baru yaa. Pede banget dibaca ya aku, sampai kasih note-nya aja di bab ini dan bukan bab pertama 🤣

Semoga cerita ini bisa menghibur. Kalau nggak ku mohon maaf lahir batin. Ehe ehe eheee ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top