Chapter 6

Yoori memakan makan siangnya di kantin seorang diri. Hyojoo dan Changheui sedang ada keperluan, lagi pula dia sengaja menyelinap secara diam-diam karena akan bertemu dengan Hyun-Ki. Satu masalah belum selesai, datang lagi satu masalah baru. Sampai saat ini Yoori belum membuat keputusan. Semua pilihan yang ditawarkan Hyun-Ki tidak menguntungkan sama sekali baginya, dia seperti memakan buah simalakama.

Di sela-sela menyantap makanan, tangan Yoori sibuk membalas pesan dari teman yang akan memesan kue beras. Setelah mengetik beberapa kata, dia mengambil catatan khusus untuk mencatat pesanan yang harus ia kerjakan malam ini. Yoori menghitung pesanan dan bahan yang akan dibeli sambil memasukkan butiran nasi ke dalam mulut.

Sebuah tangan menepuk pelan pundaknya dari arah belakang. Yoori langsung menoleh kepada si pemilik tangan itu, dan betapa terkejutnya ketika mendapati seorang pria tampan tersenyum lebar ke arahnya. "Sunbae."

Seonil mengambil duduk di sebelah Yoori, melipat tangan di atas meja, dan masih dengan senyuman lebar khas miliknya, membuat Yoori ingin meleleh. "Sendirian?"

"Eung." Yoori mengangguk dan kembali sibuk dengan makanannya. Dia sedikit salah tingkah dengan kehadiran Seonil.

"Melakukan dua pekerjaan sekaligus. Makan dan mencatat pesanan."

"Oh." Cepat-cepat Yoori menutup catatan dan memasukkan buku kecil itu ke dalam tas.

"Kau penjual kue beras, 'kan?"

"Iya. Dari mana Sunbae tahu?"

"Kau sudah cukup terkenal di antara teman-temanku." Yoori menggaruk rambut yang tak gatal. "Aku suka kue berasmu."

"Sunbae mau pesan?" tanya Yoori dengan mata berbinar.

Seonil terkikik melihat tingkah lucu Yoori. "Kapan-kapan aku akan pesan." Yoori hanya mengangguk lemas kemudian memakan kembali makanannya. "Kau tahu kalau kue berasmu mengingatkanku pada seseorang."

Kepala Yoori terangkat, menatap lamat-lamat manik cokelat yang senada dengannya.

"Kue berasmu mirip dengan kue buatan Omma."

Yoori menelan ludah ketika mendengarnya, dia meletakkan sumpit yang ada di genggaman. "Aku hanya membuat kue beras dengan resep pemberian Omma, jadi mana mungkin mempunyai kesamaan."

Seonil mengangkat kedua bahunya sekilas. "Entahlah, mungkin aku sedang merindukan ibuku."

Yoori mengangguk pelan dan melanjutkan makan lagi.

Seonil menopang dagu dengan kedua tangannya, memandangi Yoori yang sibuk menghabiskan makan siang. "Kau tahu, Han Yoori." Yoori menatap Seonil sekilas lalu kembali sibuk dengan kegiatannya. "Sebenarnya aku pengagum rahasiamu."

Yoori langsung tersedak mendengar pernyataan itu. Seonil menyodorkan minuman kepada Yoori yang terlihat panik. Yoori langsung menandaskan seluruh isi dari gelas, mendorong masuk makanan yang tersangkut di tenggorokan.

Seonil memukul pelan punggung Yoori hingga perempuan itu bisa bernapas normal. "Kau baik-baik saja?" Yoori mengangguk menjawab pertanyaan Seonil. "Kau terkejut mendengarnya?"

Yoori tertawa kaku sambil mengangguk patah-patah.

"Aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku." Seonil memaku pandangan Yoori, membuat perempuan itu tak bergerak sedikit pun. "Bolehkah aku mendekatimu?"

Yoori menelan ludah dengan susah payah, dia tidak sanggup berucap sepatah kata pun. Otak cerdasnya tidak bisa berjalan dengan normal saat ini. Dia seperti sedang berada di dunia mimpi, di mana pangeran kuda putih datang melamarnya.

Baru pertam kali di dalam hidup, Yoori benar-benar merasakan waktu berputar, membawa dirinya dan diri lawan bicaranya dalam keadaan yang statis. Dia tidak ingin hal ini berlalu. Namun, hidup tak seindah drama di televisi lokal. Lamunannya buyar ketika sebuah suara yang ia takuti sedang memanggil namanya.

"Annyeong perempuan kampung!"

Yoori seperti ditarik paksa dalam mimpi indah.

Seonil kebakaran jenggot dengan ucapan Hyun-Ki yang merendahkan Yoori. "YA!"

Dari arah pintu masuk kantin, Hyojoo dan Changheui terperangah ketika melihat dua makhluk paling menyeramkan di universitas berada di dekat Yoori.

"K-kenapa Yoori dengan dua makhluk itu?"

Changheui menggeleng lemas. "Tamat sudah hidup Yoori."

Mereka bisa melihat dengan jelas ekpresi dua makhluk paling berbahaya di universitas ini.

Yoori meraih lengan Seonil untuk mencegah pria ini bertindak lebih kasar lagi.

"Apa kau selalu kasar seperti ini, Anak Penculik?"

Rahang Hyun-ki bergemelatuk mendengar ucapan sarkas dari Seonil. "Apa anak ayah ini diperbolehkan berdekatan dengan perempuan miskin seperti dia?" Hyun-Ki melihat Yoori dari atas hingga ke bawah dengan tatapan jijik.

"Aku mohon, jangan bertengkar."

Hyun-Ki duduk di depan Yoori. "Aku ke sini tidak untuk berkelahi dengan orang seperti dia." Tangan Seonil mengepal, menahan emosi mendengar ucapan Hyun-Ki. "Aku ke sini untuk menagih utang kepadamu."

"Utang?" Seonil mengerutkan dahi.

Yoori tersenyum lembut ke arah Seonil, kemudian berpindah menatap Hyun-Ki. "Aku tidak punya uang sebanyak itu."

"Baiklah aku menerima sikap plin-planmu. Aku menganggap kau berubah pikiran. Itu berarti kau menyetujui tawaran pertamaku." Hyun-Ki bangkit dari kursi. "Besok pukul dua sore kau harus ada di depan mobilku."

Belum sempat Yoori membantah ucapan Hyun-Ki, pria itu langsung melenggang pergi. "YA!" Pekikan Yoori sama sekali tak digubris.

Matilah Yoori, bagaimana cara membatalkan perjanjian secara sepihak ini? Kenapa pria itu dengan seenaknya sendiri memutuskan sesuatu tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu? Pria itu terlalu sombong dan angkuh. Yoori begitu sebal dengan pria itu!

Hyojoo dan Changheui langsung berlari mendekati Yoori setelah melihat Hyun-Ki keluar dari kantin. Sahabatnya itu langsung merengkuh pundak Yoori, mencoba memberi ketenangan kepada Yoori. Dia tahu kalau berdekatan Hyun-Ki itu tidak baik, gejala parah yang ditimbulkan adalah syok yang berkepanjangan. Jika diibaratkan sebagai bahan peledak, Hyun-Ki itu seperti petasan banting, sedangkan Seonil adalah bom waktu. Kedua-duanya sama-sama berbahaya dan bisa melukai orang yang ada di dekat mereka.

"Kau baik-baik saja, Yoori?"

Yoori mengangguk dan merenggangkan pelukan Hyojoo.

"Kau kenal dengan dia?"

Yoori mengangguk sekali lagi sebelum berbicara. "Dia yang menolongku waktu aku tenggelam tempo hari dan lebih parahnya lagi, dia meminta balasan." Ujung alis Hyojoo tertaut. "Dia memintaku untuk menjadi asistennya."

Mulut Hyojoo menganga, "Kau tahu kalau dia atlet renang?" Yoori mengangguk menjawab pertanyaan Hyojoo. "Lalu, bagaimana dengan phobiamu?

Seonil menangkap satu kata yang sukses membuatnya penasaran. "Phobia?"

"Yoori mempunyai phobia dengan kolam. Dia a...."

"Yoon Changheui!" Mata Hyojoo membelalak saat memutus pembicaraan kekasihnya. "Bisa kau tutup mulutmu?" Changheui langsung menangkup mulutnya dengan kedua tangan. "Dan kau Park Seonil, sebaiknya kau jauhi Yoori!" Hyojoo bangkit dari kursi, menarik lengan Yoori untuk pergi dari kantin.

********

Yoori berada di dalam mobil Changheui bersama Hyojoo yang duduk di jok depan bersama kekasihnya. Hyojoo melipat tangan dan juga wajahnya.

"Sejak kapan kau dekat dengan dua monster itu?" Hyojoo memulai sidangnya.

"Tidak lama, Hyojoo. Lagipula, tak seharusnya kau bersikap kasar dengan Park Seonil."

Hyojoo mendengus kesal. "Aku rasa dia pantas mendapatkannya."

"Dia orang yang baik."

"Tidak dengan ayahnya." Hyojoo menoleh sekilas ke belakang untuk melihat Yoori.

"Terakhir kali sahabatnya yang miskin langsung di depak dari universitas. Ayahnya tidak memperbolehkan anaknya berteman dengan orang-orang yang nilai sosialnya rendah." Changheui menambahkan penjelasan Hyojoo.

"Kau terlalu sibuk dengan buku-bukumu."

Yoori menghela napas panjang. "Kau tahu sendiri, kan, Hyojoo."

"Mian Yoori. Dan sekarang kau tahu, 'kan? Ya... jika seandainya kau tidak bisa menghindari Kim Hyun-Ki, paling tidak kau jauhi Park Seonil."

Yoori terdiam mendengar itu semua, bagaimana bisa dia menjauhi Seonil?

"Yoori?" Tidak ada jawaban sama sekali dari Yoori, Hyojoo memutar tubuhnya ke belakang. Dia terperangah ketika membaca ekspresi Yoori. "Jangan bilang kalau kau menyukai Park Seonil?" Yoori hanya menggigit bibir bawah dengan tatapan memelas. "ASTAGA YOORI!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top