Chapter 4

Kepala Yoori tergeletak lemas di atas meja yang berada di taman depan fakultasnya. Terjajar sepuluh meja dengan tiga kursi besi mengelilingi tiap-tiap meja di taman itu. Rumput hijau yang dikelilingi bunga warna-warni semakin menambah asri halaman depan fakultas sastra. Awal bulan September, daun-daun berguguran jatuh perlahan dan menghiasi rerumputan hijau. Musim yang cerah, cocok untuk berjalan santai.

Entah sudah berapa kali Yoori menguap dengan mata terpejam, dia kelelahan karena mendapat pesanan kue beras yang harus selesai pagi ini. Dan di sore yang sejuk ini, dia ingin sekali memejamkan matanya. Tidak ada yang lebih nikmat selain beristirahat sebentar. Sebuah kaleng minuman dingin bergambar biji kopi menempel pelan di pipi Yoori membuat mata bermanik cokelat itu langsung terbuka. Dia mengerjap berkali-kali sebelum melihat si pemilik tangan yang menyodorinya kopi dingin.

"Hei bangun!"

Yoori mengangkat kedua tangan kemudian memutar tubuh ke kiri dan ke kanan, membuka kaleng kopi, dan meminumnya. "Gomawoyo, Hyojoo."

"Semalam dapat pesanan berapa boks?" tanya Hyojoo sambil meneguk minuman jeruknya.

"Um ... 25 boks." Yoori menguap sekali lagi. Matanya mencari satu sosok yang selalu berada di samping Hyojoo. "Di mana Changheui?"

"Sedang membeli sesuatu," jawab Hyojoo sambil mengutak-atik ponsel pintarnya.

Dari kejauhan seorang pria berpakaian kasual, berambut hitam dengan dahi tertutup poni sedang berjalan ke arah mereka sambil membawa kantong plastik putih. Dia melambaikan tangan saat melihat Yoori menatap ke arahnya.

"Hai Sayang," Pria itu langsung duduk di samping Hyojoo lalu mencium lembut pipi perempuan itu.

Hyojoo langsung menoleh, kemudian memeluk pria itu. "Dari mana saja?" Mulut Hyojoo langsung membentuk kerucut.

Yoon Changheui—kekasih Hyojoo—menarik gemas hidung Hyojoo. "Kau merindukanku?" Hyojoo membuang muka, berpura-pura sebal. Tanpa pantang menyerah, Changheui memeluk Hyojoo dari samping. "Mian."

Sebuah senyum terbit di bibir Hyojoo ketika mendengar ucapan lembut dan terkesan manja dari Changheui. Yoori hanya mengembuskan napas panjang sambil menopang dagu ketika melihat adegan mesra itu.

Changheui menyodorkan kantong plastik yang ia bawa kepada Yoori. "Makanlah."

"Apa ini?" tanya Yoori sambil menerima kantong itu. Mata Yoori langsung berbinar ketika indra penciumannya mencium makanan khas daratan Eropa.

"Itu spagheti. Bukankah kapan hari kau pernah bilang ingin makan makanan ini?"

"Wah ... gomawo, Changheui!" sorak Yoori. Dia langsung membuka tempat berbentuk bulat yang terbuat dari mika, kemudian menghirup aroma makanan itu berkali-kali sambil menutup mata.

Hyojoo menyingkirkan tangan kekasihnya. "Jadi, kau menghilang di kelas terakhir hanya untuk membelikan Yoori spagheti?"

Changheui menunjukkan deretan gigi lalu dibalas dengan lengosan dari Hyojoo. Melihat kekasihnya yang mulai marah, Changheui menarik dagu Hyojoo, kemudian melumat bibir kecil berbalut lipstick merah muda itu.

Yoori yang sibuk memakan spagheti langsung menganga dan menjatuhkan semua isi di mulutnya ketika melihat ciuman panas dua sejoli itu. "Ya!"

Mereka berdua langsung memutus ciuman panas ketika mendengar bentakan Yoori.

Changheui mencebik ke arah Yoori. "Kenapa kau sehisteris ini?!"

Yoori memutar bola mata jengah. "Hei dengar, ini tempat umum, sebaiknya kalian melakukan ciuman itu di dalam kamar!"

"Ayolah Yoori. Ciuman seperti ini adalah hal yang biasa." Yoori berdecih sambil memakan spagheti-nya lagi. "Dan sebaiknya kau tidak memacari buku-bukumu itu. Cari seorang pria yang bisa kau ajak berciuman." Godaan Hyojoo berhasil membuat Yoori kebakaran jenggot, temannya itu sudah mengangkat sumpit untuk dilemparkan ke arahnya. Akan tetapi, ada Changheui yang berhasil menahan Yoori

Hyojoo tertawa lebar dan disusul dengan Changheui yang juga tertawa. Mereka senang menggoda Yoori. Hyojoo dan Changheui adalah sahabat baik Yoori sejak di bangku SMA. Mereka bertiga memutuskan untuk kuliah di perguruan tinggi yang sama dan jurusan yang sama juga. Changheui dan Hyojoo mempunyai hubungan sebagai sepasang kekasih sejak duduk di bangku SMA, sedangkan Yoori tetap menjalani hidup seorang diri sampai masuk universitas. Yoori selalu menjadi bulan-bulanan mereka saat berbicara mengenai kekasih.

Yoori menandaskan semua spagheti pemberian Changheui, memasukkan semua buku yang ada di atas meja dan gerakannya terhenti saat melihat sapu tangan biru muda yang belum sempat ia kembalikan. Sapu tangan itu sudah satu minggu berada di tangannya dan sudah ia cuci sampai harum. Hari ini dia ada waktu luang karena tidak menerima pesanan kue beras, dan rasanya ... dia akan mengembalikan sapu tangan ini sebelum pulang.

"Hari ini kau ada pesanan kue beras lagi?"

Yoori menggeleng sebelum berbicara, "Aku mau pergi ke fakultas komunikasi dulu sebelum pulang."

"Kau mau ke sana untuk apa?"

"Um ...apa kalian mengenal nama Park Seonil di fakultas itu?"

Changheui mencondongkan tubuh dengan satu tangan bertumpu di meja. "Park Seonil?" Yoori mengangguk mantap. "Di sana ada banyak orang bernama Park Seonil. Ada ... satu orang yang bernama seperti itu dan orang itu sangat berbahaya untuk orang sepertimu, Yoori. Bisa kau sebutkan ciri-cirinya?"

Bola mata Yoori berputar ke atas. "Dia tinggi, badannya agak kurus, rambutnya cokelat emas, bibirnya sedikit tebal di bagian bawah dan ... matanya suka bergerak seperti ini." Yoori menirukan gerakan mata Seonil yang berkedip sebelah.

Sontak Hyojoo dan Changheui terbahak melihat gerakan mata Yoori.

"Yang benar saja?"

"Aku bicara yang sesungguhnya, Hyojoo."

Changheui menghentikan tawanya, "Um ... kalau aku dengar dari ciri-cirinya, orang itu sepertinya Park Seonil anak dari Park Seoungun, pimpinan utama universitas ini dan dia berbahaya untuk orang sepertimu, tetapi ... matanya tidak seperti itu."

Hyojoo masih tidak bisa menghentikan tawanya sehingga membuat Yoori sedikit kesal. "Terus saja tertawa seperti itu!" Yoori bangit dari kursinya. "Aku pergi dulu."

"Mian Yoori, selamat bertemu dengan pria yang matanya seperti ini." Hyojoo menirukan mata Yoori, tetapi sahabatnya itu hanya melengos menanggapi godaannya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju fakultas komunikasi di Universitas Yonsei, dia sudah tiba di tempat itu. Yoori berdiri di ujung jalan masuk menuju gedung fakultas komunikasi. Dia menyapukan pandangan ke arah gedung yang lebar dan tinggi di sebelah kiri. Sebuah helaan panjang mencuat di diri Hyojoo, dia harus mencari satu orang di antara ribuan orang yang ada di sini.

Yoori mulai melangkah menapaki jalan aspal menuju gedung itu, melihat sekeliling yang ditumbuhi dengan rimbunan pepohonan yang menjulang tinggi. Tempat ini tidak ada bedanya dengan fakultasnya, hanya saja tempat ini terlihat kaku dibanding fakultasnya. Halaman depan fakultas ini hanya terdapat beberapa bangku kayu yang berderet tanpa hiasan bunga, hanya rumput hijau yang menghiasi sekeliling.

Langkah Yoori terhenti ketika melihat satu sosok yang tak asing baginya. Dia terpaku untuk sesaat. Yoori sudah menemukan Park Seonil, dan dia baru menyadari kalau orang ini begitu tampan jika terkena sinar matahari. Menyilaukan. Sebuah ritme di dalam dadanya mulai bergerak dinamis dan bertalu-talu, sehingga mengundang ribuan kupu-kupu berkerumun di dalam perutnya. Menimbulkan gejolak yang tak biasa. Ada apa dengan dirinya? Yoori masih belum bisa memahami gejolak ini.

Detak cepat di dadanya seketika terganti dengan rasa rendah diri saat melihat teman-teman Park Seonil yang memiliki strata tinggi dalam hubungan sosial. Teman-teman Seonil berasal dari keluarga mampu, berbanding terbalik dengan dirinya.

"Mungkin tidak sekarang," gumam Yoori.

Tepat setelah dia bergumam, pandangannya bertabrakan dengan pandangan Seonil. Sontak Yoori berputar ke belakang untuk menghindari tatapan lembut itu, dia harus segera pergi dari tempat ini. Mungkin bisa lain hari dia mengembalikan sapu tangan Seonil.

"Annyeong haseyo." Sebuah sapaan lembut menelisik telinga Yoori hingga membuat bulu kuduknya meremang.

Yoori berputar perlahan sambil menarik napas dalam-dalam. Dia menerbitkan senyum kaku ke arah Seonil. "Annyeong haseyo Sunbae."

Seonil tersenyum lebar, sebuah senyuman yang menjadi ciri khasnya. "Pasti kau mencariku."

Yoori mengangguk, merogoh saku mantel kemudian menyodorkan sapu tangan berwarna biru muda. "Aku ... mau mengembalikan ini, Sunbae. Sudah aku cuci bersih sampai harum."

Seonil tersenyum dan meraih sapu tangan dari genggaman Yoori. "Gomawoyo."

"Aniyo." Yoori menggeleng sebelum melanjutkan kata-katanya, "seharusnya aku yang berterima kasih. Berkat Sunbae, aku mendapat nilai A."

"Wah Daebak!"

Yoori mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya. "Kalau begitu, aku pergi dulu."

"Tunggu." Yoori mengurungkan langkahnya. "Aku belum tahu namamu."

********

"Han Yoori. Kau tahu siapa perempuan ini?" tanya Hyun-Ki kepada temannya. "Nama ini begitu asing, sepertinya dia mahasiswa baru dan bukan dari fakultas komunikasi." Dia menyodorkan lembaran kertas yang bertuliskan nama-nama mahasiswa yang mendapat beasiswa kepada temannya. Temannya membaca sekilas lalu menerawang untuk mengingat-ingat nama ini. Mulutnya menganga ketika mengingat sesuatu.

"Kau tahu siapa dia?"

"Dia gadis penjual kue beras. Akhir-akhir ini teman-teman kita sering memesan kue beras buatannya."

"Seperti apa dia?"

Temannya mengedikkan dagu ke luar gedung. "Itu, yang berdiri bersama Park Seonil."

Hyun-Ki menyipitkan pandangan untuk memperjelas, kemudian pupilnya membelalak. "Gadis konyol itu?"

********

"Nama yang bagus. Apakah aku boleh tahu ID line-mu?"

Wajah Yoori langsung pias mendengarnya. "Ah ... ng...." Dia menggigit bibir bawah. "Aku ... tidak punya." Dia mengeluarkan ponsel lipat yang seharusnya sudah masuk museum jika digunakan di zaman ini.

"Oh, tidak apa. Kamu pasti punya nomor telepon, 'kan?" Yoori mengangguk dan mulai bertukar nomor telepon.

Yoori berpamitan pergi setelah menyimpan nomor Seonil, dan seperti biasa, Seonil mengedipkan sebelah mata sebagai salam perpisahan hingga membuat Yoori menyeringai aneh. Baru saja Yoori berjalan lima langkah menjauh dari Seonil, ponselnya berdering dan menyajikan nama Seonil di layar itu. Yoori berbalik untuk menanyakan maksudnya, tetapi Seonil memberi isyarat supaya Yoori mengangkat panggilannya.

"Ya?" jawab Yoori.

"Kau tahu kenapa mataku selalu seperti ini?" Seonil mengedipkan matanya. Yoori menggeleng menjawab pertanyaan itu. "Itu adalah caraku memikat seorang perempuan."

Yoori langsung berbalik membelakangi Seonil, menyembunyikan wajah yang mulai memanas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top