Chapter 20
Seonil, Yoori dan Hyojoo berlari-lari menuju ruang IGD bersama ibu Yoori yang tak sadarkan diri di atas tempat tidur. Setelah peristiwa mengharukan itu, Nyonya Im tak sadarkan diri, darah mengucur dari hidung dan juga batuk darah. Mereka langsung membawa wanita itu ke IGD, meninggalkan Changheui yang sedang melaporkan Yooji ke kantor polisi.
Otak Yoori dan Seonil benar-benar kosong saat ini, peristiwa kebetulan ini sanggup membuat mereka tidak bisa berpikir sama sekali. Ditambah lagi dengan keadaan ibu mereka yang begitu parah. Setelah sampai di ruang IGD, para perawat yang ada di sana memutuskan untuk melarikan Nyonya Im ke ruang ICU agar mendapat penanganan yang tepat.
Yoori dan Seonil hanya terdiam tanpa saling menatap, begitu juga Hyojoo yang masih terlihat syok. Dia tidak menyangka kalau Yoori dan Seonil adalah bersaudara. Yoori ingin sekali bertanya kepada Seonil, tetapi dia berpikir kalau ini bukan waktu yang tepat. Yoori yakin kalau otak Seonil sama kalutnya dengan otaknya.
"Seonil."
Seonil langsung mendongakkan kepala ketika sebuah suara tak asing memanggilnya. Rahangnya bergemelatuk dan tangannya menggenggam erat. Dia langsung bangkit, mendorong tubuh berbalut perban di bahu itu sampai membentur tembok. "Kau!" Napasnya terengah menahan pedih yang luar biasa.
Yoori dan Hyojoo berlari menghampiri mereka, tetapi Hyun-KI memberi isyarat agar mereka tidak ikut campur.
"Kau sudah tahu semuanya, 'kan?" Hyun-Ki mengangguk. Air mata Seonil keluar tanpa aba-aba. "Kenapa kau tidak bilang yang sebenarnya? Kenapa?" Seonil berteriak sekencang-kencangnya di depan muka Hyun-Ki. Cengkeraman tangan Seonil di kerah baju Hyun-Ki mengendur. "Kenapa Hyun-Ki? Kau tahu aku merindukannya."
Hyun-Ki menunduk dalam. "Maafkan aku."
"Kenapa?" Seonil memukul pelan dada Hyun-Ki berkali-kali. "Kau jahat denganku...."
Hyun-Ki menggeleng, memegang tangan Seonil yang memukul pelan dadanya. "Aku hanya takut kau akan marah dengan ibumu. Aku hanya takut kau ...menyalahkan ibu Yoori."
Seonil terisak, menggeleng berkali-kali kemudian tubuhnya ambruk. "Aku merindukannya ... sangat merindukannya...." Tangis Seonil pecah seperti seorang anak kecil yang baru saja kehilangan permen.
Sedangkan Yoori hanya bisa menangis di pelukan Hyojoo.
Dua kakak-beradik itu menangis di depan kamar ICU, dua yang orang sempat memadu kasih itu ditakdirkan sebagai adik dan kakak, dipertemukan dalam sebuah kebetulan yang tidak pernah terduga.
Dokter yang menangani mereka keluar dari ruangan ICU dengan wajah yang sendu, menghentikan tangis kakak-beradik itu. Mereka langsung mencecar dokter dengan pertanyaan tentang keadaan ibu mereka. Nyonya Im dalam keadaan kritis, lebih tepatnya koma. Penyakit kanker rahim yang sudah mencapai stadium akhir itu diperparah dengan pukulan yang diberikan Yooji. Membentur bagian vital di otak hingga menimbulkan gegar otak yang menyebabkan ibu mereka koma.
*******
"Sebaiknya kau beritahu ayahmu." Suara Tuan Kim membuat wajah Seonil terangkat.
Setelah melihat ibunya dalam keadaan koma, dia bertemu dengan Tuan Kim—ayah Hyun-Ki. Pria itu mengajak dua anak Park Seongun itu beristirahat di kafetaria yang ada di rumah sakit itu. Tuan Kim tidak pernah menyalahkan dua anak tak berdosa ini, justru dia kasihan dengan anak-anak yang memiliki ayah kejam seperti Tuan Park.
"Paman ... mengetahui semua ceritanya?" Seonil mulai angkat bicara. Dia benar-benar syok dengan semua ini, dia yang paling terguncang dibanding Yoori. Bahkan dia masih enggan untuk melihat wajah Yoori, karena dia masih belum bisa percaya dengan semua ini.
Tuan Kim mengangguk. "Apa kau mau mendengarnya?" Seonil menarik napas, kemudian mengangguk. "Sebelumnya, paman ingin menyampaikan sesuatu, tidak pernah terbersit sedikit pun dalam pikiran paman untuk menjauhkanmu dari ibumu. Paman hanya ingin melindungi janin di dalam kandungan ibumu agar tetap hidup." Tuan Kim menoleh ke arah Yoori yang duduk di samping Hyun-Ki. Dia tersenyum lembut ke arah Yoori. "Ya ... paman berhasil melindungi janin itu hingga tumbuh dewasa. Waktu itu, istriku pernah bercerita kalau ayahmu sering sekali memukuli ibumu jika tersulut emosi. Mungkin ibumu masih bisa bertahan hingga kau berumur empat tahun. Namun, kesabaran ada batasnya. Ibumu dituduh ayahmu memiliki hubungan dengan pria lain, padahal waktu itu dia tengah disibukkan dengan toko kue beras yang akan ia dirikan. Kesibukan itulah yang membuatnya terus bertemu dengan orang-orang baru, baik itu pria atau wanita.
"Kemungkinan waktu itu ayahmu melihatnya bertemu dengan salah satu koleganya yang bejenis kelamin pria. Dan tepat setelah pertemuan itu, Im Yumna hamil anak kedua. Ayahmu marah besar, menuduh ibumu dengan tuduhan yang tidak pernah ia perbuat. Bahkan dia memukul ibumu dengan keji dalam posisi hamil."
Mendengar semua itu membuat Seonil benar-benar membenci ayahnya. Dia menoleh untuk menatap Yoori yang duduk di sebelah Hyun-Ki
"Ibumu lari ke rumahku dan meminta tolong kepadaku juga istriku untuk melarikan diri, agar bayi di dalam kandungannya bisa hidup."
Seonil masih menatap Yoori, kini perempuan itu meneteskan air mata. Dia tidak menyangka kalau ayahnya bisa sejahat itu dengan ibunyaa. Dan gara-gara sikap kejam ayahnya, Yoori terlantar dan hidup susah. Mungkin inilah alasannya kenapa ia langsung tertarik dengan Yoori pada pandangan pertama, tertarik karena mereka memiliki darah yang sama.
Mata Yoori beralih menatap Seonil. Mereka saling bertukar pandang, mendalami rasa masing-masing, bertukar rasa yang sama hingga mulut Yoori yang sedari terdiam kini mulai angkat bicara, "Kakak," lirihnya.
Semua ini terlalu berat bagi Seonil. Dia dipanggil dengan sebutan kakak oleh orang yang ia sukai. Mungkin dia membutuhkan waktu yang lebih untuk bisa menerima semua ini.
**********
Seonil memacu mobilnya lebih kencang saat memasuki gerbang halaman rumah. Menghentikan secara mendadak dan keluar tanpa menutup pintu mobil. Dia sudah dibutakan oleh amarah yang berkecamuk. Semua yang terjadi dalam hidupnya adalah akibat dari perbuatan ayahnya. Seusai dari rumah sakit dia sempat berbincang dengan Pengacara Song agar bisa membantu menuntut ayahnya atas apa yang telah menimpa Yoori. Bukan hanya itu saja, dia juga mempunyai beberapa bukti atas tindakan ayahnya yang menggelapkan uang milik Universitas Yonsei. Butuh waktu bertahun-tahun demi menemukan bukti yang disimpan rapi olehnya. Dua tahun lalu dia menemukan bukti itu secara tidak sengaja di ruang kerja ayahnya. Dia menyimpan data-data itu untuk ia gunakan sebagai senjata apabila ayahnya berani macam-macam dengan hidupnya. Data itu akan ia pergunakan untuk menghancurkan orang itu.
Dia membuka pintu rumah dengan sekali gebrakan, membuat beberapa pembantu rumah tangga yang ada di sana berjingkat kaget, mereka jarang sekali menemui Tuan Mudanya semurka ini. Seonil berjalan menuju ruang tengah dan membuka pintu itu dengan hebat, tanpa mengetuk terlebih dahulu. Tuan Park terperangah menyaksikan itu semua hingga kerah bajunya ditarik oleh Seonil.
"Kau pria macam apa?!" Tuan Park hanya terdiam, dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Seonil. "Kau hampir menyakiti anakmu sendiri, Hah! Kau Ayah biadab!" Seonil menghempaskan tubuh Tuan Park hingga terduduk di kursi putar. "Omma, Omma masih hidup, dia ... dia ... koma."
Pupil mata Tuan Park melebar, wajahnya pias. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar kabar dari istrinya setelah puluhan tahun menghilang. "Kau ... kau menemuinya? Di mana dia sekarang?"
"Apa dia masih berharga buatmu?!"
"Iya, dia masih berharga untukku. Ibumu ...dan juga adikmu masih berharga buatku."
"Lalu kenapa? Kenapa kau selalu kasar dengannya?!" Seonil bersimpuh di atas lantai, tangisnya pecah lagi. "Aku tidak akan memaafkan Ayah. Tidak akan...."
Tuan Park menunduk dalam, dia ingin sekali meraih pundak anaknya, tetapi dia terlalu takut dengan sebuah penolakan. Karena semua yang terjadi, adalah salahnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top