Chapter 16

"Aku kira kau sudah tidak butuh nilaiku."

Kepala Yoori langsung terangkat. "Ma-maafkan saya, Pak. Saya akhir-akhir ini sibuk dengan pekerjaan paruh waktu."

Dosen Kang meraih dengan kasar lembaran tugas Yoori. "Meskipun kau salah satu murid beasiswa di sini, belum tentu kau akan mendapat nilai A dariku." Wajah Yoori seketika pias mendengarnya. "Pergi dari ruanganku."

Yoori membungkukkan badan dalam-dalam. "Saya mohon, Pak. Saya berjanji tidak akan telat lagi dalam mengerjakan tugas."

"Keluar!" Suara Dosen Kang menggema. Yoori langsung undur diri dari ruangan itu.

Sial! Semua yang menimpa dirinya bersumber dari kekerasan Hyun-Ki. Sejak Yoori menjadi asisten pribadi Hyun-Ki, dia sering sekali telat dalam mengumpulkan tugas dan ini adalah ketiga kalinya dia telat dalam mengumpulkan tugas yang diberikan Dosen Kang. Waktunya tersita hanya demi memuaskan keinginan Hyun-Ki. Namun, mulai sekarang dia sudah terbebas dari makhluk satu itu, Yoori tidak akan sudi dibodohi oleh pria itu. Yang harus dilakukan Yoori saat ini adalah mencari pekerjaan paruh waktu untuk menutupi semua kebutuhannya.

"Daebak, tas ini cocok untukmu." Sebuah suara terdengar dari arah belakang Yoori dan sebuah tangan menarik tas ransel Yoori ke atas.

Yoori menoleh, bibirnya mencebik ketika melihat sosok Hyun-Ki. "Ya!"

"Kau suka? Ponselnya juga keren, 'kan?" Hyun-Ki sudah menghalangi langkah Yoori.

"Aku terpaksa menerima ini semua."

Hyun-Ki mengulurkan tagan. "Ikut denganku."

Yoori melengos, dia mengambil jalan lain untuk meninggalkan Hyun-Ki. Dia tidak akan sudi ikut dengan pria itu lagi. Langkah Yoori terhenti saat Hyun-Ki menghalangi jalannya sekali lagi. "Wae?"

"Aku mau kau ikut denganku."

"Aniyo. Aku bukan asisten pribadimu lagi dan aku bukan siap-siapamu lagi! Arrasho?" Yoori melangkah ke kiri dan meninggalkan Hyun-Ki begitu saja.

Hyun-Ki bergumam kagum dengan keberanian Yoori. Dia tidak pernah bertemu dengan perempuan keras kepala seperti Yoori. Selama ini, perempuan yang dia rayu selalu berhasil masuk dalam perangkapnya. Terpaksa Hyun-Ki menggunakan cara terakhir agar Yoori mau ikut dengannya. Dia berlari ke arah Yoori, sedikit membungkuk kemudian mengangkat tubuh Yoori. Membopong tubuh Yoori seperti membopong karung beras, meletakkan tubuh itu di bahunya.

"Ya!" Yoori berteriak histeris setelah merasakan kepalanya terjungkir ke bawah. "Lepaskan! Kau! Hyun-Ki!" Kaki Yoori menendang-nendang udara dan tangannya memukuli pantat Hyun-Ki.

Hyun-Ki berlari menuju mobilnya. Puluhan kamera menjadi saksi hidup akan peristiwa itu. Seluruh orang yang melihat peristiwa itu mencoba mengabadikan dengan layar kamera dan tentunya menyebarkan ke seluruh penjuru universitas. Seorang Hyun-Ki mencoba merebut kekasih musuh bebuyutannya—Seonil.

********

Mobil Hyun-Ki memasuki basement sebuah gedung berlantai tiga puluh. Yoori hanya terdiam dan mengerutkan dahi. Sedari tadi Yoori malas berbicara dengan Hyun-Ki, apalagi berada di dalam mobil ini. Ingatan tentang peristiwa kemarin masih membasah di otaknya, masih terasa segar dan begitu nyata, membuat jantung Yoori terus berdetak. Dan sekarang, Yoori tidak tahu akan dibawa ke mana oleh Hyun-Ki.

"Kau membawaku ke mana?"

Hyun-Ki melihat kaca spion untuk membenarkan letak mobilnya. "Hypno therapy."

Yoori semakin tak mengerti. "Siapa? Kau?"

"Aniyo." Hyun-Ki melepaskan sabuk pengaman, dia menghadapkan tubuhnya ke arah Yoori. "Kau yang akan mengikuti terapi ini."

"Maksudnya?"

Hyun-Ki menggaruk alis tebalnya. "Sejak peristiwa kemarin, aku baru menyadari kalau kau phobia terhadap kolam, benar begitu?"

"Lalu ... tunggu aku tidak butuh ini. Aku masih bisa hidup tanpa melakukan terapi ini."

"Tapi aku membutuhkanmu untuk mendampingiku dalam lomba dua minggu lagi."

"Ya, kau sadar dengan apa yang kau ucapkan? Aku sudah punya kekasih dan aku juga bukan siapa-siapamu lagi."

"Aku akan merebutmu dari Seonil."

"Jangan bermimpi!" Yoori berbalik dan baru akan membuka pintu, tetapi gerakannya terhenti saat melihat sosok wanita cantik di sisi samping mobil Hyun-Ki. "Nyonya Kim?" Yoori keluar dari dalam mobil.

Nyonya Kim langsung memeluk Yoori. "Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu."

"Aku ... baik-baik saja." Yoori menoleh ke arah Hyun-Ki yang baru keluar dari dalam mobil.

"Kenapa kau memandangku seperti itu?"

Nyonya Kim tergelak melihat anak tirinya yang mulai salah tingkah. "Terima kasih Han Yoori, berkat kau, dia mulai meluluh denganku. Keyakinanku memang benar, kau membawa sesuatu yang positif dalam keluargaku."

"Jadi Kim-ssi sudah berbaikan dengan Anda?"

Nyonya Kim tersenyum lembut dengan sebuah anggukan. Dia mengelus rambut Yoori. "Aku yang mengusulkan kepadanya agar kau mengikuti terapi ini."

Hyun-Ki berdeham, "Apa acara drama ini bisa disudahi?"

Nyonya Kim tertawa geli. "Ne. Ayo pergi."

Yoori dan Hyun-Ki berjalan mengekor di belakang Seyoung dan memasuki gedung bertingkat tiga puluh itu.

"Kenapa kau melakukan ini semua? Apa tujuanmu?"

"Aku tidak mempunyai tujuan apa-apa. Aku hanya ingin kau sembuh, aku ingin membuatmu bahagia dan aku jatuh cinta kepadamu Han Yoori."

Langkah Yoori terhenti, memandang Hyun-Ki tanpa berkedip. "Apa kau sedang mempermainkanku?"

"Ani. Aku tulus denganmu." Hyun-Ki meraih tangan Yoori kemudian menggenggamnya dengan lembut. "Aku akan mengajarimu bernapas di dalam air." Hyun-Ki mengembangkan senyum. Sebuah senyum paling tulus yang pernah dilihat Yoori selama mereka bersama.

Ada sebuah rasa hangat yang menjalar di dalam dada Yoori. Pria ini berjanji hal yang ia inginkan sejak dulu, dan pria ini menggetarkan sesuatu dalam diri Yoori selain sebuah kekaguman.

Setelah melakukan terapi selama dua jam sanggup membuat pikiran Yoori terasa segar seperti tertidur selama satu hari, dan Hyun-Ki pun memutuskan untuk mengantar Yoori pulang ke rumah. Hyun-Ki mengantar Yoori hingga di depan gerbang rumah, meletakkan mobil di dekat halte dan menemani Yoori menyusuri gang kecil, sungguh sebuah perhatian yang membuat Yoori merasa tidak enak. Perubahan yang sangat drastis dari Hyun-Ki membuat Yoori merasa bersalah, tidak seharusnya dia tadi membentak-bentak Hyun-Ki.

"Gomawoyo Kim-ssi," ucap Yoori setelah berada di depan pintu.

"Panggil Hyun-Ki. Arachi?"

Yoori menggigit bibir bawahnya dalam-dalam. "Ne, arassho."

Hyun-Ki mencubit pipi Yoori yang berlesung pipi. "Kau tahu ini apa? Aku baru pertama kali melihatnya."

Yoori menutup lesung pipinya dengan kedua tangan. "Ini lesung pipi, sudah ada sejak aku lahir." Dia membuka pintu gerbang yang terbuat dari kayu tua.

Hyun-Ki dapat melihat sedikit suasana di dalam. Tanpa sengaja dia melihat sosok wanita baya di dalam rumah.

"Aku ... benar-benar tidak tahu harus membalas kebaikanmu dengan apa. Phobia ini ada sejak aku tenggelam di sebuah kolam pemancingan dan ayahku meninggal setelah menolongku."

Konsentrasi Hyun-Ki terpecah antara mendengarkan cerita Yoori dan keinginan untuk melihat wanita di dalam sana.

Yoori yang mengetahui arah pandang Hyun-Ki langsung membuka pintu lebar-lebar. "Itu Omma."

Hyun-Ki mengangguk, tepat setelah dia mengangguk, wanita itu menoleh ke arahnya. Pupil mata Hyun-Ki melebar, tubuhnya hampir saja terhuyung ke belakang ketika melihat wajah wanita itu dengan jelas.

"Yoori, siapa di sana?" tanya wanita itu.

Yoori baru akan membuka mulut, Hyun-Ki sudah mencegah Yoori bersuara. "Wae?"

"Aku ... aku mau pulang." Hyun-Ki maju selangkah kemudian dengan lembut mencium kening Yoori. "Sampai jumpa besok," ucap Hyun-Ki.

Hyun-Ki melangkah cepat meninggalkan Yoori yang masih terperangah setelah menerima perlakuan hangat darinya. Dia tidak mau wanita itu melihat dirinya. Hyun-Ki ingat siapa wanita itu, dia hampir tidak percaya dengan penglihatannya. Im Yumna berada di Seoul? Dan Yoori ... anaknya? Berarti Yoori dan Seonil? Hyun-Ki mengusap wajah dengan kasar, dia tidak percaya dengan semua kebetulan ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top