Chapter 14

Mata Yoori membelalak ketika bibir Hyun-Ki menyentuh bibirnya. Tangan Hyun-Ki menekan tengkuk Yoori agar bibir itu tidak terlepas dari bibirnya. Ya, memang harus seperti ini. Tidak ada seorang pun yang boleh mencium Yoori selain dirinya, termasuk Seonil—sahabat masa kecilnya. Tangan Yoori memukul-mukul dada Hyun-Ki, mencoba melepas ciuman Hyun-Ki yang semakin menuntut. Dia mendorong tubuh Hyun-Ki sekuat tenaga ketika pukulannya tidak membawa perubahan. Napas Yoori tersengal saat berhasil terlepas dari ciuman Hyun-Ki, dan secepat kilat tangannya menampar pipi Hyun-Ki.

Hyun-Ki hanya terpaku setelah mendapat tamparan di pipi kirinya. Dia hanya melihat Yoori keluar dari mobil tanpa mencegah sedikit pun. Tepat setelah Yoori keluar dari mobil, hujan deras turun tanpa gerimis terlebih dahulu. Mengguyur tubuh Yoori, seolah-olah langit ikut berkonspirasi atas kesialannya hari ini. Dia menangis sejadi-jadinya, air matanya tersamarkan oleh hujan yang membasahi seluruh tubuhnya tanpa tersisa. Dia mulai mengayunkan kaki untuk menjauh, tetapi langsung terhenti saat melihat mobil Seonil berhenti tepat di belakang mobil Hyun-Ki. Yoori langsung berlari ke arah Seonil yang baru saja keluar dari mobil. Dia ingin memeluk Seonil, dia menginginkan rasa aman dan nyaman untuk saat ini.

Hyun-Ki terkesiap saat mendengar langit bergemerutuk. "Han Yoori." Matanya mengerjap saat menyadari bahwa di luar tengah hujan deras. "Han Yoori." Dia langsung keluar dari mobil, mencoba menyusul Yoori.

Sebuah tatapan menyalang merah tertuju pada Hyun-Ki saat ia keluar dari mobil. Seonil melepas pelukan Yoori, kemudian berlari ke arah Hyun-Ki, dan sebuah pukulan mendarat di pipi kiri Hyun-Ki—pipi yang terkena tamparan Yoori. Tubuh Hyun-Ki yang belum siap menerima pukulan dari Seonil langsung terjengkang ke belakang. Belum genap dia mencerna semua peristiwa, Seonil langsung merangsek Hyun-Ki, menarik baju bagian depan Hyun-Ki dan menduduki tubuh tak berdaya itu.

Orang-orang yang berlalu lalang di sana, menyeruak untuk menghindari mereka berdua. Pemukulan yang tiba-tiba itu bukan hanya membuat Hyun-Ki kebingungan dalam merespons, tetapi juga pada orang-orang yang berlalu-lalang, mereka hanya melihat peristiwa secepat kilat itu.

"Sudah kubilang, jangan mengusikku!" pekik Seonil. Tangannya memukul pipi Hyun-Ki untuk kedua kali. Hyun-Ki hanya diam tanpa perlawanan. "Apalagi kau mengganggu Han Yoori. Kau akan mati!" Tangan terkepal Seonil mulai terangkat, berniat untuk memukul pipi Hyun-Ki untuk ketiga kalinya.

"Hentikan!" Yoori berhasil mencegah pergerakan tangan Seonil. "Tolong! Jangan diam saja!"

Mendengar teriakan Yoori, beberapa pria yang ada di sana mulai tersadar dan tergerak untuk melerai pertengkaran ini. Seonil yang masih berapi-api diseret oleh dua orang untuk mejauh dari Hyun-Ki. Yoori mengikuti orang-orang yang menyeret Seonil, meninggalkan Hyun-Ki yang masih terlentang di pinggir trotoar.

Titik-titik hujan yang menderas menyapu wajah Hyun-Ki yang masih terlihat bingung. Matanya menatap hampa langit abu-abu, tidak menggubris derum suara mobil Seonil yang mulai meninggalkan dirinya—telentang di trotoar. Hyun-Ki masih bingung dengan peristiwa yang secepat kilat ini. Apa yang telah ia lakukan?

"Anak muda, kau tidak apa-apa?" Suara wanita paruh baya membuyarkan pergulatan Hyun-Ki, dia menoleh dengan pandangan kosong. "Apa perlu aku antar ke rumah sakit?" Hyun-Ki menggeleng lirih, kemudian bangkit dengan pergerakan yang sangat lambat. Dia membuka pintu mobil, duduk di dalam mobil, lalu menoleh ke kanan.

"Astaga," gumamnya ketika melihat tas Yoori tergeletak di dalam mobilnya. Seluruh kesadarannya kembali sempurna. Dia telah mencium perempuan itu di luar kesadaran.

*********

Nyonya Kim mendengar derum mobil Hyun-Ki memasuki halaman depan rumah. Pukul dua pagi. Dia memilih untuk menunggu anak tirinya pulang daripada pergi ke dunia mimpi. Seyoung khawatir dengan Hyun-Ki yang pulang pagi hari. Sebenarnya dia ingin sekali menelepon Hyun-Ki untuk menanyakan kabar, tetapi dia selalu menelan pil kecewa setelah menelepon anak tirinya. Dia hanya akan mendapat bentakan.

Hyun-Ki melangkah masuk dengan langkah sempoyongan, mulutnya meracau tak keruan dan satu tagannya menenteng tas Yoori. Dia sedang mabuk.

"Hyun-Ki." Nyonya Kim langsung berlari menghampiri Hyun-Ki.

"Jangan ... mendekat...." Tangan Hyun-Ki mengacungkan jari telunjuk, matanya setengah menutup. Dia melangkah menuju anak tangga.

Nyonya Kim yang tidak tega melihat Hyu-Ki seperti ini mencoba mendekati Hyun-Ki. "Biar aku bantu membawa ... bukankah itu tas Han Yoori?" Dia cukup tahu kalau itu tas milik Han Yoori.

Hyun-Ki membawa tas Yoori ke dalam dekapan, tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. "Wae?!"

Nyonya Kim menarik napas dalam-dalam, dia yakin kalau anak tirinya membuat kesalahan kepada Yoori. "Apa yang kau lakukan kepada Han Yoori?"

Mata Hyun-Ki berputar ke atas kemudian cekikikan. "Aku ... menciumnya...."

Mata Nyonya Kim terbelalak. "Kau menyukai Han Yoori?"

"Aniyo."

Nyonya Kim terkekeh dengan sebuah dengusan, dia wanita dewasa yang tidak mudah dibohongi. "Menurutku dia gadis yang cantik, bukan begitu?"

Hyun-Ki menggeleng, telunjuknya bergoyang-goyang. "Dia sangat jelek!"

Nyonya Kim tertawa lebar, membuat Hyun-Ki menautkan ujung alis. Dia mendekati Hyun-Ki, tangannya terulur, kemudian mengacak rambut Hyun-Ki. Anak tirinya itu hanya termangu mendapat sentuhan lembutnya. "Tidak ada salahnya membebaskan hatimu untuk mengakui kebenaran. Kau akan merasa lega jika berterus terang tentang hatimu." Hyun-Ki masih termangu. "Aku bersedia membantumu untuk hal ini, bukankah aku juga seorang perempuan?" Mata Hyun-Ki mengerjap berkali-kali. "Arrachi?"

Hyun-Ki langsung membuang muka, kemudian melangkah terburu-buru menaiki tangga. Kenapa wanita itu begitu lembut pada dirinya? Apa karena dia mabuk? Atau karena selama ini dia enggan berbincang? Tidak, wanita itu tidak mungkin bersikap seperti ini, dia yakin pasti ini halusinasi akibat minuma alkohol yang ia minum.

Tubuh Hyun-Ki langsung merosot ke lantai setelah memasuki kamar. Otaknya mencoba mencerna seluruh kejadian pagi tadi sampai sekarang. Dia seperti bukan dirinya sendiri. Ekor mata Hyun-Ki menatap tas Yoori yang hanya dikaitkan oleh cemiti agar bisa tertutup. Dia tertawa miris melihat keadaan tas itu. Perlahan dia membuka kaitan cemiti itu, mengeluarkan barang-barang yang bersemayam di sana; notebook, buku-buku sastra, kotak pensil dan dompet.

Di antara barang-barang tersebut, dia lebih memilih dompet lusuh yang bagian pinggirnya sobek, meneliti tiap sisi dan membolak-balik dompet itu. Perempuan ini begitu menyedihkan. Kenapa dia begitu kejam kepada Yoori, sedangkan hidup Yoori tak seindah hidupnya? Apa yang telah ia lakukan selama ini? Apa dia mulai jatuh cinta dengan perempuan ini? Tidak, itu tidak mungkin. Tetapi, kenapa dia begitu marah sat melihat Yoori tertawa lebar di depan Seonil? Kenapa dadanya membara ketika melihat Seonil mencium pipi unik itu? Dan kenapa dia merasa hangat ketika melihat senyuman berlesung pipi itu? Entahlah, dia tidak bisa memahami hatinya.

Hyun-Ki mulai membuka dompet Yoori, dan tanpa sengaja sebuah foto terjatuh dari dompet itu. Hyun-Ki memungut foto yang tertelungkup, seketika ujung alisnya tertaut saat melihat foto seorang wanita yang sedang memeluk pundak Yoori. Wajah wanita itu sangat familier di ingatan Hyun-Ki, senyuman hangat wanita itu mengingatkannya pada seseorang di masa lalu. Tetapi, siapa? Hyun-Ki seolah-olah menghapus penggalan kenangan tentang wanita ini.

********

Mata Yoori sulit terpejam hingga dini hari, dia terus memandangi kartu ATM pemberian Seonil. Besok, dia harus menyelesaikan urusannya dengan Hyun-Ki secepat mungkin. Akan tetapi, ada sedikit ketakutan di dalam diri Yoori karena besok Seonil tidak akan masuk kuliah. Seonil harus mengurus pembukaan cabang restoran ayam gorengnya yang berada di luar kota Seoul. Otaknya mulai membayangkan kejadian buruk yang akan terjadi tanpa kehadiran Seonil. Kenapa semua jadi begitu sulit dan tidak pas? Ya Tuhan, semoga dia bisa melakukannya dengan baik tanpa kehadiran Seonil.

Tangan Yoori menggosok-gosok bibir ketika mulai teringat Hyun-Ki. Mengingat Hyun-Ki sama saja mengingat ciuman itu. Seonil sebagai kekasihnya belum pernah berciuman dengan dirinya, tetapi pria monster itu dengan lancang telah mengambil ciuman yang hanya boleh dimiliki Seonil.

Dia harus menjauh dari pria itu secepatnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top