Chapter 12
"Apa kau sudah bilang kepada Hyojoo?" Seonil melontarkan pertanyaan kepada Yoori.
Mereka resmi berpacaran sejak dua minggu yang lalu, sejak festival kembang api di taman Hangang. Yoori mendapat ciuman lembut di pipi ketika menerima pernyataan cinta Seonil. Sekarang mereka tengah duduk di bangku taman universitas, melepas rindu dan berbincang mengenai Hyojoo. Pagi ini Yoori berkata jujur kepada Hyojoo kalau dia telah berpacaran dengan Seonil sejak dua minggu yang lalu. Jangan ditanya bagaimana reaksi Hyojoo ketika mengetahui hal itu, sahabatnya itu tak henti-hentinya mengomel dan menyayangkan sikap berani Yoori. Hyojoo juga menjelaskan cara licik ayah Seonil saat anaknya mempunyai teman dari strata sosial yang lebih rendah. Sahabatnya itu sangat berharap kalau Yoori berubah pikiran.
Yoori mengangguk lemas menatap kantong plastik pesanan Hyun-Ki. "Dia marah besar."
"Kau harus percaya denganku."
Yoori mengembangkan senyum kemudian mengangguk antusias. "Aku percaya."
Seonil tersenyum lebar sambil mencubit pelan pipi berlesung pipi itu. "Apa itu?" tanya Seonil saat melihat dua kantong plastik berwarna putih.
"Oh ini punya Kim-ssi. Hari ini aku tidak mengikuti kelas terakhir gara-gara dia menyuruhku membeli semua makanan ini untuk latihan berenang." Yoori menarik napas dan mengembuskannya dengan kasar. "Aku harus mencari alasan lagi agar tidak masuk ke gedung itu."
Seonil mengembuskan napas panjang. "Berhenti bekerja jadi asisten pribadinya. Aku akan membayar semua utang yang tak masuk akal itu supaya kau terbebas darinya."
Yoori menggeleng berkali-kali. "Jangan repot-repot. Masalah ini sudah ada sejak aku belum berpacaran dengan Sunbae."
"Dan sampai kita berpacaran pun kau masih bermasalah dengannya. Dengarkan aku Yoori."
Yoori meraih tangan Seonil kemudian menangkupnya. "Aku tidak apa-apa Sunbae."
Seonil tidak tahu harus membujuk Yoori seperti apa. Selama dua minggu ini dia mencoba membujuk Yoori agar berhenti menjadi budak Hyun-Ki, tetapi sama sekali tak membuahkan hasil. Bahkan dia bersedia memberi uang melebihi gaji yang diberikan Hyun-Ki tiap bulan, tetapi kekasih barunya itu tetap tidak mau. Yoori sangat keras kepala.
"Aku mencintaimu Yoori. Aku tidak mau melihatmu menderita seperti ini."
Yoori mengangguk berkali-kali. "Aku tahu itu, Sunbae. Tapi aku tidak suka bergantung kepada orang lain."
"Aku kekasihmu."
Ya ... Yoori juga tahu kalau Seonil adalah kekasihnya saat ini. Akan tetapi, dia tahu konsekuensinya jika menjalin hubungan dengan Seonil. Maka dari itu, Yoori memutuskan untuk tidak bergantung, dia lebih memilih mempersiapkan diri untuk menerima terjangan yang lebih besar.
"Omo!" Yoori melihat waktu di ponselnya.
Seonil mengembuskan napas kasar, Yoori selalu saja mengalihkan pembicaraan yang mencapai tahap serius.
"Mianhae, aku harus segera ke tempat Hyun-Ki sekarang." Yoori menggosok-gosok tangannya ke depan dada.
Seonil menangkup tangan Yoori, menyelipkan anak rambut ke daun telinga Yoori. "Aku akan melindungimu Yoori. Termasuk hari ini, aku akan menjagamu."
Wajah Yoori langsung berseri, dua sudut bibirnya terangkat sempurna dan matanya berbinar. Kata-kata Seonil memberikan ketenangan dalam diri Yoori, dia merasa aman untuk pertama kali dalam hidupnya. "Jinjja?"
"Eung." Seonil membenarkan letak mantel Yoori, kemudian mengacak poni Yoori. "Hati-hati."
Yoori mengangguk antusias kemudian beranjak dari tempatnya sambil melambaikan tangan. Dari kejauhan tiga orang perempuan berpakaian glamor sedang memperhatikan gerak-gerik mereka berdua. Satu dari mereka berbalik kemudian keduanya ikut berbalik.
"Jadi itu Han Yoori?" Perempuan yang memiliki potongan rambut di atas tengkuk memulai pembicaraan.
"Iya," jawab perempuan berambut panjang sepinggang. "Mengawasi perempuan dekil seperti itu." Dia mendengus.
"Park-nim membayar kita untuk itu."
"Iya, aku tahu. Sebaiknya kita cari cara agar tidak ada orang yang mendahului kita," ujar perempuan berambut panjang.
Mereka bertiga melihat Yoori berlari melewati mereka dengan membawa dua bungkusan besar. Yoori harus datang tepat waktu kali ini, dia tidak mau Hyun-ki marah-marah. Akhir-akhir ini bos barunya itu sering marah-marah tidak jelas, entah kenapa, yang jelas Yoori selalu menjadi sasaran.
Hyun-Ki menatap jam persegi berkali-kali, kemudian menatap ujung jalan, menanti kedatangan Yoori. Rahangnya mengeras ketika melihat perempuan itu berlari-lari ke arahnya. Yoori telat lagi dan Hyun-Ki sangat yakin kalau perempuan ini pasti menemui kekasihnya sehingga tidak bisa datang tepat waktu. Napas Yoori hampir habis, dia membungkuk sambil memegangi lutut ketika sampai di depan Hyun-Ki yang sudah berada di depan gedung kolam renang.
Tangan Hyun-Ki terulur, jari telunjuk dan tengah membentuk lingkaran kemudian menempelkan kedua jari itu ke dahi Yoori. Bersiap memberi hukuman dengan menyentil dahi Yoori. Mata Yoori terpejam rapat bersiap-siap menerima hukuman yang diberikan kepadanya.
"Cho-choesonghamnida, Kim-ssi," ucap Yoori sambil menggosok-gosok dahinya yang memerah. Hyun-Ki hanya mengembuskan napas kasar kemudian berbalik. "Kim-ssi." Hyun-Ki berbalik. "Em ... begini, aku bisa minta izin lagi--"
"Ani." Hyun-Ki langsung memotong perkataan Yoori. "Mulai sekarang aku tidak akan menolerir pekerjaanmu. Bawa barang-barangku dan masuk!" Dia tidak mau dibohongi lagi oleh Yoori. Mulai sekarang dia harus membuat peraturan yang ketat bagi karyawannya ini.
Matilah Yoori. Kali ini alasan bohong yang ia utarakan tidak berlaku lagi. Dia sudah mengira kalau hari ini akan terjadi. Mau tidak mau dia harus masuk ke dalam, mencoba bertahan sekuat tenaga, entah dia bisa bertahan berapa lama di dalam sana. Yoori menarik napas dalam-dalam kemudian mulai melangkah diiringi dengan kesemogaan agar dia bisa bertahan lama di sana. Langkahnya terhenti sejenak saat mendengar kecipak air di pintu masuk, dia menarik napas dalam-dalam.
Deretan kolam renang berjajar menyambut pandangan Yoori, bola matanya bergulir ke kanan dan ke kiri untuk menghindari deretan kolam itu. Dia menundukkan kepala sedalam-dalamnya untuk menghalau ketakutan yang menggelayut. Hyun-Ki mulai menyapa teman-temannya, tanpa memedulikan Yoori yang masih tertinggal jauh.
"Ya!" panggil Hyun-Ki, "bawa sini barangnya!"
Yoori langsung melangkah mendekati Hyun-Ki, tetapi langkahnya terhenti secara spontan saat suara ceburan air terdengar jelas. Yoori menoleh ke sumber suara dengan wajah pias. Tangannya mulai gemetar, kelebatan peristiwa masa kecilnya mulai menyemarakkan pikirannya.
"Ya!" bentakan Hyun-Ki membuat Yoori terkesiap. Hyun-Ki menarik kantong plastik di genggaman Yoori dengan ujung alis yang bertaut. Dia melihat keanehan di ekspresi Yoori, tetapi cepat-cepat dia menepis kekhawatiran itu. Hyun-Ki berbalik untuk menghadap teman-temannya kembali, tetapi rasa cemas masih menggelayut.
Yoori masih berkutat dengan phobia yang mulai menghampirinya. Alam bawah sadarnya mencoba untuk menarik dirinya ke dalam peristiwa belasan tahun silam. Bunyi air di kedalaman mulai berdengung di telinga Yoori, napasnya mulai sesak, dan keringat dingin mulai bermunculan.
Hyun-Ki menoleh sekilas lewat bahunya, ada sedikit rasa khawatir melihat Yoori seperti itu. Mata Yoori mulai berputar-putar, tangannya mencoba menggapai apa pun untuk berpegangan.
"Kim...." Suara Yoori terdengar pelan mirip seperti desau angin. Tenggorokannya terasa seperti tercekik seolah-olah dia sedang berada di dalam air, dan telinganya berdenging hebat. "Kim-ssi." Tangan Yoori menarik ujung jemari Hyun-Ki
Tepat setelah Yoori berhasil memanggil nama Hyun-Ki, tubuhnya limbung dengan tangan yang berpegangan pada ujung jemari Hyun-Ki. Hyun-Ki yang merasakan ujung jarinya ditarik dari belakang langsung menoleh, badannya membungkuk mengikuti pergerakan Yoori dan tiba-tiba pupil matanya melebar saat melihat tubuh Yoori jatuh ke belakang.
Baru saja Hyun-Ki akan menangkap Yoori agar tidak tebentur lantai, tiba-tiba datang seseorang dari sisi belakang Yoori, menangkap tubuh Yoori dari belakang. Seonil berhasil menangkap tubuh Yoori ke dalam pangkuan.
Yoori jatuh ke pangkuan Seonil yang berjongkok, sedangkan tangan Yoori masih memegang erat ujung jemari Hyun-Ki. Untuk sesaat, Hyun-Ki dan Seonil saling menatap penuh keterkejutan. Di menit berikutnya, tatapan Seonil langsung berubah penuh amarah ke arah Hyun-Ki, sedangkan Hyun-Ki masih setengah membungkuk dengan jari telunjuk yang masih dipegang erat oleh Yoori. Hyun-Ki tidak mengerti apa sebenarnya yang terjadi.
Seonil melepas tangan Yoori dari jemari Hyun-Ki. "Jauhi dia! Kau hanya bisa menyiksanya." Seonil bangkit sambil membopong tubuh Yoori yang tak sadarkan diri.
"Tunggu!" Langkah Seonil terhenti saat mendengar panggilan Hyun-Ki. "Apa yang terjadi sebenarnya?"
Seonil tersenyum miring. "Aku rasa, aku tidak perlu memberitahumu!" Dia berbalik dan melangkah ke luar dengan membopong tubuh Yoori.
Sedangkan Hyun-Ki berusaha mencerna hal yang terjadi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top