Chapter 1
"Han Yoori, Han Yoori." Seorang wanita paruh baya sedang mengguncang tubuh Han Yoori yang kaku. Terlihat jelas rasa cemas dari wanita itu ketika melihat wajah pias dan keringat sebesar jagung di dahi Yoori.
Kolam renang indoor yang berada di Universitas Yonsei itu masih terlihat ramai dan padat pengunjung. Tidak hanya para mahasiswa yang memakai fasilitas kolam renang itu, tetapi juga pengunjung luar yang tidak berstatus mahasiswa ikut memakai fasilitas kolam renang Universitas Yonsei. Wanita ini dan Yoori adalah salah satu petugas kebersihan di kolam renang ini.
"Han Yoori, kau baik-baik saja?" Kini wanita itu menepuk pipi Yoori berkali-kali. Tidak biasanya perempuan ini terlihat lemah seperti sekarang.
Teriakan wanita itu sama sekali tidak mempengaruhi kesadaran Yoori. Dia tetap diam mematung, karena otaknya sedang berkecamuk dengan alam bawah sadar. Dia ingin sekali mengalihkan kenangan buruk masa kecil, tetapi malah kenangan itu menariknya semakin dalam hingga menimbulkan sesak yang luar biasa.
"Hei!"
Mata Yoori sontak mengerjap ketika suara wanita itu menusuk gendang telinga. "Ah ... m-maaf."
"Kau sakit?"
Dengan cepat Yoori menggeleng. "Tidak. Tapi Ahjumma ... bolehkah aku membersihkan toiletnya saja. Seperti biasa."
Wanita itu menghela napas panjang, matanya menyapu seluruh ruangan yang berdaya tampung ratusan orang, kemudian kembali menatap Yoori. "Tidak bisa, kau tahu sendiri kalau tim kita tidak masuk dua orang."
Yoori mengangguk lemas, memahami penolakan wanita itu. "Aku ... akan ke sana," ucapnya yang disusul dengan tarikan napas dalam. Dia mulai melangkahkan kaki penuh dengan keraguan, berkali-kali menggelengkan kepala untuk mengusir sekelebat kenangan buruk yang terus menghampirinya. Tepat setelah dia berada di pinggir kolam, tangannya mulai gemetar, kemudian disusul dengan lututnya. Tidak, dia tidak bisa berada di dekat kolam terus-menerus, dia bisa mati kehabisan oksigen bila berdekatan dengan benda yang menampung literan air ini. Akan tetapi, ini tugas yang diberikan untuknya.
Kecipak air yang terdengar seolah-olah membawa sebagian diri Yoori melayang pada peristiwa dua puluh tahun silam. Di mana dia berada di dalam kolam, tidak bisa bernapas atau pun berteriak. Membayangkan hal itu membuat napasnya mulai sesak.
Tidak jauh dari tempat Yoori berdiri, datang seorang perempuan berpakaian serba mini menghampiri seorang pria yang baru saja keluar dari kolam renang.
"Oppa!" Perempuan itu berteriak histeris kemudian memeluk tubuh Kim Hyun-Ki yang masih basah. "Kamu keren!"
Mata Yoori melirik ke sumber suara yang terdengar berisik, dia mencoba mencerna kata-kata perempuan itu untuk menepis alam bawah sadar yang membawanya pada peristiwa itu. Pandangannya mulai kabur secara perlahan, napasnya tersengal dan tongkat pel yang berada di genggaman jatuh begitu saja.
Tubuh lemas Yoori terjatuh dengan pasrah hingga menimbulkan kecipak luar biasa, membuat seluruh perhatian tertuju pada Yoori yang tenggelam di dalam kolam.
"Kyaa!!!" Lee Nara—nama perempuan centil—berteriak histeris ketika melihat itu. "Ya Tuhan!" Dia langsung berlari mendekati tepi kolam untuk melihat keadaan Yoori. "Oppa, cepat kemari. Tolong dia!"
Kim Hyun-Ki berjalan dengan santai menghampiri Nara yang panik setengah mati.
"Lihat, dia bisa-bisa mati!"
Hyun-Ki terbahak melihat tingkah berlebihan Nara. "Bagaimana dia bisa tenggelam di kolam yang kedalamannya satu meter?"
Nara menarik lengan Hyun-Ki untuk menunjukkan keadaan perempuan yang tercebur itu. Kening Hyun-Ki berkerut semakin dalam saat melihat tubuh perempuan yang memakai seragam petugas kebersihan itu mengambang tak bergerak di dalam air.
"Astaga!" Dia langsung masuk ke dalam kolam untuk menolong perempuan itu.
Samar-samar, Yoori melihat bayangan seorang pria mendekat ke arahnya sambil mengulurkan tangan.
Ayah? Apa itu tangan Ayah? Jangan, jangan menolongku. Ayah harusnya tetap berada di atas..., batin Yoori tepat sebelum dia tidak sadarkan diri.
Hyun-Ki keluar dengan menggendong tubuh Yoori yang tak sadarkan diri, dia berhsil menyelamatkan perempuan bodoh ini.
"Ya Tuhan, Han Yoori!" pekik wanita paruh baya—teman kerja Yoori—saat melihat tubuh Yoori direbahkan di tepi kolam. Tangannya menepuk pelan pipi Yoori. "Han Yoori, bangun!" Mataya mulai merebak. "Bagaimana ini?" Dia mulai panik saat Yoori tidak menunjukkan gerakan yang berarti. "Anak muda, tolong dia!"
Langkah Hyun-Ki yang akan menjauh dari dua orang menyebalkan itu terhenti ketika tangannya dicekal dengan erat.
"Tolong, Nak."
Hyun-Ki terdiam sejenak, memandang sekeliling yang mulai ramai dan bergerombol di dekatnya. Beberapa orang menyuruhnya untuk membantu perempuan ini dan beberapa orang menyuruhnya untuk menelepon 119, tetapi kenapa harus dia yang melakukannya?
"Aku mohon."
Melihat ekspresi memelas dari wanita itu membuat hati Hyun-Ki melunak. Dengan sangat terpaksa, Hyun-Ki menuruti permintaan ahjumma ini. Dia tidak mau dipandang sebagai raja tega yang membiarkan nyawa orang hilang begitu saja. Tangan Hyun-Ki mulai memiringkan kepala Yoori kemudian menekan dada Yoori berkali-kali untuk mengeluarkan air yang telah masuk. Akan tetapi, usahanya sia-sia, perempuan ini sama sekali tidak meresponsnya. Hingga pada akhirnya, Hyun-Ki kehabisan tenaga untuk memompa detak jantung perempuan ini. Dia terdiam sejenak sebelum mengambil keputusan luar biasa di dalam hidupnya. Gumaman merebak ke seluruh penjuru ruangan ketika puluhan pasang mata termasuk Nara melihat adegan bak beach boys yang memberi pertolongan pertama pada korban.
Hyun-Ki memberi napas buatan. Berkali-kali tanpa putus asa. Sepertinya arogansinya tergeser oleh rasa manusiawi.
"Oppa!"
Tepat setelah Nara berteriak histeris, napas Yoori tersengal dengan mulut yang mengeluarkan air. Tubuh Hyun-Ki langsung terduduk lemas setelah melihat usaha penuh pengorbanannya berhasil.
"Han Yoori, bagaimana keadaanmu?" Wanita itu membantu Yoori untuk bangkit dari posisi.
"Ahjumma, apa yang terjadi?" Yoori bertanya selirih mungkin.
Tiba-tiba Hyun-Ki terbahak melihat adegan itu, dia merasa konyol dengan tingkahnya sendiri. Kenapa dia harus mengorbankan ciuman pertamanya hanya untuk menolong perempuan ini? Daebak!
"Hanya kedalaman satu meter sudah seperti tenggelam di dasar laut," ejek Hyun-Ki yang sudah bangkit dari posisi. Dia melirik sinis sebelum melangkah pergi meninggalkan perempuan konyol ini.
Nara berjalan mengekor di belakang Hyun-Ki dengan kaki yang dientak-entakkan. Dia sebal melihat pacarnya itu memberikan ciuman secara cuma-cuma kepada gadis asing, padahal dia begitu sulit mendapat ciuman dari Hyun-Ki.
"Oppa!" Nara memasang wajah merengut di depan Hyun-Ki.
"Hmm?"
"Ini tidak adil!" ujung alis Hyun-Ki bertaut. "Kau memberikan ciumanmu pada gadis itu?! Oh astaga!" Nara melipat tangan.
Hyn-Ki mendengus pelan sambil menggaruk alis tebalnya. "Sebaiknya kita putus."
Mulut Nara menganga lebar mendengar hal mengejutkan itu, dia tidak percaya kenapa Hyun-Ki begitu mudahnya mengatakan kata putus. "Apa maksudmu?"
Satu tangan Hyun-Ki bertolak pinggang, sedangkan satu tangannya membelai anak rambut Nara. Mata hitam pekatnya menatap tajam Nara. "Aku sudah bosan denganmu."
Bunyi tamparan terdengar nyaring di lorong menuju ruang ganti. Amarah Nara memuncak setelah mendapat perlakuan Hyun-Ki yang menganggapnya sebagai mainan. Ternayata isu yang beredar memang benar; Hyun-Ki adalah playboy nomor satu di kampus ini.
"Dasar playboy!" Nara langsung pergi meninggalkan pria playboy yang telah mempermainkannya.
Sebuah senyum miring tersungging di bibir Hyun-Ki, dia sudah biasa menerima tamparan dari para wanita yang ia dekati. Lagi pula, berpacaran dengan seseorang dalam jangka waktu yang lama itu sangat membosankan. Dia belum menemukan seorang wanita yang menarik hati dan jiwanya. Nara adalah salah satu wanita yang membosankan!
Belum genap dia melangkahkan kaki menuju ruang ganti, tiba-tiba sebuah tangan menarik pergelangan tangannya, kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi bekas tamparan Nara. Tubuhnya terhuyung mundur, terjengkang ke belakang hingga membentur tembok, menimbulkan debaman yang menggema.
Seorang pria berkaus putih dengan mata cokelat menyalang tajam ke arah Hyun-Ki. "Kau apakan mobilku, Bajingan Tengik!"
Hyun-Ki terbahak sambil memegangi pipi. Ini adalah hari yang luar biasa baginya. "Kau suka modelnya?"
Rahang pria itu menonjol, tangannya menggenggam erat hingga buku-buku jarinya terlihat putih, kemudian berjongkok dan membelalakkan mata. "Sudah aku bilang, jangan pernah mengusikku, Anak Penculik!"
Kini rahang Hyun-Ki terlihat mengeras, matanya tak kalah sengit membalas tatapan pria yang ada di depannya. Dia benci saat dirinya disebut dengan sebutan itu. "Jangan pernah menyebutku seperti itu!"
Pria bermata cokelat itu terkekeh. "Kenapa? Kau tersinggung?"
Hyun-Ki hanya terdiam menahan tangannya agar tidak memukul wajah pria ini. "Kau sama-sama bajingannya dengan ayahmu!"
Pria itu menghirup napas dalam-dalam sebelum kepalannya mendarat di tembok, sengaja menjatuhkan pukulan keduanya di atas tembok. "Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah mengusikku atau kau mati di tanganku!"
Hyun-Ki terbahak menanggapi ancaman yang sering muncul dari pria itu. Dia sama sekali tidak takut mendengar ancaman itu, justru dia semakin bersemangat untuk mengusik ketenangan pria itu. Kemudian, tawa Hyun-ki terhenti saat punggung pria itu menghilang dari pandangan, tawanya terganti oleh tatapan sayu yang sangat mendalam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top