第五天 (5)
Ternyata berita besar yang lain adalah, untuk kali pertama Sung Yi mendapati seseorang yang menunggunya di depan rumah. Matahari pagi bersinar sejuk, sinarnya terhalang pohon-pohon. Tepat ketika Sung Yi membuka gerbang besi rumahnya sambil mengeluarkan sepeda, ia melihat Darren berdiri setengah bersandar ke tiang listrik yang separuh tubuhnya ditempeli brosur-brosur. Cowok itu tersenyum sumringah.
"Aku mendapati kendaraan baru ke sekolah," katanya berjalan mendekat ke jok belakang Sung Yi yang melongo.
"Ka—kau mau apa? Bukankah seharusnya—"
"Eh, jangan mengelak. Tugasmu yang kemarin sudah selesai belum?" Darren menaiki jok belakang sepeda, sebelum pantat Sung Yi benar-benar menduduk di kursinya sendiri. Satu kakinya agak menahan beban Darren yang sudah ongkang-ongkang kaki.
Sung Yi menelan ludah, apakah jangan-jangan ini ambang batas yang hampir ia temui di lapangan kemarin? Ia melirik ngeri ke arah Darren yang duduk di belakangnya.
"Su—sudah. Kau mau sekarang?"
Darren menepuk-nepuk lembut pundak Sung Yi.
"Di sekolah saja. Kau kelas berapa?"
Bukannya semakin tenang, Sung Yi malah kian tertekan. Mau apa Darren bertanya-tanya soal kelasnya? Apa preman ini mau mendatangi kelasnya?
Membayangkan Darren dengan ketiga kacung yang berjalan di belakangnya, membuat kerumunan kelas cewek-cewek membelah untuk memberinya jalan, dengan efek-efek angin yang mengantar pesona menyeramkan dari preman kelas 11-4, berjalan lambat ke dalam kelas lalu kepala Sung Yi ditoyor.
Sung Yi tersadar.
"Heh, kau ini sedang melamun apa sih? Ayo jalan."
Sung Yi tergagap sejenak, ia menoleh ke belakang, melihat Darren yang kini mencengkram ujung seragamnya.
"Kau benar-benar menumpang denganku? Apakah itu baik-baik saja?"
Giliran Darren yang mengernyit bingung, "apa maksudmu dengan baik-baik saja? Kita kan dari semalam sudah jadi teman."
"Te—teman?"
"Benar. Kau temanku. Lain kali, kita saling membantu."
Saling membantu katamu ya...
Sung Yi menarik napas, menahannya sejenak sebelum kekesalannya terlihat oleh Darren. Akan lebih mengerikan kalau mengelak keinginan preman ini. Kita tidak pernah tahu apa yang orang jahat mau. Penuh manipulasi dan berbahaya untuk menebak-nebak hal baik sekali pun.
Akhirnya setelah membonceng si preman kelas kakap di jok kursi sepedanya, Darren menepuk-nepuk bahu Sung Yi yang memakirkan sepeda di parkiran depan setelah sampai sekolah. Banyak orang-orang saling menatap bingung, tapi dari antara gadis-gadis yang melintas, mereka lebih menunduk dan cepat-cepat pergi. Pasti mereka semua berpikir Sung Yi bakal mendapat kesialan beruntun. Nama Sung Yi tidak lagi aman, rumahnya bukan lagi basis terbaik di dunia. Sung Yi bakal diteror anak sekolah lain, dilabrak di toko-toko retail atau di stasiun, di pinggir jalan.
"Wei! Bocah dungu! Kau ini memang hobi melamun ya?" Darren menyentaknya dari kesadaran.
Gedung sekolah sudah di depan mata. Bahkan perjalanan dari rumah ke sekolah sampai tak terasa. Ada Darren di belakang sepanjang jalan seperti mimpi buruk yang ingin segera Sung Yi akhiri.
"Ah? Apa? Kau bilang apa?"
Sambil membenarkan tungkai kacamata, Darren mengulangi dengan raut malas, "aku bilang, temui aku istirahat nanti sekalian berikan aku surat permintaan maaf yang kemarin. Dengar tidak?"
"Oh, kenapa kau tidak mengambil suratnya sekarang?"
Darren menaikkan sebelah alisnya, "kau ini benar-benar dungu, ya? Terlalu banyak pertanyaan padahal sudah ada jawabannya."
"Eh tunggu!" Sung Yi menahan Darren yang sudah berbalik. Cowok itu menoleh saja. Dengan tas selempang yang disampirkan di depan dada, cowok itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
"Kenapa istirahat nanti? Apa kau ingin—"
Apa kau ingin melakukan sesuatu yang jahat—
"Kan sudah kukatakan kita teman. Teman saling membantu, bukan?" Darren tersenyum lebar. Saking lebarnya membuat tengkuk Sung Yi meremang. Lalu cowok itu beranjak pergi, memasuki gedung utama. Di depan pintu besar sana ia bertemu kacung-kacungnya yang ternyata dari tadi sudah menunggunya. Sung Yi menenggak ludah.
Gawat. Ini sudah lebih dari apa yang ia bayangkan.
Seraya mengambil tas di keranjang sepeda, dari luar parkiran, Sha Yue dan Wei Wei yang baru masuk kawasan sekolah langsung berhambur ke arahnya.
"Apa yang kau lakukan?" sergah Sha Yue
"Kenapa Darren bisa ke sekolah denganmu?" desak Wei Wei.
"Kalian bertemu di mana?"
"Sung Yi, jawab aku!"
Kepala Sung Yi berdenyut-denyut, ia menggiring teman-temannya untuk masuk ke sekolah. Bersamaan dengan murid-murid lain yang sudah memakai seragam musim panas, Sung Yi melipir ke kelas tanpa mengatakan satu patah kata pun. Rasanya pagi ini cukup menekan mentalnya. Ia tidak tahu apakah bisa menjalani hari dengan baik. Tapi ketika matanya bertemu Xiao Xing di kelas, seketika Sung Yi mendapat kekuatan baru.
xx
Xiao Xing duduk di antara Sha Yue dan Wei Wei yang ikut menonton sebelum jam pelajaran pertama di mulai.
"Ya, dia memang tinggal di sebelah rumahku," jawab Xiao Xing, "tapi kami cukup berteman baik."
"Kalian cukup berteman baik?" bisik Wei Wei yang selalu nampak antusias.
Sung Yi membayangkan rumah lama itu bersama kenang-kenangan yang Xiao Xing miliki bersama Darren. Kenang-kenangan seperti apa tapi?
"Yah, dia berteman dengan banyak orang juga—"
"Dia tidak berteman dengan kami," putus Sha Yue sama sekali tidak rela dengan pernyataan kalau orang yang Xiao Xing maksud mencakup geng Sung Yi.
"Dia siswa preman begitu, kami sudah keburu kabur duluan. Sekarang, pertemanan seperti apa yang kalian jalankan?" tanya Wei Wei agak menantang. Sung Yi hanya masih belum bisa berkomentar apa-apa jadi ia hanya mendengarkan dan terus mendengarkan. Bahkan ia cukup membayangkan apa yang bakal terjadi istirahat nanti. Darren mau apa ya kira-kira? Kenapa ia jadi terlibat dengan cowok itu sih?
"Kami..." Xiao Xing nampak berpikir, lalu dengan tatapan malu-malu, ia tersenyum kecil, "berteman baik dalam kamusku adalah kami tidak melakukan kontak apa pun."
Wei Wei melongo, mulutnya menganga sebesar kacamata Sung Yi yang bundar. Sha Yue menggeleng-geleng maklum.
"Kamus yang akurat. Aku juga setuju. Kau jangan dekat-dekat dengan Darren, Xiao Xing. Kalau tidak, akibatnya bakal seperti Sung Yi."
Sung Yi mendelik, "akibat apa maksudmu?"
Sha Yue menuduh, "kau bakal jadi kacung-kacungnya. Lihat saja, istirahat nanti kau bakal mendatangi Darren. Kau sudah mengerjakan tugasnya—malam kemarin itu, kau sudah menyatukan rantai makanan yang selama ini Darren incar."
Perkataan Sha Yue memang selalu tajam dan mengerikan. Tapi mungkin saja Sha Yue benar. Mereka, sebagai geng yang Tidak Pernah di Anggap, tidak akan pernah berharap lebih selain hidup tenang di sekolah. Kenapa saat mau liburan seperti ini Sung Yi malah jadi merasa tertekan?
Baru kali ini ia merasa butuh Sung Hee di rumah. Ia takut Darren tiba-tiba—
"Sung Yi, apa Darren melakukan sesuatu padamu?" tanya Xiao Xing.
Ketiga gadis itu saling menatap. Menunggunya menjawab. Ia memang tidak kenal dekat dengan Xiao Xing. Tapi baik siapa pun di sekolah ini tahu siapa gadis itu. Selain jadi Kembang Sekolah, ia adalah gadis yang jadi bahan iri dan dengki gadis lainnya. Sung Yi sulit percaya kalau sekarang—bahkan Xiao Xing bisa bersimpati. Hal itu pasti akan terasa mengerikan juga jika sampai terjadi padanya.
"Dia memintaku menemuinya istirahat. Tidak tahu untuk apa selain memberikan surat yang kukerjakan kemarin."
"Surat?" tanya Xiao Xing.
"Oh," Sung Yi baru sadar kalau Xiao Xing ketinggalan info soal kelas Darren yang mau dibubarkan tapi tidak jadi. Sha Yue dan Wei Wei menjelaskannya sedikit lalu Xiao Xing meratap simpati lagi.
"Kalau terjadi sesuatu, katakan saja pada guru. Aku akan membantumu."
Aku akan membantumu.
Aku akan membantumu.
Kata-kata itu terngiang-ngiang dan rasanya menyenangkan untuk di dengar. Sambil menatap gadis cantik itu, Sung Yi mengangguk pelan.
"Terima kasih, Xiao Xing."
Gadis itu tersenyum manis lalu bangkit pergi ke kursinya sendiri. Beberapa gadis yang baru masuk sudah duduk di kursi mejanya masing-masing. Membentuk kelompok sambil menunggu masuk kelas. Hari ini tidak ada pelajaran yang begitu penting, hanya membagikan materi-materi untuk persiapan semester baru setelah liburan musim panas nanti.
"Kau tahu kira-kira apa yang bakal Darren lakukan padamu?" tanya Sha Yue setengah berbisik.
Wei Wei menatap frustasi, bagi mereka berdua, Sung Yi pasti terlihat amat kasihan. Sudah culun, tidak punya pacar, dan masih harus berurusan dengan preman sekolah.
"Tidak sama sekali," jawab Sung Yi lemas.
"Pastikan untuk segera menelepon kami jika terjadi sesuatu. Oke?" Wei Wei menambahkan.
Sebelum laoshi Chen Dan masuk, Sung Yi pun mengangguk. Berharap menit-menit tidak berjalan cepat sampai istirahat nanti.
***
Kira-kira Darren mau ngapain neh, manggil si culun? :v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top