第二十天 (20)*

Musim panas datang, semua kelas mulai sibuk dibersihkan sebelum libur. Separuh kelas sudah lapang. Meja-meja kursi dirapatkan ke dinding. Beberapa anak murid merapikan buku dan loker, membersihkan papan tulis dan mengepel lantai. Ada yang menyiram tanaman di pinggir teras bahkan ada yang sibuk menyapu daun-daun kering. Suasana akhir semester setelah ujian akan tetap sehangat ini.

Sekalian menyambut semester baru, banyak dari murid lainnya yang merencanakan belajar bersama daripada menikmati libur. Simpang siur anak sebelas yang naik ke dua belas sudah ramai soal persiapan ujian masuk universitas. Mereka kebanyakan sudah menunjuk satu universitas idaman dan belajar dari jauh hari. Banyak anak kelas dua belas juga yang sudah sibuk dan tidak pernah ikut acara sekolah lagi. Mungkin bagi mereka, liburan musim panas adalah waktu yang tepat untuk belajar sebanyak mungkin sebelum kelulusan.

Ini yang Sung Yi maksud sejak kelas sepuluh. Bagaimana pun, ia harus menikmati hari-hari di SMA sebelum sibuk seperti anak kelas dua belas. Jika dirasa kurang, ia malah akan menggunakan hari libur untuk bermain. Tapi, kalau saja Sha Yue tidak mengajak guru lesnya mengisi hari biasa....

"Yang benar saja, Sha Yue? Kau tidak mengajakku belajar?" Wei Wei meremas kanebo yang sudah dibasahi. Ia menjangkau jendela kelas dan mengelap di atas kursi yang ditaikinya. Sha Yue yang memegangi ember sabun mengangguk yakin.

"Salahkan ibuku. Tadinya aku mau bermain dan menonton sambil makan semangka. Tapi ibu bilang, kalau semester depan tidak bisa mengalahkan Sung Yi, aku bakal dipilihkan universitasnya."

Wei Wei mendecih, "aku tidak percaya standar ibumu adalah Sung Yi."

Yang dibicarakan sedang mengelap kaca tepat di sebelahnya. Sung Yi menjitaknya. "Apa yang salah denganku, hah?"

"Eh, Sung Yi jangan kira kau sudah dekat dengan Alan sekarang kami jadi tidak memperhatikanmu," Sha Yue melirik ke luar kelas. Di lapangan basket, ada Alan dan beberapa tim basketnya yang membersihkan lapangan.

"Omong-omong, apa benar kalian kemarin ke arena sepatu roda?" Wei Wei agak merendahkan suaranya sementara Sha Yue merapatkan telinga. Setelah kejadian kemarin, jelas Sung Yi uring-uringan menantikan acara bermain sepatu roda. Walaupun Alan juga bukan tipe orang yang memulai obrolan lebih dulu di chatting, tapi mungkin itu juga yang terjadi dengan Darren. Benarkah Alan malu untuk memulai percakapan? Padahal kalau di pertemuan yang sebenarnya, Alan cukup ramah dan senang bicara. Dibanding si idiot Darren yang tahunya cuma memerintah dan meledek orang.

"Jangan menyela, kami tahu dari A Shu. Tadi pagi, dia teriak-teriak di depan ruang guru kalau Bos bakal mengikuti Olimpiade Fisika awal semester. Ketika kami tanya, dia bilang itu karena kencan ganda kalian, Xiao Xing yang mengajaknya."

Sung Yi hampir tergelincir jika Wei Wei tidak saja menahannya. "Apa? Olimpiade?"

Refleks Sung Yi melirik ke arah Xiao Xing di depan papan tulis. Ia sedang berjinjit, menulis tanggal di ujung atas papan dengan tulisan rapi khasnya.

"Kenapa? Kau tidak tahu?" Sha Yue memastikan.

Yang jelas, kemarin malam, setelah Darren menerima telepon dari seseorang yang bernama Shasha itu, ia tidak mengatakan apa-apa lagi dan masuk ke rumah. Mungkin Darren terlalu senang juga untuk merencanakan sesuatu. Tapi yang sulit dipercaya, Darren mau ikut Olimpiade Fisika? Si Dewa Tawuran yang semua orang takutkan itu? Yang benar saja? Baru saja kemarin berpegangan bersama di arena sepatu roda, ternyata diam-diam mereka berdua... wah. Perasaan kosong semalam tiba-tiba muncul, tapi segera Sung Yi abaikan.

"Wah, aku hampir tidak mempercayainya," ujar Sung Yi sambil melompat turun. Ia merendam kain lapnya di dalam ember lalu berpikir.

"Sejak dia mengajarimu waktu di kafe itu, sebenarnya aku cukup percaya sih," Sha Yue bersandar ke jendela sedikit. Didukung Wei Wei yang ikut duduk di kursi sambil memeras kanebonya.

"Kupikir-pikir, yang Ze Hua bilang waktu itu mungkin ada benarnya. Kita kan tidak tahu hidup Darren dulu seperti apa. Dia mungkin pintar, tapi tetap saja sulit dibandingkan dengan Alan. Apalagi dia masih seperti preman," timpal Wei Wei.

Tapi masalahnya bukan Alan. Apa Xiao Xing yang mengajak, atau Darren sendiri yang meminta? Bagi seluruh siswa cewek, kandidat Olimpiade sudah pasti diisi Alan dan Xiao Xing. Selain sebagai si Tidak Pernah Jelek dan si Kembang Sekolah, mereka adalah Duo Pion yang selalu menjadi urutan pertama dalam persaingan. Mereka selalu bersama, nampak dekat di berbagai diskusi sampai seluruh perhatian orang tertarik pada hubungan mereka. Tapi kalau posisi Alan digantikan oleh Darren, apakah semua orang akan mengatakan hal yang baik? Bagaimana kalau dari mereka meremehkan Darren? Sebagai Dewa Tawuran, Darren bagai kuda hitam yang selalu punya aura seram. Siapa yang percaya kalau cowok itu rela dihukum demi mendapatkan teman-temannya kembali?

Dari tengah kelas, Sung Yi melihat Xiao Xing yang membersihkan penghapus papan tulis sekarang. Ia dan keduanya temannya sibuk bercanda-canda. Tawa itu, yang membuat Sung Yi kembali teringat bagaimana Darren memegang Xiao Xing di atas arena luncur dan menyemburkan pernyataan konyol yang seru. Seakan-akan seharusnya ia juga tahu apa yang sebenarnya mereka tertawakan.

"Eh, tapi bagaimana berarti hubunganmu dengan Darren? Apa dia masih memperlakukanmu seperti anjing pingit?"

Sha Yue mengalihlan pandangan Sung Yi. Ia mengerjap pelan lalu tersadar. "Kenapa aku dengan Darren? Kami baik-baik saja," jawab Sung Yi terbata. Sekarang, setelah menatap Xiao Xing, Sung Yi jadi makin merasa tahu apa yang membuat dirinya berbeda dari Xiao Xing. Kelembutan itu. Bibir mungil yang merona merah, mata besar dan penuh binar, caranya tertawa dengan menutup mulutnya sedikit, walaupun Sung Yi yang sekarang cukup menandingi, tapi tetap saja, Sung Yi ceroboh, memakai sepatu roda saja sampai gugup dan terpental. Ia hanya sama konyolnya dengan Darren. Maka itu Darren tidak...

Apa? Darren tidak apa?

"Melihat kalian pernah belajar bersama seperti waktu itu, kurasa seharusnya Darren sudah tidak separah itu, bukan?" Wei Wei menaikkan kedua alisnya setengah menggoda. Cuma senyum kecil yang jadi balasannya, Sung Yi kembali berbalik dan melanjutkan membersihkan kaca jendela. Yang terlintas lebih dekat sekarang adalah ia akan mempertanyakan apakah Darren bakal muncul di balkonnya nanti malam. Walaupun Darren bilang hutangnya belum lunas, jauh dari lubuk hati Sung Yi, rasanya pasti aneh jika Darren tidak muncul untuk malam pertama di musim panas.

Kira-kira, Darren punya rencana apa ya untuk liburannya?

Dari luar kelas, tiba-tiba terdengar para siswa meriuh rendah. Sung Yi menghentikan kegiatannya waktu menoleh ke ambang pintu dan mendapati Darren berdiri di sana. Karena Sung Yi bisa menjangkau pandangannya dari atas kursi, ia bersitatap beberapa saat langsung lalu suara riuh rendah itu mendorong Xiao Xing menengahi Darren dan Sung Yi.

Dari belakang, Sha Yue mencolek Sung Yi, menunjuk ke arah Xiao Xing yang sekarang berjalan mendekat Darren sambil tersipu.

"Apa Xiao Xing sekarang membuka matanya pada Darren?" bisik Wei Wei setengah mendesis.

Sha Yue mendecakkan lidah pelan, "maksudmu karena gosip Darren ikut Olimpiade? Masa iya gara-gara masuk Olimpiade Xiao Xing berubah secepat itu?"

Kedua sahabatnya terus berceloteh sampai Sung Yi sendiri ikut tenggelam dalam suara-suara mereka.

"Kau pikir saja. Hukuman terakhir Darren menggantung diri di tiang basket itu sudah hukuman terakhir. Kelas mereka tidak jadi dibubarkan, dan kata Sung Yi juga, Darren setia kawan. Pula beberapa hari yang lalu Darren membantu kawan pingitnya belajar bersama. Bukankah itu perubahan besar?"

Mata Wei Wei memelotot, ia menarik napas panjang seakan baru menyadari sesuatu.

"Apa kau pernah berpikir perubahan itu sama seperti yang Sung Yi lakukan?" Wei Wei menyikut Sung Yi yang masih terdiam sendiri dengan pikirannya.

Bagaimana pun, tujuan yang sebenarnya memang hanya Sung Yi dan Darren yang tahu. Sejak kekonyolan itu semua terjadi, permainan yang sejernih dan seringan air hanya diikuti Sung Yi secara natural. Tidak ada paksaan, malah ia merasa hal itu sempurna. Dan itu yang membuat Sung Yi bisa mengubah cara pandangnya terhadap si Dewa Tawuran. Terlebih soal beasiswa yang tak banyak diketahui orang-orang. Malah mungkin, jika orang tahu, beberapa dari mereka mungkin tidak percaya.

"Eh, ayo cepat bersihkan. Mau sampai kapan kau menggosip? Aku masih harus merangkum materi baru sebelum besok."

Sebenarnya Sung Yi masih ingat janji yang tidak akan dipenuhi lagi—belajar Fisika bersama--tapi tahu kalau Darren akan memiliki kesibukan sendiri, mungkin ini akhir Sung Yi untuk menderita sendirian. Yah bagaimana pun, ia masih harus lulus untuk kelas sebelas ini.

Darren sempat melirik ke arah Sung Yi sebelum keluar kelas diiringi desah kagum para siswi. Cowok itu baru saja menyerahkan lembar formulir registrasi untuk Olimpiade dari guru. Maka itu orang-orang jadi tambah speechless. Tapi yang Sung Yi tahu, dari tatapan singkat itu, ada satu kilasan rasa bangga walau kekosongan yang sebelumnya tak ia sadari, mulai terembus pelan ke bibir jurang.

xx

Kelas-kelas tertutup rapi. Sinar mentari sore yang hangat menembus lapisan kaca jendela. Menyorot terang ke arah papan tulis yang dicoret dan digambar-gambar dengan penuh kreasi—Semangat Untuk Semester Depan! Persiapkan Ujian Akhir Semester dan Semoga Libur Kalian Menyenangkan!—seperti libur akhir semester biasanya. Beberapa siswa menarik diri dari lapangan, kantin kosong, taman belakang sudah sepi. Mereka sudah berlari ke toko-toko buku, bioskop, mall dan kafe untuk menikmati malam musim panas yang pertama.

Sementara Sung Yi yang berjalan dari ruang guru menembus keheningan koridor hanya bisa menikmati semilir angin yang mengangkat rambut pendeknya. Tetap saja, ia harus menyelesaikan frustasinya di kafe. Ia harus menyelesaikan sub bab terakhir Fisika sebelum masuk semester baru.

Memikirkan Universitas mana yang mau dituju membuat setengah pundak Sung Yi berat. Ia harus mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk membuat nilai setidaknya sepuluh poin di atas rata-rata. Dengan begitu ia bisa menunjuk Universitas Nasional Chenkung di tengah kota tanpa harus mengikuti tes. Ia tinggal mengambil jalur tes seleksi dari sekolah yang setiap tahunnya selalu tersedia. Lagi pula, tidak perlu lah sampai jauh-jauh ke Taipei—seperti yang kebanyakan siswa inginkan—bisa dekat dengan rumah bukankah lebih baik?

Walau sebenarnya ada alasan lain yang tidak disadari Sung Yi.

Ia melipir ke parkiran sepeda yang sudah sepi, menuju ke sepedanya yang terpinggir beberapa langkah dari pintu keluar. Begitu ia mendudukkan diri dan meletakkan tasnya di keranjang depan, seseorang tiba-tiba duduk di kursi penumpang. Membuat separuh tubuh Sung Yi hampir melepas stang dan menjatuhkan beban di belakang. Tapi gerakan itu tertahan waktu suara Darren menyerbu.

"Kau tidak lupa untuk pelajaran Fisika hari ini, bukan?"

Jantung Sung Yi hampir copot kalau bukan Darren menyengir ke arahnya. Anak ini, bisa-bisanya muncul seperti setan.

Tapi Sung Yi hanya mendengus dan mengeluarkan sepedanya susah payah lalu mulai menggowes keluar area sekolah.

"Bukannya kau harus mempersiapkan Olimpiade Fisika semester depan?"

Di belakangnya, Darren mencengkram pundak Sung Yi tanpa mempertimbangkan berat badannya sendiri. Stang Sung Yi sudah oleng beberapa kali. Untung ia cukup piawai mengendalikan roda sepeda. Jalanan tidak begitu ramai. Beberapa orang yang biasanya memenuhi sudut pertokoan kini berkurang sedikit. Lampu merah berkelip lebih lama dari biasanya, segala tentang musim panas terasa berjalan lambat.

"Aku memang harus mempersiapkan diri. Tapi, sudah kukatakan sebagai teman kita tetap harus saling membantu, iya kan?"

Rambut Sung Yi tersibak angin waktu ia melirik sepintas ke belakang. Darren sedang tersenyum lebar ke arahnya. Ekspresi itu membuat hatinya menghangat. Ia setuju oleh pertemanan ini. Walau tidak pernah menyangka kalau ia pernah takut menerimanya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top