第二十六天 (29)

Baru beberapa menit Sung Yi meletakkan ransel, peralatan kemahnya di kamar, dari bawah, terdengar suara ibu memanggil untuk makan siang. Disusul suara Sung Hee yang menyahut sombong, "aku bawa beberapa oleh-oleh, loh!"

Oleh-oleh terakhir yang ia dapatkan adalah ponsel apel. Apa hari ini ia bisa berharap lebih?

Sung Yi buru-buru turun ke ruang makan lalu mendapati Sung Hee sedang duduk sambil mengunyah makan siang bersama ibu dengan senyum bangga.

Senyum yang justru mencurigakan buat Sung Yi.

"Oleh-oleh apa tuh?" tanya Sung Yi sambil duduk di hadapan kakaknya yang bergerak menunduk lalu meletakkan sebuah kardus kecil yang terbuka di atas meja. Isinya setumpuk materi IPA kelas dua belas. Mata Sung Yi membelalak. Hampir saja ia menyuap nasinya.

"Ini adalah harta paling berharga. Kau bilang mau ke Universitas Taipei, kan? Karena kau bukan anak Olimpiade atau peringkat lima besar, kau hanya perlu mempelajari ini libur tahun baru nanti, oke?"

"Yang benar saja—"

Ibu mulai menyanggah sambil menggoyangkan sumpit di tangannya, "menurut saja, Sung Yi. Kali ini kakakmu sungguh-sungguh mendukungmu kuliah di Taipei. Lagi pula, ibu sudah merencanakan kalau nanti kuliah di sana, kau tinggal satu flat saja dengan kakakmu."

Sung Yi makin melotot. "Tidak mau! Aku mencari flat sendiri bersama Xiao Xing."

"Wah-wah lihat itu. Sombong sekali. Kau ini membenci kakakmu hah sampai segitunya?"

"Bukan begitu," sela Sung Yi, "rencana ini masih terlalu jauh. Lagipula ya, aku masih harus fokus dulu untuk ujian. Masih banyak yang aku perlu pelajari. Urusan flat, nanti saja lah. Baru juga besok naik kelas."

Kakaknya menurunkan kardus isi buku materi itu sambil mengangguk. "Baguslah. Aku senang mendengarnya. Tidak perlu mengkhawatirkan kau seperti kelas sepuluh dulu."

Masih sambil menggoyangkan sumpitnya, ibu menyahut, "sejak Alan sering mampir dan membantunya belajar, kau harus tahu, Sung Yi cukup hebat sekarang."

Giliran Sung Hee yang menoleh tak menyangka. Sung Yi tersenyum miring sambil memasukkan daging merah ke dalam mulut.

"Yang benar saja? Alan yang dulu kau bilang anak Olimpiade itu? Wah, hebat sekali. Apa ponsel itu membawa keberuntungan?"

"Mungkin ya, hehe, bagaimana pun. Terima kasih, kak."

Sung Hee menaikkan dagunya bangga, "baguslah kau bergaul dengan Alan. Dibanding anak sebelah."

"Oh ya, omong-omong anah sebelah, tadi pagi kulihat mereka memindahkan barang. Apa Darren itu mau pindah ke suatu tempat?"

Sumpit Sung Yi yang sedang menjepit daging merah tiba-tiba tergelincir. Ia mengangkat wajah, menatap ibunya yang menunggu jawaban.

"Darren pindah?"

Ibu mengangguk lagi dengan keyakinan, "kau tidak tahu, hah? Wah..."

Seketika hening dalam dada Sung Yi menyembur deras.

"Kau ini, kuberitahu ya. Walaupun kau sekarang sudah bersama Alan, tapi setidaknya jangan lupakan teman lama. Yah, walaupun aku tidak suka pada awalnya kau berteman dengan Darren, tapi setidaknya kalian itu satu sekolah. Jangan terlalu abai begitu."

"Ibu, aku sudah dulu." Sung Yi segera bangkit dan berlari keluar rumah. Suara ibu berteriak untuk mendengarkan penjelasannya lebih dulu tapi lutut Sung Yi sudah terlalu lemas duluan untuk mendengar semuanya.

xx

Sejak rumah Darren kosong, di hari pertama sekolah kelas tiga SMA, Sung Yi merasa seluruh tubuhnya lemas. Apel pagi di ruang auditorium yang luas dan besar itu menggemakan suara kepsek yang memberi sambutan atas anak-anak kelas sepuluh yang baru masuk. Semua murid berseragam musim panas sudah kembali berjajar dalam barisan yang rapi. Para wali kelas mengawasi dari luar. Tulisan besar yang dicetak panjang di belakang panggung tempat kepsek berdiri memberi pidato adalah—SELAMAT DATANG MURID BARU, SEMANGAT UNTUK KELAS TIGA!—yang kesannya terdengar mencemooh.

Sung Yi sama sekali tidak semangat. Ia khawatir tidak jelas. Setiap hari menunggu balasan, setiap hari menanti jawaban. Ia juga tidak melihat Xiao Xing di barisan kelas dua belas satu khusus cewek. Ke mana semua orang?

Selesai apel pagi, semua murid berbondong-bondong memecahkan diri ke kelas masing-masing. Sung Yi yang digaet Sha Yue dan Wei Wei langsung berasumsi cemas begitu ia menceritakan semuanya.

"Maksudmu, setelah perkemahan itu, Darren langsung pindah rumah?" tanya Sha Yue ikut merasa penasaran.

Dari teras balkon kelas gedung cewek, Sung Yi sekarang bisa melihat lebih jauh ke lapangan. Posisi mereka semakin tinggi, semakin banyak angin yang mengembus menerpa wajahnya.

"Ya. Lebih tepatnya, seminggu sebelum kita masuk sekolah," jawab Sung Yi lesu. Ia sudah menceritakan hal itu kepada Alan dan Xiao Xing. Tapi begitu Xiao Xing mendapat kabar, ia juga ikut menghilang. Alan berusaha menghubungi Darren juga, tapi sama saja. Sung Yi berkunjung ke rumah A Shu yang ada di depan gang, tapi Sung Yi mendapat jawaban yang sama juga. Mereka bahkan tidak tahu kalau Darren pindah rumah.

"Bos pindah rumah?" tanya A Shu waktu itu. Sung Yi yang sudah setengah panik karena tidak bisa mendapatkan kabar apa pun jadi makin gemas melihat temannya bertanya tanpa tahu menahu.

"Apa kau bisa mengabarinya?"

A Shu mengecek ponsel, mengirimkan pesan, berusaha menelepon lagi tapi jawabanya tetap nihil.

Apa itu yang Alan maksud diabaikan? Tapi kenapa tiba-tiba?

A Shu dan Liao Ren sama halnya seperti Sung Yi dan semua orang di kelas. Awal tahun dan sebuah berita baru.

Beberapa menit kelas masuk, semua orang dengan teratur kembali ke kursinya masing-masing. Laoshi Chen Dan seperti biasa sambil berjalan diiringi murid berdiri memberi salam memandang semua anak kelas dari depan sampai belakang, dari pojok sampai pojok, lalu ketika matanya bertemu dengan Sung Yi yang menatap kosong, ia langsung menyela.

"Sung Yi, kau melamun apa? Kurang tidurmu? Kurang liburannya?"

Tidak heran lagi, ini adalah tahun ketiga kelas satu dibimbing wali kelas jutek dan garang seperti laoshi Chen Dan. Yah, walaupun ia cukup tegas, tapi sebenarnya cukup perhatian buat Sung Yi.

"Tidak laoshi, maaf."

Laoshi Chen Dan menghela napas keras lalu serempat anak-anak kelas menunduk. Bagus sekali, penyambutan kelas tiga yang pasti bakal amat menyenangkan.

"Kalian ini sudah kelas tiga. Walaupun dari kalian sudah berkembang dan menunjukkan peningkatan, tetap saja....."

Pikiran Sung Yi tersesat lagi, menenggelamkan suara laoshi. Ia memandang ke papan tulis. Kembali mengingat hari-hari ia bersama Darren, menghabiskan musim panas bersama. Walau kenyataan hari-hari itu tidak akan pernah ada lagi, tapi bagi Sung Yi, kehilangan Darren saat ini menumbuhkan banyak sekali pertanyaan. Belum juga pertanyaan lama terjawab, Darren sudah memberi tanya yang baru. Sebenarnya, Darren itu kenapa?

Percakapan di perkemahan malam itu bersama Alan jadi terlintas. Apa benar ayah Darren ternyata menuntutnya sesuatu akhir-akhir ini? Apa Darren dipaksa melakukan sesuatu yang membuatnya mengekang kebebasan yang sudah ia dapat sejak SMA ini? Kalau iya, kenapa Darren tidak pernah menceritakannya? Apa Xiao Xing juga tahu masalah ini?

Dari pintu kelas, terdengar ketukan sejenak. Semua murid menengok ke arah Xiao Xing yang rambutnya sudah sangat panjang, masuk dengan raut bersalah dan menunduk. Laoshi Chen Dan mengomelinya sebentar lalu menyuruh masuk. Tanpa sadar, Sung Yi rasanya ingn melompat sekarang juga dan bertanya pada gadis itu.

Dengan gerak pelan, Xiao Xing melepas tas ranselnya, lalu mengeluarkan setumpuk buku ke atas meja dengan lambat. Pikirannya seperti disibukkan oleh sesuatu yang menghambat Xiao Xing.

Dari laci meja, Sung Yi mengirimkan pesan kalau siang ini mereka harus bicara.

xx

"Darren pindah rumah."

Sung Yi terbelalak. "Apa?"

Rooftop sekolah yang baru dikunjungi untuk kali pertama karena posisinya dekat dengan kelas tiga menjadi persinggahan Sung Yi dan Xiao Xing setelah istirahat pagi. Kedua gadis itu menatap langit cerah di depannya, dijejeri dengan gedung-gedung pertokoan yang mengisi lanskap kota dari kejauhan. Beberapa pohon hijau berdiri menyempil di antara mereka. Hening yang menyambar seketika terdengar seperti retakan kaca yang pecah.

"Baga—kenapa bisa?"

Xiao Xing menatap lesu sekaligus penuh terka, "sebenarnya ia pernah bilang padaku sebelum Olimpiade waktu itu. Sebelum kami...berpacaran."

"Ah?" Sung Yi semakin bingung. Jelas bingung, jenjang dingin yang merentang antara ia dan Darren sudah tidak perlu ditanyakan lagi.

"Sung Yi, tolong jangan bahas ini sekarang," Xiao Xing hendak beralih, tapi Sung Yi segera mencegahnya.

"Xiao Xing," tahannya. Gadis itu menoleh sejenak, ia menoleh sedikit, matanya berkaca-kaca. Pasti menyakitkan mengetahui ini."Apa Darren tidak memberitahumu apa-apa?"

Nampaknya Xiao Xing belum siap menceritakan ini, tapi ia tetap berbalik menatap Sung Yi sedih.

"Darren bilang padaku kalau kita akan bertemu lagi di Universitas Taipei. Aku tidak mengerti kenapa dia pindah kelas dua belas ini, tapi ia tidak lagi membalas pesanku sampai hari ini."

Air mata menetes dari matanya, Sung Yi segera memeluk Xiao Xing yang sudah lebur bersama emosinya yang ia tahan. Pantas saja Xiao Xing tidak membalas pesannya juga, pasti gadis ini menahan emosinya selama itu. Mungkin ia menyangka hal ini tidak benar-benar terjadi. Sama seperti Sung Yi yang tidak pernah menyangka sampai hari ini. Selain cerita yang belum selesai, kenapa Darren harus pindah ketika musim ujian dan kelas dua belas sudah di depan mata?

"Alan pernah bilang, kalau Darren pernah seperti ini juga."

"Maksudmu?" Xiao Xing melepas pelukan itu lalu menghapus air matanya, "apa Darren pernah cerita ke Alan juga?"

Sung Yi mengangguk. "Apa kau tahu kalau orangtua Darren sering membatasi beberapa hal?"

Sambil memikirkan cerita itu, Xiao Xing menarik napas yang tersendat-sendat, "dia pernah cerita sekali padaku kalau orangtuanya sangat ingin ia sekolah di SMA yang ada di Taipei bersama Shasha, tapi waktu aku tanya kenapa dia tidak sekolah di sana, dia bilang kalau itu cuma membatasi kebebasannya. Waktu itu, aku tanya, sebenarnya apa cita-citamu? Darren bilang, dia tidak tahu. Yang pasti dia tidak akan bekerja di kantor, karena ayahnya pasti akan menilai banyak sekali hal yang tidak ingin Darren pusingkan. Bahkan aku masih ingat waktu dia bilang, buat apa kita hidup tapi diatur-atur orang? Walaupun itu orangtuaku sendiri, mereka tidak berhak menentukan kebahagiaan kita sendiri seperti apa karena hidup ini telah diberikan untuk kita, bukan?"

Seketika Sung Yi teringat kata-kata Darren yang sampai sekarang suka tanggal dalam kenangannya, "kalau kau tidak pernah membolos, itu artinya kau akan menyesal seumur hidup." Apakah itu kelegaan yang Darren maksud waktu ia menembus dinding pembatas sekolah? Apa kelegaan itu yang Darren inginkan selama ini dari orangtuanya? Kenapa Darren memilih diam dan tidak pernah menceritakannya? Kenapa Darren membiarkan tangan Sung Yi yang menuangkan gambar dalam buku kenangannya sendiri?

"Aku tahu kalau ia dan ayahnya tidak pernah berhubungan dengan baik. Apalagi waktu Shasha datang ke rumahnya dan memberikan banyak sekali formulir Universitas dari ayahnya. Darren bilang padaku kalau itulah pekerjaan ayahnya. Memilihkan tempat bagus untuk Darren tinggal. Sementara ayahnya tidak pernah sekali pun mendengar tempat mana yang benar-benar diinginkan. Kupikir itu cuma bercanda, tapi ternyata benar. Darren pasti pindah sekolah karena ayahnya sudah terlanjur kesal dengan Darren."

Xiao Xing kembali jatuh ke pelukan Sung Yi. Sekuat tenaga ia sendiri menahan air mata, ia tidak tahu sedalam apa hubungan mereka, tapi yang ingin Sung Yi tahu—ia tidak rela Darren harus kembali ke dalam kandangnya. Darren yang ia tahu adalah teman yang melepaskan jeratan pada kaki temannya, teman yang rela berkorban, teman yang memberitahu rasanya bebas seperti apa. Teman yang begitu penting sampai Sung Yi lupa kalau Darren sebenarnya tidak pernah menaruh rasa apa-apa. Dan semua yang ia berikan selama ini hanya semata-mata sebuah dukungan yang hangat. Dukungan yang tanpa Sung Yi sadari justru ia miliki. Dukungan yang sampai sekarang dan sampai selamanya akan terus berbekas.

Tiba-tiba ketika Sung Yi memikirkan itu, ia baru ingat, di saku jaketnya bekas kemah seminggu yang lalu, buku harian yang Darren tinggalkan masih di sana.

***

Ditunggu part selanjutnya ya! Kalian bakal tau apa yang bakal Darren omongin di suratnya dan siapa tahu bisa menjawab segala kegalauan kalian tentang Darren selama ini <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top