5 - Serius, Terlupakan dan Mengeluh

Saturday, November 6th. 3:50 pm

Hari ini tidak akan berjalan cepat sesuai dugaanku.

Nenek datang setelah makan siang dengan berliter-liter karton susu tinggi kalsium, bersikeras menyuruhku meminum ini setiap saat. Aku hargai usahanya, tapi aku yakin ini tidak akan mempercepat penyembuhanku. Jika ini dapat menunda operasiku Senin ini maka akan dengan senang hati kuminum. Masalah yang sesungguhnya adalah ketika dia tiba-tiba datang dengan cairan menjijikkan dari tanaman herba, yang ia dapatkan dari sahabat pelosoknya dan berkata ini akan cepat mengembalikan tulangku. Jika Nenek sudah mencekoki yang seperti ini bahkan Ibu tidak bisa menolong. Hanya Ayah yang bisa, tetapi ia sedang berlayar jauh di benua lain.

Dan dia tidak tahu aku begini sampai sekarang.

Sekarang baru jam 3 lewat 50 menit dan itu berarti kelas baru selesai tidak lebih dari 20 menit yang lalu. Ajaibnya, Kaoru sudah tiba. Kesalnya, dengan jajanan tahu bumbu yang tidak ada niat sama sekali ia bagikan denganku.

"Hari ini Kuze-sensei tidak hadir. Kelas olahraga juga hanya latihan untuk pengambilan nilai senam lantai pekan depan."

Saat itu otakku mendadak menjeda, tidak percaya dengan apa yang baru jagat raya lakukan padaku. "What?" dan menatap Kaoru penuh kesengitan, seakan ini memang salahnya. "Itu satu-satunya olahraga yang aku kuasai! Kenapa tiba-tiba pengambilannya pekan depan?"

Kaoru tertawa masam, membuatku merasa bersalah. Jika bukan tingkahnya yang melempar makanan dan menangkapnya dengan mulut layaknya anjing laut, mungkin rasa bersalah ini akan bertahan. Kaoru di lmataku sekarang kesalahannya berlipat ganda. Dan akan semakin bertambah jika dia masih berpikiran untuk memakan jajanan itu sendirian.

"Kau tidak punya niat sedikit untuk berbagi?"

Kaoru tersentak, nyaris terjungkal dari kursinya. Lantas, ia menatap kantong kertas bergantian denganku. Semua itu hanya terjadi beberapa detik tetapi rasanya waktu melambat, seakan jagat raya memang membiarkanku menebak. Seketika, aku baru mengingat sesuatu.

Pertanyaaan yang selalu diajukan siapapun ketika melihatku makan sembarangan.

"Memangnya boleh?"

Kaoru adalah manusia terkutuk. "Aku lagi sakit Kao! Butuh enam bulan supaya rehat, bayangkan! Enam bulan! Jajanan kecil tidak akan tiba-tiba membuatku gemuk! Lagipula ...."

Aku mendekat, sedikit berbisik supaya Ibu tidak mendengar. "Senin ini aku operasi! Itu pun jika jadi."

"Oh." Dia menyodorkan kantung makanannya, "Ya sudah, nih. Mudah-mudahan Sumi-sensei tidak tahu aku memberimu makanan aneh-aneh."

"Lupakan," ucapku berdecak, "Aku sudah kehilangan mood."

Melihat sekali lagi jajanan itu masuk begitu saja ke mulut Kaoru membuatku ingin menendang wajahnya—satu-satunya tubuhku yang masih bisa menjangkau. Dia dan Nenek sama saja, sama-sama ketat dan tidak peduli dengan keadaanku yang sebenarnya. Kaoru lebih takut bentukan tubuhku yang menjadi kacau karena makanan, sementara Nenek takut aku tidak bisa kembali menjadi atlet gimnastik.

Padahal, apa juga yang mereka harapkan dari olahraga ini? Karir kami tidak lama, itupun jika kami mampu hidup sampai akhir karir. Cedera leher, patah tulang, benturan sampai pendaratan gagal. Banyak yang menyerah setelah cedera tapi aku hebatnya, masih melanjutkan diri.

Semua ini bukan soal medali lagi, tetapi untuk menyenangkan orang-orang yang berharap akan pencapaianku.

***

7.20 pm

Kaoru sudah pulang dan aku sedang bersantai menonton kartun kesukaan Akana di televisi. Akana berbaring di sebelahku, berusaha memeluk pinggangku yang sebelumnya dapat dengan bangga bisa ia lingkari dengan tangan kecilnya. Dengan protector ini pinggangku menjadi dua kali lebih tebal dan dia kesulitan memelukku.

"Kak Ain jadi gendut."
"Bukan, Aka yang mengecil."

Aka cekikikan, "Awas loh dimarahin Nenek."

"Jadi rahasia di antara kita kalau begitu ya?"

Akana sontak duduk dan segera memukul dadanya dengan tatapan 'rahasiamu aman bersamaku'. Akana tertawa dan kembali merebahkan diri di sampingku. Ia mulai berceloteh soal latihannya hari ini, berkata ia mulai bisa melakukan 3 kali pirouette sekaligus. Katanya ia ingin mengajak gadis kecil ini menari, tetapi bisa kubayangkan mereka hanya akan saling berputar satu sama lain. Ia sedang berusaha menyempurnakan splitnya dan hampir melakukannya barusan jika aku tidak mencegahnya. Ia bisa membuat robek lagi piyamanya.

Mendengarnya bercerita soal kelas dansanya membuatku sedikit iri, anehnya. Kelas dansa begitu menyenangkan di level awal, ingin rasanya kembali ke kelas itu. Ketika kau bertumbuh dengan sangat baik kau pun dilirik taraf yang lebih tinggi pula. Semua rutinitas menyenangkan itu akan menghilang dan fokusmu bukanlah bersenang-senang lagi, tetapi menjadi yang terbaik.

Maksudku, bukankah aku begitu?

Setelah Akana tertidur aku memilih bermain ponsel sambil menunggu kantuk. Banyak pesan masuk ternyata. Mulai dari senior gimnastik, sampai ke anak kelas sebelah yang selalu makan siang denganku. Amane juga mengirim sesuatu tapi bukan kabar yang ia tanyakan. Melainkan sebuah video bodoh kucing yang mengambil bola yang dilewatinya melalui balik pintu. Dia bukan tipe yang membuatku mengingat rasa sedih. Pertemanan kami hanya soal kesenangan dan tawaan, menurutku itu sangat sulit didapat akhir-akhir ini.

Selesai menjawab pesan prioritas, barulah pesan non prioritas yang kuperiksa. Mulai dari Sumi-sensei dari dua nomor tidak dikenal yang ingin bertemu, sampai pesan dari Kak Osawa yang tadi pagi kontaknya baru kunamai. Semuanya baik-baik saja sampai rupanya, ia mengirim 7 pesan tak terbalas.

Kain Osawa
'Onuma di sana?'
'Halo???'
'Onuma masih di sana?'
'Tidak ada latihan hari ini karena Onuma tidak hadir.'
'Sampaikan itu pada Onuma.'
'Bisa sedikit saja bantu saya untuk menyuruh Onuma mengangkat panggilan saya??'
'I guess not huh?'

Orang ini... Dia sudah gila?

Aine Katagiri
'Maaf baru membalas. Kaoru di
tempatku sampai kurang lebih
setengah 8 tadi.'
'Is something wrong?'

Dia cepat membuka dan mengetik kembali balasannya. Orang ini sungguhan ....

Kain Osawa
'Everything totally wrong.'

'Lihat apa yang diperbuatnya, tidak ada latihan hari ini padahal minggu depan sparring TI.'

Aine Katagiri
'TI?'

Kain Osawa
'Detail tidak penting.'

'Saya harap kamu bisa sampaikan ini
ke dia karena sampai detik ini dia
belum membalas saya,"

Aku tertawa pendek. Ini saat yang paling tepat menggunakan uno reverse card!

Pertama-tama,

Aine Katagiri
'Alrighty,'

Lalu reverse card!

'Were you just complaining?'

Hehe

Pake emot Ain!

Aine Katagiri
':))'

Tunggu, dia meninggalkanku pada read! Oh, dia mengetik sekarang. Dia mengetik sekarang!

Kain Osawa
'I totally not.'

'Just stating my mind, hopes to ease my head even just for a little.'

Oke dia agak emosional yang satu ini. Biarkan aku mengutip perkataan Sherlock Holmes,

Aine Katagiri
'You're being emotional,'

'Understandable but not necessary.'

Ohh aku bersenang-senang mengejek orang yang seperti ini. Sebagai tim atlet yang biasa-biasa saja, aku tentu tidak bisa memahami perasaan seorang atlet yang ambisius. Dalam situasi ini aku tentu mendukung Kaoru. Pertama karena ini hanya sparring dan kedua, Kaoru bahkan bukan ofisial setter Manabu Inkai.

Maksudku, Kaoru adalah pemain cadangan dari setter inti yaitu Kaji-san.

Sedikit kesimpulan yang bisa kutangkap bahwa hubungan antara Osawa-san dengan Kaji-san tidak begitu baik. Ditambah dengan ucapan bahwa tidak ada latihan hanya karena Osawa-san yang 'ngambek' membuatku sadar bahwa tim ini sangat tidak menyehatkan.

Kaoru yang malang. Sudah kelelahan, kaptennya seperti itu, sampai tim yang tidak menyenangkan, apalagi yang membuatnya harus bertahan? Mengajukan pertanyaan itu juga rasanya seperti bicara pada cermin. Aku bertahan pada gimnastik dengan segala tekanan ini tetapi bedanya, usaha yang ku keluarkan tidak sebesar itu.

Sampai tengah malam aku mendapati Osawa-san hanya membaca pesanku. Begitu menyadari Nenek terbangun, aku pun langsung meletakkan ponsel dan memejamkan mataku.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top