11. Garis
Tubuhku masih membeku, tetapi reflek menjauhkan tangan tatkala Morin mendekati kursi rodaku. Sebelum ia sempat menyentuhku, tiba-tiba saja kursi rodaku berputar 180 derajat. Agak terbanting, setidaknya menyelamatkanku dari sentuhannya yang menjijikan. Baru saja aku akan berterima kasih, tetapi tertahan begitu melihat siapa yang sudah 'membanting' kursi rodaku.
“Halo, kau mengenalnya?”
Osawa Kain!
Morin yang bayangannya masih bisa terlihat, perlahan menegakkan kembali punggungnya. Aku masih bisa melihatnya dari sudut mata, sedang tersenyum simpul pada Paman.
“Tentunya! Kau sendiri? Ah,” Ia menjeda, memandangi Paman Osawa dari ujung ke ujung. “Oh, dari Manakai! Kau spotter-nya? Ain tidak pernah cerita akan menggunakan spotter lain selain aku! Perkenalkan!”
Morin mengulurkan tangannya, “Morinobu Nosaka. Aku spotter-nya Ain.”
“Osawa Kain,” balas Paman Osawa tanpa menjabat tangan Morin kembali. Ia diam, sama sekali bukan reaksi yang kuduga keluar dari orang sepertinya. Dia tidak tahu apa itu spotter bahkan lebih persisnya, dia tidak tahu aku adalah atlet gimnastik!
Terlepas dari percakapan terakhir kami, aku sedikit bersyukur Paman Osawa ada di sini. Aku tidak yakin dari mana Morin mendapat info soal aku yang dirawat, tetapi yang pasti dia harus pergi. Kenapa, kenapa dia masih dengan lancangnya kembali muncul?
“Tidak kakakmu, tidak kau, aku harus melindungi kalian. Dasar ceroboh.” Morin memberi sentilan pada kening Aka dan selagi dia mengobrol dengannya, aku sedikit menarik ujung seragam Paman.
Dia tidak mengerti gesturku pada awalnya. Hingga akhirnya dia mengalah dan sedikit membungkukkan punggungnya.
“Tolong bawa pergi dia denganmu ….” dia menatapku tidak mengerti—astaga orang ini!! “Kumohon? Tolong, tolong, tolong!”
Paman Osawa tidak merespon, dan ia hanya menegakkan kembali tubuhnya kemudian menggenggam erat pegangan pada kursi rodaku. Sesaat, ia kembali menunduk. “Di mana Onuma?”
Aku ingin sekali memukulnya—! Bisakah sekali saja—?
“Bicara di dalam yuk? Kamarmu yang itu kan? Aku membawakan Estelle's Crown.”
Ini pertama kalinya aku berpikiran seperti ini tapi, enggak! Enggak!!
“Ide yang bagus.” Aku berubah pikiran. Aku ingin membunuhnya. Belum selesai pikiranku memaki Osawa Kain dan dia sudah mendorong kursi rodaku! Perlu dia ketahui bahwa sekali saja kita mengikuti skemanya maka seterusnya akan terus demikian, sadar tidak sadar.
Meski begitu ada kesan yang aneh entah kenapa. Rasanya seperti roda ini berjalan lambat, dan langkah Paman Osawa juga anehnya begitu lembut. Langkahnya pelan dan stabil. Perjalanan kecil itu entah kenapa, sedikit membuatku tenang.
Mungkin semua itu hanya perasaanku karena tiba-tiba saja dia sudah memarkirkan kursi rodaku di sebelah ranjang. Kue Estelle's Crown yang ia maksud sudah terduduk manis di nakas samping kasur. Sudah cukup lama sejak aku tidak memakan kue dari bakery Ayahnya. Bahkan, aku mungkin tidak akan pernah membelinya karena rutenya yang jauh dari arah pulangku. Tengan Izumi sudah berbeda daerah dari Manabu Inkai, mungkin itu juga alasannya ia bisa menghilang dengan mudah dari hidup—
“Hup—”
Aku melotot. Tubuhku terangkat dan si Morin sialan ini penyebabnya! Bukan hanya soal orangnya yang membuatku meringis, tetapi caranya meletakkan tangannya untuk mengangkat tubuhku menuju kasur.
“Ja, Jangan! AAAA!!”
Aku berteriak kencang, mencoba melepaskan cengkraman tangannya yang merengkuh ketiakku. Salah sekali meletakkan di sana karena itu berarti seluruh beratku akan terjatuh pada pinggangku dan ini menyakitkan—!! Sangat menyakitkan!
Aku terus memaksa untuk melepaskan diri, dan akhirnya berhasil! Bodohnya aku tidak memikirkan konsekuensi selanjutnya dan akhirnya terjatuh telak—
BRAAAKKK
Begitu saja di lantai.
Seisi dunia mendadak pengang dan berputar. Tidak hanya aku kehilangan kendali atas pandanganku, tetapi juga atas rasa nyeri mengerikan yang seketika muncul di dadaku. Tanganku bergetar kacau, mencegahku mencari titik keseimbangan sama sekali. Kenapa, kenapa di saat seperti ini?!
Siapapun tolong aku ….
“Bukan salahku kau terjatuh begitu, Ain.”
"Keluar.”
Pandanganku masih bergetar, tetapi aku yakin Paman Osawa yang barusan bicara. Sesaat langkahnya yang sebelumnya begitu lembut kini terasa keras dan menggetarkan. Dan ia melangkah, entah pergi atau
SREEET
Suara pintu terbuka.
“Keluar atau akan kupanggilkan security.”
“Atau apa? Mau bermain jagoan? Kita lihat siapa yang lebih pandai menghindari pukulan!”
Tidak. Tolong … Jangan meladeni Morin.
“Aku tidak ingat menjadikan ini ajang penghancuran diri.”
“Oh, baiklah.”
Akhirnya, Ya Tuhan … usir dia jauh dari tempat ini—tunggu, kenapa langkahnya mendekat …?
Morin, tersenyum melihatku yang bahkan tak bisa memfokuskan wajahnya. Sesaat wajahnya mendekat, ia berjongkok.
“Itu yang terjadi jika kau memilih spotter yang salah!” Ia menekan dahiku lalu setelahnya aku tidak yakin, dia menghilang begitu saja …
Begitu pula dengan kesadaranku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top