10 - Morinobu Nosaka
Hari ini aku diperbolehkan berjalan-jalan meski sekadar area balkon dan seisi lantai. Dan kalian tahu, ini bukan ide yang baik karena akan muncul beberapa drama setelah ini ....
Lusa besok, operasi pengangkatan serpihan tulangku akan berlangsung, tidak ada penundaan apapun alasannya kali ini. Setelah hari itu, ada kemungkinan besar aku akan dipindahkan ke kamar rawat lain, yang lebih dekat dengan ruang operasi di ujung lantai. Maka dari itu, Kaa-san menyarankan untuk sedikit berjalan-jalan di lantai ini, untuk mengenang pemandangan indah katanya sih. Caranya menjelaskan memberi kesan aku akan menghadapi operasi replikasi jantung.
Sebenarnya jangankan berjalan, aku bahkan tidak bisa berdiri terlalu lama sebab nyeri dan pegal yang mesti kutopang di torso. Namun, ide mencari udara atau suasana baru cukup menarik, apalagi rumah sakit ini memiliki pemandangan yang baru bagiku. Rumah sakit ini tidak begitu buruk juga, hanya menu makanan dan televisi mereka saja yang bobrok. Lebih dari itu, mereka punya desain yang bagus dan nyaman–dan pujian itu datang dari seorang aku yang mewarnai dinding kamarku dengan warna biru kanvas, yang mana bukan ide bagus karena nenek bilang kesannya seperti terjadi badai amerika di dalam kamarku.
Seluruh kamar di satu sisi yang sama disatukan oleh balkon luas berlantaikan kayu dipernis. Ada kursi serta kanopi kecil di setiap sisi, pagar semen yang ditumbuhi tanaman merambat menjuntai, serta pemandangan lapangan golf membentang luas. Sebelum tahu itu adalah lapangan golf, aku kira tempat itu kuburan massal. Sepertinya ekspektasi ku terlanjur buruk soal tempat ini.
Seperti yang kukatakan, aku tidak begitu kuat berdiri apalagi berjalan sehingga kursi roda adalah teman terbaikku untuk 'mencari udara' ini. Awalnya aku malas sekali mesti berpindah-pindah, tetapi karena Akana sudah bersemangat untuk mendorongku, akhirnya mau tak mau ku iyakan.
Sehingga, singkat cerita, Kaa-san pergi mencari sarapan, Nenek bermain catur di lounge utama dan aku terjebak bersama Akana di balkon.
“Ain nee-chan kayak nenek-nenek!” jika saja anak berumur 10 tahun itu cukup dekat maka akan sangat mungkin sekali akan kujitak kepalanya. Sayangnya dia sedang duduk berdiri di tepi pembatas, agak sedikit berjinjit untuk memperhatikan pemandangannya.
Aku sebenarnya tidak begitu memperhatikannya karena, oh Tuhan! Matahari ini begitu hangat! Rasanya seperti tanaman yang lama belum dijemur dan sekarang bunga Aine sedang melakukan fotosintesis! Matahari sehangat ini jarang sekali ditemui di penghujung tahun begini. Rasanya ingin memejamkan mata sejenak dan tertidur ....
“Hm? Nee-chan! Ada bola kasti menyang—”
“AWAS!!”
SRAAAKKK
“Hup!”
Suara pekikan wanita membuat punggungku tersentak tegak, dan ketika mataku baru saja mendapatkan kembali fokusnya, pemandangan adik kecilku nyaris terjembab jatuh yang menyambutku. Reflek, sesegera mungkin aku berdiri dan mencoba meraihnya yang perutnya tergantung pada lengan seorang pria berseragam Tengan ....
“Jangan repot-repot Ain, semua aman terkendali!”
Izumi.
Satu lagi suara derap langkah yang mendekat terdengar sebelum tubuhku jatuh lepas begitu saja menuju kursi roda. Tubuhku mendadak lemas, dan tidak satupun kata bisa mendeskripsikan perasaan yang muncul terhadap sosok yang sudah menangkap tubuh adik kecilku itu. Faktanya, bukan perasaan yang lega padahal dia baru saja menyelamatkan Akana.
Tubuhku membeku, dadaku yang terikat penyanggah semakin mencegahku untuk bernapas.
"Morin ....”
Tapi entah mengapa, pikiranku masih bisa mengingat namanya ...
“Kenapa kau di sini?”
...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top