1 - Aine, tapi Bukan Ain
Semua ini bermula dari 'rencana yang gagal', dan berakhir dengan 'Tuhan aku percaya akan takdir terbaik yang Engkau berikan, tapi bukan yang ini'.
Hari ini Kamis, dan aku baru saja merampungkan ujian geografiku sore ini. Bukan hasil maupun usaha terbaikku, bahkan aku yakin tidak ada satupun dari anak kelasku yang mengerjakan ujian hari ini dengan baik. Rencana untuk pulang ini sebenarnya adalah makan es krim sea-salt bersama Amane di konbini, tapi kembali lagi, rencana ini mesti ditunda.
Alasannya?
Kaoru Onuma.
Semua orang di SMU Manabu Inkai mengenalinya. Entah itu sebagai Si Manis dengan Poni Terikat, atau Si Setter Cadangan dari Voli, atau si Cowok yang Selalu ada di Kalender Sekolah, apapun itu! Dia tipe yang mengalahkan sinar matahari, lebih cocok kalau dia masuk sekolah artis yang baru dibuka di Tokyo itu.
Buat mereka, Kao adalah laki-laki yang fungsinya hanya untuk dinikmati secara visual. Bagiku, Kao hanyalah teman masa kecilku.
Ceritanya, aku memang tidak begitu tertarik dengan pertandingan apapun, bahkan di sekolah seni dan olahraga Manabu Inkai. Manakai—begitulah sekolah lain menyebut kami—adalah sekolah seni dan olahraga terbaik se prefektur Nagoya. Kebanyakan dari kami masuk bukan untuk melanjutkan kuliah, apalagi untuk jurusan saintifik. Kami masuk di tempat ini untuk menjadi atlet dan seniman. Itu untuk kebanyakan siswa di sini tentunya, dan aku tidak termasuk ke dalam stereotip di atas.
Tapi aku pun juga tidak berniat kuliah sih.
Singkat cerita, kusebutkan sebelumnya Kao adalah seorang setter voli dari Manabu Inkai. Sebut aku teman yang buruk, tapi aku tidak pernah menonton sekalipun pertandingan mereka.
Sehingga, ketika di awal minggu dia berkata, "Mau menonton latihan kamis nanti?" maka aku tidak dapat menolak.
Sebetulnya tawaran tadi sungguh normal-normal saja, apalagi aku sendiri belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya saja, Kao waktu itu mengatakannya di momen yang sangat tidak tepat; di koridor kelas pada jam pulang.
Aku ingat sekali Senin lalu. Ketika waktu seakan berhenti dengan seluruh orang yang mendengar mendadak membeku, menoleh ke arah kami berdua. Detik awal mereka diam, dan detik selanjutnya mereka sudah bersorak!
"Pengunguman! Sepertinya kita akan punya anggota Maihem baru!"
"Siapa? Oh. Katagiri-senpai!"
"Mereka bareng terus juga sih."
Tidak, tidak seperti itu!
Sebelum kalian menjadi bingung dengan sebutan atau reaksi bodoh orang-orang di sini, biar aku jelaskan. Kubu atlet di sekolah ini punya strata yang luar biasa hebatnya, sebab beberapa dari mereka juga seorang anggota timnas yang berarti mereka membanggakan nama sekolah sekaligus negara sendiri. Karena kehormatan tinggi itulah segala yang berkaitan dengan para atlet ini akan jadi bahan bicaraan yang besar. Termasuk yang kali ini, tradisi yang lama sekali sudah kulupakan sejak tragedi Oribe-senpai dua bulan lalu!
Dua bulan yang lalu, Terumi Kajihara dari voli juga mengajak Oribe Kawazu untuk menonton latihan mereka. Besoknya yang kita ketahui, mereka sudah bergandengan!
Aku pikir itu kejadian biasa saja tapi ternyata tidak!
Di sekolah ini, jika kubu atlet sudah menawarkan untuk menonton latihan atau pertandingan mereka, maka mereka akan menembak! Dan jika mereka jadi, maka si pacar ini akan masuk sebuah geng elit lainnya yang disebut Maihem tadi.
"Siap untuk hari ini, Ain?" Amane memegang kedua tanganku erat-erat. Anak teater itu mulai menunjukkan skill palsu untuk membentuk tangisan, "kamu tumbuh sangat cepat! Tidak ada kata yang lebih membanggakan dari sahabatmu ini selain selamat menempuh hidup baru!"
Maksudku, kami memang bodoh. Tapi tidak kukira levelnya sampai sebodoh itu, "KAMU KIRA AKU AKAN MENIKAH?!"
Amane mengangguk mantap, kedua matanya berbinar. "Ini langkah pertamanya. Jangan kecewakan siapapun!"
"Satu-satunya yang membuatku kecewa adalah sikapmu ...."
"Ain! Nanti jadi kan?" Kaoru tiba-tiba muncul dari sisi terdepan kelas. Melihat kehadirannya, entah mengapa suara deheman terdengar dari berbagai penjuru kelas.
Baru saja hendak membuka mulut, tiba-tiba Amane menyerobot. "Jadi kok, jadi!" Dia mulai menepuk pundakku keras-keras, "Tenang saja Ain, ini akhir minggu! Aku pasti menyusul juga kok, untuk menonton Osawa-senpai! Mana tahu dia mengajakku suatu saat nanti, hehe!"
Kaoru mencibir begitu nama kapten voli itu disebutkan, "Saranku, jika ingin datang hanya untuk melihat latihan Osawa-senpai, maka lebih baik jangan deh."
"Aku rasa kamu pun juga tidak mungkin sekali akan datang," ucapku, nyaris kehilangan kepercayaan akan Amane. "Teater kedatangan tamu dari Fujuba kan hari ini?"
Amane menjawab hanya dengan tawaan yang membuatku semakin kecewa. Aku harap dia bisa sedikit melindungiku, tapi inilah balasan yang ia berikan?! Dia masih berhutang kebab tempo hari omong-omong. Lindungi aku, sedikit saja!
Baiklah, tampaknya tidak ada guna pula aku menghindar. Aku pun memberanikan diri menatap Kao, "Sebelum itu, aku mau mengecek tim gimnastik terlebih dahulu. Tidak apa?"
Kaoru agak tersentak, memilih menghindari pandanganku sejenak. Reaksi itu hanya sesaat, tetapi cukup membuat siapapun yang melihat akan menyalahkan pilihan kata-kataku. Untungnya, ia cepat berubah cerah. Senyumannya, kata orang, bisa mengakhiri karir matahari.
"Baiklah!" Ia berbalik duluan, dan kembali mengambil tumpukan kertas ulangan yang seharusnya ia serahkan ke ruang guru sekarang. "Nanti kalau sudah sampai ke gym satu tapi aku belum tiba, mengobrol saja dengan Kiyonaga-san atau Hosu-san. Mereka baik, asal jangan Osawa-senpai. Dia galak."
Kaoru pun berlalu, menyisakan aku beserta Amane yang hanya menatap punggungnya yang bidang.
Kedua pundakku terasa lemas dan aku memilih duduk kembali di kursiku. Ah, aku benci ini. Aku sangat membenci keadaan ini. Sebetulnya semua ini akan baik-baik saja jika saja gosip itu tidak ada, atau minimalnya jangan sampai terdengar olehku. Bukannya aku membenci Kaoru atau semacamnya, sekali lagi, aku tumbuh bersamanya.
"Kamu baik-baik saja, Ain?"
Tidak, tentu tidak. Semua baik-baik saja sampai seseorang mengatakan bahwa dia memiliki perasaan padaku, bagaimana aku tidak menjadi awas setelah mendengarnya? Perasaan awas ini menggerahkan, rasanya canggung dan aneh dan aku yakin Kaoru menyadarinya akhir-akhir ini. Aku tidak ingin menghindarinya, pun jika benar ia akan melakukannya, aku pun tidak mau menerimanya.
Semua ini baik-baik saja. Tidak akan ada yang terjadi. Aku yakin itu! Lagipula apa yang perlu ku khawatirkan? Mungkin semua ini hanya rasa percaya diriku yang berlebihan.
Namun jikalah benar semua itu hanya rasa percaya diri mengapa aku menjadi kebingungan? Begitu Amane merapatkan diri dan berbisik,
"Nanti kamu bakal balas apa, Ain?"
Aku mengangkat kepalaku cepat, sangat kecewa sekaligus marah dengan gadis ini. Sehingga sontak, kupukul meja-membuat warga kelas yang lain ikut menoleh ke mejaku-dan berteriak,
"Tidak akan ada yang kujawab karena tidak akan ada yang terjadi!"
Lantas aku segera berdiri, melarikan diri dari kelas sebelum Amane menghentikan. Tetapi pesan itu memang kusampaikan bukan hanya untuk Amane yang selalu penasaran, tetapi untuk semuanya yang menunggu. Moodku sangat tidak baik, ada suatu gejolak marah yang muncul di dadaku. Sehingga, mendekati tangga, aku memutuskan mengatur nafasku.
Lalu melanjutkan perjalananku menuju gym latihan gimnastik terlebih dahulu. Sedikit aku berharap ada latihan dadakan sehingga bisa menunda kunjungan. Ayolah, aku mohon ada latihan!
...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top