Titik Terendah


15, Bulan Tanam, 1820

Sore yang semula damai dan kelewat membosankan itu (bagi Andiane) berubah gempar. Bukan, bukan karena Andiane yang lagi-lagi memecahkan sesuatu hingga sang Count dan Nyonya Geneva menjadi mafhum. Lagi pula pesta sedang diadakan di kediaman Wyterseen untuk merayakan ulang tahun sang nyonya. Para Aliansi bergerak dalam dua kelompok; mereka yang mengawali pesta dan sebagian lagi melakukan tugas biasanya. Dan, kelompok terakhir inilah yang membawa berita besar karena Viktor Olliviare akhirnya ditangkap.

Andiane semula terperangkap bersama kelompok gosip Mikhael, dan meski terlalu vulgar untuk menyebutnya sebagai kelompok gosip, nyatanya Andiane tidak bisa menemukan istilah yang lebih cocok. Empat gadis dan enam pria muda—termasuk Mikhael yang paling bersinar di sini—tak henti-hentinya menyuarakan pendapat mereka akan sesuatu, atau banyak orang, yang baru saja melewati mereka dengan aroma-aroma memuakkan, atau warna-warna yang terlewat mencolok bagi usianya. Andiane hanya menanggapi dengan tersenyum, atau tertawa sesekali, dan ia tahu binar para pria yang semula memandangnya dengan penuh harap itu mulai meredup. Dia membosankan.

Maka Andiane perlahan menepi kepada seorang pelayan yang siaga dengan nampan di tangan. Ia mengambil gelas kesekian ketika Rod tiba-tiba menghampiri dari arah sang Count. Andiane gugup kala Rod muncul tidak dengan jubah Aliansi. Ia nampak normal, serupa pria-pria berusia tiga puluh (walau usia aslinya empat puluh, seperti hampir semua orang di ruangan ini yang nampak muda secara janggal) dan itu membuat Andiane merasa asing. Dia biasa melihat sang kapten dengan jubah yang ia bangga-banggakan itu.

Rod datang membawa kabar singkat. Ia berbisik kepada Andiane, yang cukup untuk didengar oleh Mikhael seorang pula, dan mengirimkan gelombang keterkejutan bagi keduanya. Andiane refleks melirik sang Count, yang rupanya mengawasi sedari tadi.

"Kita berhasil mendapatkan Viktor."

Sembari mengambil segelas sampanye, Rod undur diri dan tidak berlama-lama di sana. Kabar baiknya, Andiane tidak sedang menghadap kawan-kawan Mikhael atau sang Count, sehingga mereka tak perlu melihat perubahan ekspresinya. Namun, sang tuan muda dan pelayan mengetahui perubahan air muka Andiane. Mikhael panik.

"Andiane, kau bisa pergi dahulu kalau kau mau," tawar Mikhael, dan sejujurnya itu membuat Andiane cukup heran. Kalau ditelusuri kembali, sejak kedatangan Andiane ke kastel ini, sikap Mikhael berbalik drastis kepadanya. Ia bersikap baik, bahkan terkadang menjadi sangat baik seperti saat ini, dan menganggap Andiane serupa adiknya sendiri. Mereka selalu bercanda pada saat latihan, dan ketika Tuan Kastor terlalu keras pada Andiane, Mikhael selalu mencoba menghiburnya dengan konyol. Andiane berniat melupakan keangkuhan Mikhael di semasa sekolah. Sebab, ketika mereka berkumpul dengan kelompok gosip dan tingkah kekanakan Mikhael muncul, Andiane yakin dia sebenarnya hanya berusaha keras terlihat mencolok di khalayak. Bagaimanapun juga dia putra pemilik institut terbaik sedunia. Dia berkutat menyembunyikan perangai lemah lembut dan penuh tawa yang hanya tampak di rumah sendiri.

Andiane memejamkan mata, mengembuskan napas panjang-panjang, lalu meneguk minum. Ia mengambil satu gelas lagi dan menandaskannya secepat kilat. Mikhael dan sang pelayan memilih untuk tidak bertanya-tanya.

"Tidak apa-apa. Aku takkan meninggalkan pesta Nyonya demi seseorang yang bodoh," tukas Andiane. Ia menatap Mikhael dengan mata melotot. "Aku terlihat baik-baik saja, bukan?"

Mikhael mengangguk tanpa suara, takjub dengan pilihan Andiane. Setelah mendapatkan persetujuan sang tuan muda, Andiane pun kembali berbaur dengan kelompok gosip itu. Ia memutuskan untuk mulai bersuara, tertawa lebih lebar, lantas malu-malu mengakui bahwa dia gugup. Kelompok itu, untungnya, mau menyambutnya dengan gembira.

Pesta berakhir sukses satu jam kemudian. Saat itu langit telah menggelap utuh. Setiap orang di rumah sepakat untuk tidak mengusik kebahagiaan sang nyonya dahulu dengan kabar akan Viktor. Cukuplah sang Count, Andiane, Mikhael, dan pelayan-pelayan yang berhubungan dengan para Aliansi yang mengetahui.

Sang Count menghilang setelah pesta, dan Andiane tahu kemana dia pergi. Tak lama kemudian Jasper Price datang untuk menawarkan Andiane melihat Viktor, dan sedikit memaksa ketika Andiane tak berkata-kata. Padahal sudah waktunya bagi gadis itu untuk beristirahat karena akan pulang esok pagi-pagi sekali. Namun, Andiane pasrah, dengan satu kondisi, bahwa dia tidak ingin Viktor melihatnya. Jasper menyanggupi permintaan Andiane dengan enggan.

Andiane benar. Seharusnya dia mengabaikan Jasper saja.

Ketika Jasper membawa Andiane ke sebuah ceruk balkon ruang bawah tanah tempat 'Aliansi dan sang Count melakukan urusan gelap', Andiane hampir saja menangis. Di bawahnya, dengan jarak sekitar dua puluh kaki, Viktor dirantai di tengah-tengah ruangan. Pakaiannya dilucuti, kecuali celana hitam yang digelung paksa dan menyisakan ruang untuk cambukan. Punggungnya serupa kolam darah, dan kepalanya menunduk seolah ada batu kasat mata yang menimpa leher. Para Aliansi mengelilingi membentuk lingkaran, dan belakangan Andiane baru menyadari mereka sedang memasang suatu lapisan. Rod ada di belakang sang Count, yang jelas-jelas tengah mondar-mandir di hadapan Viktor.

Sang Count meludahinya.

"Keparat, dasar anak haram. Sungguh haram!" sang Count mengumpat dengan emosi meluap-luap, suaranya bergaung di ruangan berdinding batu itu.

"Anak memang tidak jauh-jauh dari orang tuanya! Di mana buah jatuh, di situlah pohonnya tegak! Anak dan Ayah sama saja—mengkhianati keluarga, memalukan klan tanpa ampun," sang Count mendekat, matanya menyala-nyala dalam kemarahan. Tangannya menjambak rambut Viktor agar menatapnya. "Apa aku tidak cukup berbaik-baik padamu, Viktor Olliviare? Kubiarkan darah harammu masuk ke dalam rumahku, melaksanakan perintah-perintahku, padahal selalu terbayang-bayang olehku wajah ayahmu yang penuh kelicikan lagi kesesatan itu! Apa tidak cukup buatmu telah kubiarkan darah ibumu masuk ke dalam rumahku? Rasakan itu semua, Viktor, rasakan darah orang tua keparatmu membasuh tubuhmu. Rasakan bagaimana kemungkaran mereka bahkan mendarah daging secara sempurna kepadamu!"

"Mengawini dehmos Murni—apa maumu? Apakah orang tuamu tak pernah mengajarkan mulut busuk ini untuk berterima kasih? Mengajarkan kaki-kaki itu melangkah ke arah yang benar? Cambuk kakinya."

Andiane berjengit ketika suara tamparan keras melecut kedua tulang kering Viktor. Tak ada jeritan, hanya dengusan tertahan yang justru makin menyayat pendengaran siapa pun.

Sang Count mengisap pipanya berlebih, lalu menghembuskannya dengan penuh emosi. "Apa tidak cukup bagimu, dan kaum-kaum keparat ini, untuk mengancam posisi kami para pembawa Energi murni? Dimana belas kasihmu atas kebaikan kami? Kalian, dan ambisi busuk kalian, aku bisa saja menghabiskan satu ruangan ini dalam jentikan jari! Tetapi aku baik, aku menghendaki kalian semua dalam perlindunganku!"

"Jasper, aku sangat lelah." Andiane gemetaran. "Aku mau tidur. Aku harus bertemu orang tuaku besok dalam keadaan baik-baik saja."

Jasper tersentak. Ia sudah terlalu larut dalam adegan itu, bahkan pelupuknya basah. Ia tak peduli bahwa dirinya pria, dan harus menjaga sikap di samping seorang wanita, sebab senior terhormatnya sedang disiksa di bawah! Jasper mendesah pasrah. Ia menoleh menatap Andiane dan terperanjat melihatnya.

Gaunnya telah basah tepat di bawah dagu, sementara air mata terus mengalir deras bagaikan hujan yang takkan berhenti dalam waktu lama. Matanya merah, alisnya menyatu dalam gejolak emosi, dan jemari-jemarinya mengatup rapat. Jasper merasa kulit telapak tangannya sobek.

"Nona Weston—"

Andiane memejamkan mata, menggeleng, lantas melangkah mundur. Tubuhnya melebur dalam kekosongan tanpa meninggalkan jejak sama sekali.


+ + +


Berjam-jam kemudian, Andiane muncul tepat di depan Viktor.

Matahari akan terbit. Tak banyak orang di ruang luas berdinding batu memuakkan ini, selain Viktor dan beberapa pria Aliansi di pojok-pojok ruangan. Mereka semua nyaris terlelap. Tentu saja, untuk apa memasang mata pada pria yang nyaris sekarat di tengah ruangan? Lapisan-lapisan pelindung telah ditanamkan, tetapi mereka meremehkan kekuatan persiapan Andiane dan kemampuannya sebagai dehmos Murni.

Ia tak terlihat oleh siapa pun, hanya Viktor, orang yang dikehendakinya. Andiane termangu melihat pria itu bernapas dalam ketenangan. Kepalanya masih menunduk, tapi setelah beberapa saat, wajahnya terangkat perlahan. Matanya bertatapan dengan Andiane.

"Kalau kau tanya bagaimana," kata Andiane, seolah tahu apa yang akan diucapkan oleh Viktor, karena bibirnya sobek dan wajahnya pucat bagaikan mayat karena kehabisan darah, "maka kau harus berterima kasih, bahkan mencium tangan Franco. Kau berdosa telah menyembunyikan fakta bahwa sepupu-sepupumu adalah orang yang sangat menakjubkan. Dewan Tinggi dan mantan Lakar, kenapa kau diam saja?"

Viktor mengerjap. Gerakannya sangat pelan, dan Andiane mengira telah mengobrol dengan roh Viktor sendiri karena dia telah tewas. Kenyataannya, pria itu hanya mampu mendenguskan napas sebagai respons.

Andiane tak bisa menangis. Dia lelah menguras air mata berjam-jam. Viktor pun pasti menyadari kedua matanya yang bengkak, atau hidungnya yang seperti disengat lebah. Viktor menelan ludah.

"Aku tidak tahu apa maumu," kata Andiane, suaranya melemah. "Tetapi aku menemukan catatan Kakek di rumahku. Dan tulisanmu. Tentang kejanggalan Energinya, dan sebagainya, dan mengapa kau menghilang darinya sebelum Kakek mati. Aku belum selesai membaca dan kuputuskan menyerahkan semuanya pada Nik."

Viktor membuka mulut, kendati tak ada suara yang keluar. Hanya helaan napas dan suara tercekat yang membuat dada Andiane makin nyeri. "Jangan ...."

Suaranya setipis bulu yang mengapung di udara. Andiane tak menggubris. Waktunya hampir habis, dan dia sangat takut para anggota Aliansi akan segera terbangun. "Kau masih berhutang sangat banyak kepadaku dan saudara-saudaramu. Bersyukurlah aku mau menemuimu, Viktor. Dan ... dan seandainya Tuhan masih memberikanmu hidup ...." Andiane terdiam sejenak, suaranya hampir hilang. "Maka lakukan saja semua yang kau ragu-ragukan. Siapa tahu kau akan mati setelah ini...."

Suara Andiane lenyap tepat pada kalimat terakhir, berikut sosoknya yang membaur dengan udara. Ketika Andiane hilang seutuhnya dari hadapan Viktor, pria itu menyadari bahwa Andiane tak pernah benar-benar berada di sana. Ia memejamkan mata, merasakan kehadiran Andiane yang masih dekat di alam batin. Ia berusaha menggapainya, tapi gadis itu menjauh, hingga Viktor tak lagi merasakan apa pun yang tersisa dari Andiane.

Andiane hampir jatuh. Tubuhnya terhuyung-huyung dan tangannya meraih tiang terdekat untuk menopang diri yang tak mampu lagi berdiri. Kakinya gemetaran hebat dan Andiane merosot di lantai. Matanya tak sanggup menangis lagi, tapi air mata terus mengalir bagaikan bendungan yang jebol. Tak ada suara yang keluar kendati mulut Andiane terbuka. Kepalanya sakit dan berdentam-dentam hebat. Sensasi memuakkan dari menciptakan bayangan dirinya dari jarak yang sangat jauh, serta rasa mual akibat menangis tanpa henti seolah-olah isi perutnya akan keluar, membuat Andiane terkapar di kamarnya sendiri.

Beruntunglah, keputusannya untuk pulang ke rumah di pagi-pagi buta sudah tepat.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top