Segala Rahasia Terkuak


18, Bulan Tanam, 1820

Awal minggu yang sepi, ya?

Kedatangan Andiane belum genap sebulan di rumah itu, tapi Mikhael merasa telah bersamanya sejak bertahun-tahun. Gadis itu memang sering murung, tetapi ketika Mikhael mengajaknya bercanda, Andiane dengan cepat melupakan kesedihan dan mereka mampu mengusir ketegangan latihan bersama Tuan Kastor. Mereka telah menertawakan banyak hal; kecerobohan Mikhael saat berlatih yang selama ini hanya menjadi rahasia antaranya dan sang guru, kegugupan Andiane saat Tuan Kastor memaksanya untuk menggunakan Energi sebesar-besarnya, hingga lelucon-lelucon khas anak sekolahan seputar kejadian saat semester lalu.

Ah, padahal baru tiga hari hari Mikhael tak menemuinya, dan dia sudah rindu dengan gadis itu!

Omong-omong, rumah terasa sepi sekali. Jika biasanya terdengar kikik geli antar para pelayan wanita dan Aliansi yang saling berpapasan, maka sekarang hanya terdengar bisik-bisik ketakutan dari para wanita itu. Para anggota Aliansi yang terlihat pun hanya sedikit. Ayah juga tak kembali dari 'urusan' mendadak sejak dua malam lalu.

Mikhael merenung di lapangan. Matahari tak bersinar cukup cerah hari ini, seolah mendukung situasi bahwa hari-hari yang bahagia nampaknya takkan kembali dalam waktu dekat. Apakah tindakannya salah saat itu? Apakah rasa penasaran yang selalu menguasai Mikhael kini menjebloskannya dalam karma?

Mata Mikhael memang memandang ke arah pintu lapangan, tapi ia tak sadar jika Tuan Kastor sedang menghampirinya. Langkahnya tegas dan tidak terburu-buru. Setiap waktu berharga bagi Tuan Kastor, akan tetapi ketergesa-gesaan bukan bagian dari hidupnya. Untunglah, sebelum sang guru menyadarkan Mikhael dengan cara yang cukup mengejutkan, sang tuan muda telah kembali berpijak pada tanah.

"Ah, selamat pagi, Tuan." Mikhael mendesah. Tanpa membuang-buang waktu lagi, ia memanaskan Energinya. "Andiane nampaknya takkan bergabung dengan kita lagi untuk sementara waktu."

"Mungkin untuk seterusnya," timpal sang guru. Mikhael mengernyit mendengarnya, menatap Tuan Kastor selama sesaat, lantas teringat akan posisi pria tua itu.

"Apakah kabar menyebar dengan cepat?"

"Lakar berbeda, Mikhael," jawab Tuan Kastor kalem. "Ketika seseorang mendengarnya, maka seluruh telinga mendengarnya."

"Kalau begitu apakah Anda sempat bertemu Andiane di sana?"

Tuan Kastor menggeleng. Dia mengangkat tangannya, bersiap-siap untuk menstabilkan Energi Mikhael. "Semua Lakar memang tahu, tetapi bukan berarti itu akan menjadi urusan bersama. Tugasku adalah melatihmu, Mikhael, bukan ikut campur ke dalam urusan para rekanku. Kau bisa mencari tahu itu nanti, dan tidak di kelasku!"

Mikhael memutar bola mata, walau ia tak mampu menahan senyumnya. Yah, setidaknya Andiane memang melakukannya, bukan?


+ + +


Andiane tak pernah bangun di kamar seputih, seindah, sesejuk, dan semenyenangkan saat ini. Ia sempat berpikir jika dirinya telah sampai di surga dan tak lagi berada di dunia, hingga dia menggerakkan leher dan ujung jemarinya. Gadis itu terkesiap. Sengatan nyeri yang menyetrum kesadarannya membuat Andiane tahu bahwa ini bukan surga.

Tentu saja bukan.

Pertama-tama, Andiane mengatur napas. Itu cukup untuk membuatnya merasakan sekujur tubuhnya yang tergolek kaku di atas tempat tidur. Hal kedua yang menjadi fokusnya adalah langit-langit kamar berbentuk kubah, dengan dedaunan lumen menyulur dan berpilin indah membentuk serupa kandelir gantung. Matanya melirik ke tempat lain seiring dengan suara dentingan gelas yang terdengar, berikut suara aliran air deras yang samar-samar terdengar.

"Hei, Andy!"

Andiane menoleh ke arah Franco, yang ternyata duduk di tempat tidur di sampingnya dengan senyum lebar menghias wajah. Matanya menyala-nyala dalam semangat liar. Tangannya menggenggam cangkir yang mengepulkan asap tipis. Aroma lemon dan madu menggelayut pekat di udara yang begitu jernih.

Andiane mengernyit. "Kenapa aku satu kamar denganmu?"

"Pertanyaan lumrahnya adalah; mengapa kau ada di sini—tapi terserahlah, kau memang lebih mementingkan hal-hal yang mengganggu ketenanganmu."

Andiane mengacuhkan celotehan Franco. Dia berusaha duduk tegak dan meresapi situasi sekitarnya. Mereka berada di dalam semacam paviliun terbuka dengan pilar-pilar seputih awan yang dirambati dedaunan lumen. Di luar paviliun, dan inilah yang membuat Andiane sontak turun dari kasur, terlihat sungai besar dengan arus deras yang menyenangkan. Pohon-pohon rimbun dalam rupa yang jarang Andiane lihat saling menyatu dalam keharmonisan. Lumen tumbuh dengan sangat liar dan besar, ukurannya berkali-kali lipat dari yang pernah dilihatnya di hutan-hutan. Perbukitan menjulang agung di latar belakang, beradu warna dengan langit yang ungu berkilauan. Barisan putih yang melintang sepanjang bukit mengular hingga membentuk sebuah pedesaan, membuat Andiane baru menyadari bahwa dia sepertinya berada di sebuah kota kecil paling indah yang tak pernah terbayangkan.

"Frank? Di mana ini?"

"Kota Lakar," kata Franco, dan anehnya tak ada kegembiraan dalam suaranya. Ia terdengar cukup tenang, dan sama sekali tak ada kerinduan di sana. Andiane menatapnya heran. "Sebuah tempat yang ... tidak ada di dunia. Berbeda dengan Institut, Andy, Kota Lakar terletak di ... yah, kau tahulah, dimensi yang berbeda."

Andiane terbengong-bengong. Dia tak mengira akan benar-benar menginjakkan kaki di tempat semacam ini.

"Kau tak nampak senang," kata Andiane. Franco hanya menyunggingkan senyum tipis. Ia mengangkat bahu.

"Kukira kau sudah tahu."

Jawaban Franco membangkitkan memori asing di benak Andiane. Gadis itu terbengong-bengong, lantas menyadari kejadian entah-beberapa-waktu-yang-lalu, ketika Franco menghendaki mereka untuk mengikat diri menjadi Unison di dalam kubah duri. Kejadian itu begitu singkat dan spektakuler, Andiane tak bisa mengingat apa-apa selain merasakan jiwa mereka tersedot dan tiba-tiba saja mereka menyatu menjadi satu. Kenangan-kenangan mereka melebur menjadi milik bersama, begitu pula dengan apa pun yang dirasakan Andiane, juga dirasakan pula oleh Franco.

Bahkan tanpa Andiane perlu bertanya lagi, dia sudah tahu alasan mengapa Franco menjadi gila. Atau mengapa Viktor terus menolak permintaan Niklaus. Rasa penasaran gadis itu pun meredam.

Andiane tak tahu harus merespon apa selain tersenyum canggung. "Aku ... aku tak tahu ... maksudku ... masalah keluarga kalian."

Franco, di sisi lain, justru tersenyum lebar. Ada percikan semangat di matanya. "Oh, ayolah! Kenapa kau jadi sedih? Itu menggelikan! Aku bahkan tidak memikirkannya lagi!"

Meski begitu kata-kata Franco tidak cukup untuk membuat Andiane merasa tenang. Gadis itu mengalihkan perhatian. "Aku merasa sangat lancang telah mengetahui rahasia keluarga kalian! Itu adalah sesuatu yang ... astaga, aku hampir saja memaksa-maksa Viktor agar mendengarkan kalian ...."

Franco menghela napas. Oh, dia telah menduga Andiane pasti suatu saat akan mengetahui masalah keluarga Olliviare dan Cleventine, kendati sama sekali tak menyangka bahwa Francolah yang akan mengatakannya. Pria itu pun menyamankan posisinya di kasur.

Sembari menghirup teh lemon, Franco menimbang-nimbang. "Aku akan menjelaskannya dengan singkat, Andy. Oke? Aku tidak mau keliru menyampaikan, apalagi jika berkaitan dengan keluarga Viktor! Maksudku, ya, ayahanda Viktor adalah paman kami tersayang. Beliau, dan Ayah kami, mereka adalah kakak beradik yang sangat ambisius. Sayang, mereka termasuk ke dalam barisan dehmos Murni yang lantang untuk menggebrak tradisi lama para klan besar, yakni mengutamakan kemurnian Energi kami. Mereka membela kawan-kawan mereka yang ber-Energi Paduan, dan akhirnya—ya, kau bisa mengiranya—mereka tewas. Orang tua Viktor dibunuh oleh para Aliansi. Dan, seperti yang sudah kau duga-duga tetapi tak berani utarakan; salah satu alasan Viktor masuk Aliansi adalah karena mereka pernah membunuh orang tuanya. Bodoh, ya?"

Andiane menelan ludah. "Bagaimana itu bisa bodoh?"

Franco terkekeh. Ia melanjutkan, "Sama seperti orang tua Viktor, Andy, orang tua kami mengalami hal sama. Tetapi tidak oleh Aliansi, melainkan Cortess sendiri, karena ayah kami menikahi dehmos Paduan dari kasta rakyat biasa. Sebuah perpaduan yang sangat mengerikan! Tetapi kami sangat mencintai Mamma, dan sayang, Cortess tak mengizinkan itu. Sehingga, pada suatu hari, ketika aku dan Nik pulang sekolah, kami sadar kami tak punya tempat untuk pulang lagi. Viktor beruntung sebab rumahnya masih utuh, tetapi kami tidak. Cortess sangat kejam, Andy, dan mereka selalu berusaha untuk membunuh kami. Berapa usiaku saat itu, ya? Oh, empat belas. Nik masih tujuh belas. Dan karena kami frustasi dikejar-kejar, kupikir melarikan diri ke Lakar untuk meminta bantuan adalah hal yang baik. Tetapi Nik berbeda denganku. Dia trauma dengan dunia ini; dia memilih untuk bersembunyi, tidak menggunakan Energi, dan bergabung bersama para manusia biasa. Dia nyaris mati karena Energinya mulai menggerogoti tubuhnya. Tetapi aku kembali! Aku sudah menjadi Lakar, dan Nik kubawa bersamaku. Sayang beribu sayang, sebab aku ternyata tidak bertahan lama di Lakar! Aku terlalu emosional dan tidak disiplin. Jadi, aku dikeluarkan. Nik, dengan seluruh upayanya untuk belajar, akhirnya yang ganti berjuang untuk memasuki Dewan Tinggi. Dia juga nyaris gila karena itu."

Franco tersenyum lebar. "Kami, Cleventine yang dibuang, sebenarnya sama-sama sudah gila. Dan Viktor, satu-satunya Olliviare yang tersisa, kami kira berhasil mempertahankan kewarasannya, tetapi ternyata dia sama saja. Dia juga gila karena memperlebar masalah menjadi sedemikian besar, sampai-sampai kau terseret kemari."

Andiane tak tahu mesti merespons apa. Perasaannya sangat kalut, tetapi ia tak sanggup menangis. Tangisan bahkan tidak cukup menggambarkan rasa kesedihan. Dadanya nyeri, karena setiap tutur kata Franco membuat kenangan asing di alam pikir Andiane menjadi semakin nyata, seolah itu adalah miliknya sendiri.

Franco mendesah melihat ekspresi Andiane. "Oh, aku tidak bermaksud memperburuk suasana, tetapi semua harus dikatakan, benar? Jadi, ayolah, kalau kau sudah sehat, mari kita kesampingkan ini dan temui si biang kerok sekarang!"

Franco tertawa-tawa sembari meninggalkan ruangan. Andiane sendiri terpaku hingga sadar dengan posisinya. Oh, benar juga. Si biang kerok. Entah yang dimaksud adalah Viktor atau Rod, tetapi Andiane menganggap keduanya sama-sama penyebab masalah. Dengan langkah diseret, Andiane meninggalkan paviliun.

Berita paling menyenangkan di hari yang nampaknya muram ini adalah para Lakar sedang memproses buku-buku catatan milik Kakek yang dipenuhi dengan coretan Viktor dan Rod. Sementara kedua pria itu telah siuman, dan mumpung Count Wyterseen dalam pengejaran, keduanya dimintai keterangan. Mereka tak bisa berbohong sama sekali. Energi mereka dikuasai oleh para Lakar, dan dalam keadaan tak bisa berkilah selain membicarakan kejujuran, akhirnya mulai terkuak peran Rod dan Viktor selama ini.

Andiane, tentu saja, yang paling syok untuk mendengar keterangan dari Rod. Kecurigaan yang selama ini disimpan Viktor sendirian akhirnya terbukti.

Segalanya menjadi mudah bersama Lakar, seolah mereka sedang menanyakan bocah lima tahun untuk berkata jujur bahwa dia baru saja mencuri permen. Berdasarkan buku-buku catatan itu, ditambah riwayat kesehatan Seans Weston yang didapatkan Lakar dari tabib yang dulu pernah merawatnya, diketahui bahwa Seans Weston mendapat suntikan Energi dari Rod. Singkat cerita, beberapa anggota Cortess (termasuk sang Count) telah lama menggagas suatu rencana untuk menciptakan 'Super-Dehmos', yang diyakini merupakan langkah lanjutan dari proyek ilegal 'Host'—manusia biasa yang mendapat suntikan Energi vehemos. Dehmos, yang notabene adalah manusia yang telah terlahir dengan sebagian Energi vehemos secara alami, oleh para Wyterseen digenjot kembali untuk menerima lebih banyak Energi serupa. Penerimaan Energi dalam kuantitas besar ini membuat tubuh pembawanya rusak, karena ketimpangan yang terjadi, sehingga menggerogoti tubuh sampai tewas. Inilah yang terjadi pada Profesor Seans, termasuk rekan-rekan sesama Profesor yang terlibat ke dalam proyek penelitian tertentu. Adapun, salah satu alasan Viktor untuk pergi ke Kepulauan Grestol adalah menyelamatkan salah satu profesor atas permintaan Seans, tapi ia gagal, dan saat kembali, Seans telah tewas. Viktor, yang tak mengetahui bahwa kematiannya disebabkan oleh Rod secara spesifik, mencurigai Wyterseen secara keseluruhan. Ia lantas bertekad masuk ke Aliansi untuk mencari tahu, dan bertemu dengan Rod yang telah berubah menjadi saingannya.

Kisah selanjutnya telah diketahui hingga saat ini, dan atas pengakuan itu, maka Rod sekarang dijebloskan ke dalam Orfus—penjara khusus para dehmos.

"Lantas bagaimana dengan Andy?" tanya Franco, selepas para Lakar menjelaskannya dengan runtut. "Saat kami menjadi Unison, aku membaca kenangannya—dan maaf, Andy, tapi aku harus tanya—bahwa seluruh keluarganya membawa Energi hanya dalam jumlah sedikit. Ini disebabkan mendiang Seans menikah dengan manusia biasa, sehingga anak-anak mereka tidak mewarisi banyak Energi. Lantas, bagaimana Andy bisa menjadi satu-satunya yang membawa Energi besar di antara semua saudaranya?"

Para Lakar tak menjawab. Mereka justru menoleh ke arah Rod. Kedua tangan dan lehernya telah terbelenggu oleh lapisan tipis yang memancarkan cahaya. Mata-mata tajam yang menatap ke arahnya membuat Rod pasrah.

Ia memutar bola mata. "Aku pernah memperingatkan William—ayahnya—akan Energi, tetapi dia trauma dengan kematian Seans sehingga memutuskan untuk menjaga keluarganya jauh dari dunia ini. Tetapi aku harus menjalankan tugasku, atau Count bakal membunuhku. Maka pilihanku jatuh kepada Andy"—dia mengedikkan dagu ke arah sang gadis yang melongo—"yang waktu itu masih... berapa usiamu? Tiga tahun, mungkin. Dia masih sangat muda. Kukira, transfer Energi pada usia semuda Andiane akan membuatnya lebih mudah mengembangkan Energi berlebih. Tetapi ternyata ujung-ujungnya dia juga sekarat seperti Seans." Rod lantas menatap Viktor yang melotot marah. Dia menyeringai. "Sebenarnya terima kasih pada ketergesa-gesaanmu, Viktor, sebab jika tidak, mungkin Andiane akan mati duluan sebelum aku menjemputnya."

Viktor spontan berdiri, mengumpati Rod dan nyaris saja menghantamnya, kemudian seorang Lakar menepuk pundaknya dan Viktor otomatis terduduk. Dia membeliak saat mendapati tubuhnya tak bisa bangkit dari kursi.

Sang Lakar memutar bola mata, "Tidak ada kekerasan di sini selain karena seizin kami, jadi kendalikan dirimu."

Andiane menatap Viktor lekat-lekat. Yah ... setidaknya itu hal yang baik, eh? Meski, sejujurnya, Andiane masih gondok sekali pada pria itu. Ia memutuskan untuk mengalihkan pandangan kepada Rod, yang ternyata telah mengunci tatapannya pada Andiane. Gadis itu menegang.

Di sisi lain, Rod menghela napas. Karena tangannya terbelenggu, dan lehernya tak bisa digerakkan dengan bebas, Rod hanya mengatupkan bibir.

"Maaf, Andiane. Dan, maaf kepada seluruh keluargamu."

"Ya Tuhan, kalau sekedar maaf saja bisa menyelesaikan segalanya, kukira semua ini tak perlu terjadi, ya?" Franco tertawa lantang, sementara pria yang sedang disindir hanya diam saja. Andiane memilih untuk tak menjawab. Dia terlalu bingung dengan situasi macam ini.

Para Lakar secara otomatis mengabaikan Franco. Salah seorang melanjutkan, "Seperti yang kami tegaskan tadi, Count Wyterseen sedang dalam pengejaran. Para Aliansi yang bekerja pada Wyterseen akan kami beri hukuman seadil-adilnya. Sementara para Aliansi yang membunuh orang tuamu, Viktor, barangkali kau belum tahu, mereka telah lama kami singkirkan. Mereka adalah pendahulu dari pasukan yang dikepalai Roderick. Kau tak punya alasan lagi untuk tinggal di Aliansi jika masih ingin membalas dendam atau semacamnya."

Lakar itu berputar menghadap Andiane sekarang. "Kematian Seans Weston akan kami usung secara resmi setelah mendapat izin dari para Dewan Tinggi! Sejauh ini kami hanya bisa menyelidiki, bukan menghendaki. Jadi, jika kau ingin kematian Seans Weston diselesaikan secara hukum, maka keluargamu harus membuat tuntutan resmi. Datanglah ke kantor pemerintahan pusat dan mohonlah dukungan dari Dewan Tinggi."

Andiane mengangguk, dan merasa sangat beruntung telah mempertahankan pertemanannya dengan Niklaus. Franco sendiri bertepuk tangan dengan girang, dan gurat kelegaan muncul di wajah Viktor. Andiane samar-samar mendengar Franco berbisik pada Viktor tentang pekerjaan Niklaus yang tidak-melulu-buruk, dan Viktor harus lebih menghargainya. Viktor hanya mendesis kesal.

Pertemuan itu pun berakhir. Andiane dan Franco dijanjikan untuk pulang sesegera mungkin setelah mereka dimintai keterangan atas huru-hara pada tempo hari. Bagaimanapun juga proses penyatuan Unison mereka menyebabkan kerusakan di Desa Medemire, dan itu adalah properti pribadi Dinasti Cortess yang dijaga hukum. Franco juga dijatuhi peringatan atas perlawanan terhadap beberapa Aliansi. Franco mengutuk Lakar yang secara detail mengusung semua permasalahan, dan mengungkit-ungkit bahwa inilah salah satu alasan mengapa dia tidak lagi menjadi bagian dari mereka.

Setidaknya, beberapa masalah terselesaikan ... Andiane refleks menatap ke arah Viktor, dan rupanya pria itu juga berpikiran sama, karena mereka saling bertatapan sekarang. Andiane terkesiap, dan ia cepat-cepat membuang muka.

Dadanya masih sakit.

Dan, omong-omong, kenapa hanya Andiane dan Franco saja yang dipulangkan?


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top