Rahasia yang Lebih Besar
21, Bulan Padam, 1820
Pesta makan malam yang diadakan di kediaman Weston pada malam bersalju itu hangat dan meriah. Keluarga paman dan bibi dari Papa datang bersama anak-anak mereka yang malu-malu, dan untunglah rumah William Weston cukup besar untuk menampung setidaknya dua puluhan anggota keluarga Weston dan dua tamu Cleventine. Anak-anak yang lebih muda daripada Andiane dimasukkan ke ruangan khusus didampingi ibu-ibu mereka, sementara Andiane menemani para Cleventine untuk makan malam bersama para pria dan orang tua. Potongan-potongan kalkun panggang dan kentang tumbuk yang lembut menemani obrolan-obrolan tanpa henti. Mereka berusaha keras menghindari pembicaraan tentang Energi, dan mengenang betapa menyenangkannya memiliki Kakek sebagai profesor kebanggaan institut terbaik di dunia. Paman dan Bibi Weston berulang kali menyemangati Andiane untuk mengikuti jejak Kakek, dan barangkali mampu, agar memikirkan profesi profesor untuk masa depannya kelak. Asal kau tahu, Andiane termasuk murid tercerdas di masa sekolah dahulu! Tidak ada yang menentang keinginan itu, kecuali Andiane sendiri, yang berpikir bahwa menjadi pengajar itu menyulitkan.
Seusai makan malam berakhir, dengan baik hati Mamma meminta Andiane untuk menjamu kedua tamu mereka di ruang terpisah. Paman sudah mulai melanturkan berbagai hal akibat mabuk, dan mereka takkan membiarkan para Cleventine kewalahan karena itu! Maka Andiane menjamu mereka di serambi belakang. Untungnya salju sudah mereda, dan tak ada yang lebih baik daripada cokelat-cokelat panas di cangkir besar dan kukis lavender yang baru saja keluar dari pemanggang.
Topik pembicaraan yang telah lama ditahan-tahan itu akhirnya keluar. Franco dengan berapi-api menceritakan ancaman Fortier pada Niklaus dan berujung pada menghilangnya dua anggota Dewan Tinggi selama seminggu terakhir. Seharusnya berita itu mengejutkan, tapi Andiane tergelak dengan tingkah Franco. Niklaus hanya menyeruput cokelat panasnya dengan mafhum.
Ketika Franco dengan usil menyebutkan keinginan Niklaus untuk menikahi seorang Lakar wanita, Andiane mengernyit, "Oh, kukira Lakar cuma diisi para lelaki saja?"
"Heh." Franco mendengus. "Lakar wanita itu lebih mengerikan, tahu! Mereka biasanya bekerja di ... entah, kau pelajari saja itu di Institut! Bukan kemauanku kalau aku salah kasih informasi dan besok kau sudah kehilangan Unison."
Niklaus menepuk kepala Franco dengan topinya. Andiane merespons itu dengan gelengan jengkel. "Lantas untuk apa semua itu?"
"Supaya para dewan dari Fortier habis sekalian! Dua sudah hilang, dan kembalinya Osbonard akan memudahkan pembersihan sisanya!" Franco melompat dan membuat gerakan memotong-motong dengan heboh. Kedua orang di hadapannya memilih untuk mengabaikan ini.
"Kau benar-benar mendukung Osbonard?" Andiane menahan napas saat menanyakannya kepada Niklaus.
Niklaus tak segera menjawab. Ia masih menyesap cokelat panas dan alisnya bertaut mendengar pertanyaan Andiane. "Andy, kalau kau berpikir bahwa Osbonard sepenuhnya salah, justru kau lebih sinting daripada Franky. Sudah seratus tahun Cortess dan Fortier saling berebut kekuasaan di Demania Raya. Kalau belum jelas bagimu, maka aku akan mengatakannya dengan singkat." Niklaus memelankan suaranya. "Meski bersaing, mereka juga banyak menggagas rencana bersama, dan salah satunya adalah proyek yang menewaskan kakekmu itu. Tujuannya kembali lagi; untuk mempertahankan kemurnian kasta dehmos Murni dan—kalau bisa—meningkatkan Energinya. Itu yang masih mereka usahakan untuk berjalan, dan, astaga, kau juga korban dari ini, Andiane! Dan bukan hanya kau, tetapi para vehemos yang menjadi sumber Energi tertentu. Mereka terus-menerus ditahan dan disedot Energinya. Sekarang mana yang lebih buruk: Osbonard atau kerja sama ilegal Cortess dan Fortier?"
"Yah, Andy bersahabat dengan si Mikey Wytersaw itu," celetuk Franco jengkel.
Andiane menarik tubuhnya dan menatap Niklaus dengan mata memicing sesaat. "Um, bukannya aku ... maksudku, ya, kalau yang kaubicarakan adalah mereka yang buruk ... aku pun tak masalah jika Osbonard menyingkirkan mereka. Namun, dia menarget Cortess secara keseluruhan, dan kau tahu, tidak semua Cortess itu buruk."
"Yeh, seperti kita dan si Tuan Muda!"
"Diamlah, Franky!"
"Ya, aku tahu," kata Niklaus kalem. "Kau pertahankan saja pendapatmu itu, dan seandainya memang Mikhael Wyterseen bisa menjadi titik awal perubahan Cortess—yang kemungkinannya kecil, karena Wyterseen sekarang hancur—maka itu akan terjadi dengan proses yang lama. Osbonard, dan bentrokannya, adalah awal dari gerakan-gerakan lain yang akan segera muncul, Andy. Cortess akan hancur, kecuali mereka menyiapkan sebuah rencana yang luar biasa besar dan itu pastinya akan merugikan kita semua lebih buruk lagi. Tuan muda itu ... nah, dia barangkali hanya perlu memikirkan keselamatan dirinya sampai tua nanti."
Andiane termenung. Dia tidak bisa membantah, dan tak ada lagi keinginan untuk membela Mikhael hanya karena pemuda itu memiliki hati yang lemah lembut. Itu tidak menjaminnya akan membawa perubahan yang besar! Dia mungkin hanya mampu mempertahankan keluarga kecilnya, dan itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Oh, besok Andiane harus mengunjungi kediaman Wyterseen sebelum akhir pekan berakhir. Ia berharap obrolan malam ini takkan mengganggunya untuk mendampingi Mikhael besok. Akan ada pertemuan keluarga pada saat makan siang dan—ya, seperti yang diduganya—para Wyterseen sedang gagap gempita atas hilangnya Polly Wyterseen, bibi Mikhael, di kantor Dewan Tinggi sepekan lalu.
Andiane hanya tidak tahu jika pertemuan besok bakal lebih menggemparkan.
+ + +
22, Bulan Padam, 1820
Segalanya tampak muram di kastel Wyterseen. Andiane merasakannya dengan begitu jelas. Dahulu, semasa dia datang kemari pertama kali bersama Viktor, kastel dengan kemegahannya itu selalu membuatnya terkagum-kagum. Bunga-bunga musim dingin memenuhi halamannya yang tertata sedemikian indah, menyebarkan aroma-aroma kegembiraan tiada tara. Ketika Andiane datang lagi sebagai calon anggota Aliansi, wewangian bunga yang semerbak terkadang membuatnya tercekik. Mereka mengingatkannya pada Mamma yang harus ditinggalkan, dan Viktor yang tidak lagi bersamanya.
Kini, satu tahun setelah kedatangan perdana Andiane di kastel Wyterseen itu, segalanya tampak kelabu, menjemukan, dan menyayat hati. Salju memutihkan taman sepenuhnya. Bunga-bunga musim dingin tidak mekar sebaik tahun lalu, mungkin karena cuacanya yang terlampau dingin di penghujung tahun. Dinding kastel yang biasa mengilap karena dipoles setiap hari mulai memperlihatkan wajah tuanya. Asap kelabu membumbung dari cerobong asap, menghitamkan langit yang telah sendu sejak semalaman. Salju pun turun cukup deras saat Andiane datang diantar kereta kuda, dan merasa cukup aneh karena tidak ada lagi jubah-jubah coklat kelabu menjengkelkan yang menyambutnya dengan mata-mata tajam. Hanya ada dua Lakar di masing-masing pintu utama, dan mereka tersenyum padanya.
"Selamat pagi, Nona Weston."
"Selamat pagi, Tuan Dews dan Tuan Macel."
Senyum bersahabat yang ... sangat asing. Segala keramahtamahan yang berusaha dijunjung Lakar untuk mendekati orang-orang seharusnya adalah hal bagus, tetapi terkadang sikap itu menjadi lebih mengerikan di saat-saat seperti ini.
Tentu mereka tahu apa yang sedang menimpa Wyterseen, tetapi mengapa masih mampu tersenyum untuk itu? Bagi Andiane, senyum mereka adalah upaya menyambut tamu-tamu dalam energi positif, tapi bagi para Wyterseen, keramahan Lakar adalah sebuah ejekan. Bagaimanapun juga Lakar pula yang menangkap Count Wyterseen dan mengalahkan semua anggota Aliansi.
Andiane bergegas menemui Mikhael dan Nyonya Geneva. Keduanya sedang berkumpul di ruang belajar si tuan muda. Ketika Andiane masuk, keduanya menoleh dengan cepat, dan gadis itu menyadari bahwa ada Tuan Kastor bersama mereka. Mikhael melompat dari sofa.
"Andiane!" lolongnya. Ia menariknya untuk menghampiri sang ibu yang dirundung kecemasan. Andiane menyapa Nyonya Geneva dengan hormat, lantas kepada Tuan Kastor yang membalas dalam diam.
Andiane cukup heran mendapati suasana rumah yang sepi. "Apakah pertemuannya dibatalkan, Nyonya?"
"Oh, Nak Weston," kata Nyonya Geneva. Jemarinya mengelus punggung tangannya sendiri dalam kegelisahan. Matanya tanpa sadar melirik sang guru yang berdiri di belakangnya. "Bukan, bukan begitu, gadis muda! Oh, aku tidak tahu harus bagaimana menyampaikannya ... ini begitu mengguncang kami. Bibi Polly masih belum ditemukan juga, dan kami rasa ... akan lebih baik jika tidak mengadakan pertemuan di sini."
Mikhael membenarkan. "Kita akan mengunjungi kediaman Bibi Polly, Andiane," katanya sembari berbisik. Andiane merasakan geliat mencurigakan dari perkataan ini. "Dan kita tidak akan mengumumkan kepergian, sebab pertemuan ini hanya akan terjadi sebentar saja. Kita kembali sebelum makan siang."
Andiane masih menatap Nyonya Geneva saat Mikhael mengatakan demikian, dan Andiane menyadari perubahan ekspresi sang nyonya. Ah, perdebatan. Namun, Nyonya Geneva memilih untuk tidak membahasnya.
"Sebelum kita berangkat," kata Nyonya Geneva, "Aku ingin meminta tolong kepadamu, Weston! Seperti yang kita tahu, ada permasalahan antara keluarga kita dengan keluargamu, tetapi sesungguhnya semua telah teratasi. Kami meminta maaf kepadamu, sebagaimana yang telah kami sampaikan pada kesempatan lalu, dan tak ada yang membebani kami! Namun, aku tidak yakin dengan keluarga besar kami. Mereka masih menganggap bahwa tuntutan keluargamu terhadap suamiku adalah hal yang keliru."
Andiane menelan ludah. Oh, ya, ini adalah salah satu kekhawatiran Andiane saat Mikhael memintanya untuk mendampingi di pertemuan kali ini. Nyonya Geneva semula menentangnya, tapi Mikhael menang dengan kerewelannya.
"Weston, kami tidak bermaksud untuk merendahkanmu, atau mengurangi nilai-nilai baik darimu, tetapi demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka pakailah nama palsu yang akan kusarankan kepadamu. Ini tidak akan berlangsung lama, dan janganlah sekali-kali kau tampakkan Energi aslimu! Jadilah Katrina Campbell, juru tulisku yang terpercaya, dan alasan kami mengundangmu adalah mengenalkanmu sebagai asisten kami selama suamiku tidak ada. Jangan khawatir akan sisanya, biar aku yang mengurus. Kau hanya perlu mengingat itu."
Andiane mengangguk, sama sekali tak memiliki alasan untuk menolak. Ini ide yang cukup baik. "Saya mengerti, Nyonya."
Nyonya Geneva nampak lega, lantas mempersilakan Tuan Kastor untuk maju di tengah-tengah mereka. Untuk apa? Ah, tetapi Andiane pun segera teringat bahwa Tuan Kastor merupakan seorang Lakar. Perpindahan pertemuan ini tentunya aman, bukan? Andiane merasa lebih santai saat mengingat posisi Tuan Kastor.
"Mari," Tuan Kastor akhirnya mengucapkan sepatah kata. Ia memosisikan Nyonya Geneva, Mikhael, dan Andiane untuk saling mengaitkan jemari dan mengelilinginya. Andiane tak pernah mengetahui formasi ini, kiranya apa yang akan mereka lakukan? Pertanyaannya segera terjawab saat mulut Tuan Kastor bergumam tanpa suara. Ia memejamkan mata, menggerakkan tangan dalam isyarat yang agak familiar, lantas Andiane menyaksikan sebuah lapisan menyelubungi mereka. Gadis itu teringat akan lapisan pelindung yang pernah Franco pasang pada rumahnya dan ... tunggu.
Sekali lagi; untuk apa?
Konsentrasi Andiane terpecah saat Mikhael menggenggam tangannya lebih erat dan udara tiba-tiba mampet di sekelilingnya. Andiane beruntung masih sempat mempersiapkan diri untuk Etad tanpa raba-aba ini! Pemandangan ruang belajar Mikhael yang hangat dan terang benderang berubah menjadi lorong berdinding batu yang dingin. Hanya ada cahaya bola-bola api kecil yang melayang-layang di atas kepala mereka. Andiane sontak menyesal mengapa tak mengenakan gaun yang lebih tebal.
Nyonya Geneva mengambil alih posisi. Ia memimpin perjalanan dan menggerakkan beberapa bola api agar menjadi penerang sepanjang lorong yang tak berkesudahan itu. Beruntunglah Tuan Kastor segera menempatkan diri paling belakang, karena Andiane membenci kegelapan di belakangnya, seolah-olah sesuatu bisa saja menyergap. Ini sungguh berbeda dengan kenyataan bahwa Andiane memiliki Energi asap hitam para Aliansi.
Selain itu ... Andiane merasakan sesuatu.
Semakin jauh mereka melangkah, bulu kuduk Andiane merinding. Ada suatu hal yang membuat tubuhnya terasa berat, atau langkahnya menjadi tidak seringan sebelumnya. Andiane mencoba menoleh, tetapi hanya bertatapan dengan Tuan Kastor yang tak berhenti komat-kamit. Andiane membaca sekilas gerakan mulutnya. Masih doa yang sama.
Lorong berakhir pada sebuah pintu kayu yang tebal dan berlapis besi. Nyonya Geneva berbalik untuk menatap rombongan kecilnya, mengangguk sekali pada Tuan Kastor, lantas mengetuk pintu dengan ketukan yang khas. Kenapa Andiane merasa makin tidak nyaman? Oh, ketika Andiane menyanggupi diri sebagai pendamping Mikhael, ia sama sekali tidak kepikiran untuk terlibat dengan hal apa pun yang berada di luar jangkauannya.
Entahlah, Andiane hanya merasa ini tidak menenangkan.
Oh, Viktor, seandainya kau ada di sini.
Andiane menahan napas. Pikiran itu terlintas begitu saja di benaknya dan Andiane cepat-cepat menyingkirkannya. Ia tidak boleh berpikir demikian! Tidak sadarkah otaknya jika memikirkan nama itu saja cukup untuk mengirimkan denyut nyeri kecil di hatinya?
Dia bahkan tidak tahu kapan Viktor akan muncul lagi.
Bagaimana jika sepuluh tahun mendatang?
Beruntunglah, Andiane tidak perlu berdebat lama-lama ketika terdengar suara dari pintu, seperti gulungan rantai yang dibuka. Pintu kemudian mengayun ke dalam, dan benar sesuai dugaan Andiane, pemandangan di dalam ruangan itu adalah yang paling mengerikan baginya. Bahkan mungkin, lebih mengerikan daripada menyaksikan Viktor dicambuki di bawah kakinya kala itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top