Pesta yang Berakhir Seperti Harapanmu


Menurut undangan, pesta diadakan pada hari Sabtu mendatang, yang itu berarti masih ada lima hari menjelang. Andiane dan Viktor berangkat pada hari Jumat karena kediaman Wyterseen cukup jauh dari Institut. Sepanjang perjalanan mereka berlayar menuju kediaman Wyterseen yang terletak di sebuah pulau besar, Viktor banyak menjelaskan tentang para klan anggota Dinasti Cortess yang banyak menduduki kursi politik di Demania Raya, seperti bagaimana mereka mendirikan Elentaire Institut dan membesarkan namanya menjadi institut terpopuler sedunia, yang akan menyesaki desa menjelang awal tahun karena banyaknya murid baru. Viktor bercerita bahwa ia bekerja bersama mereka semenjak menjadi asisten Profesor Weston.

"Apakah mereka tahu jika saya adalah istrimu?" adalah salah satu pertanyaan Andiane seusai Viktor bercerita.

Viktor terdiam sejenak. "Tidak," katanya, "dan menurutku ... sebaiknya mereka tidak perlu tahu. Kau pasti paham apa yang akan terjadi jika klan dehmos Murni semacam mereka mengetahui apa yang terjadi di antara kita, bukan?"

Andiane agak sedih, tetapi tidak bisa menyanggah. Ia sudah meresap banyak pengetahuan tentang ras-ras dehmos, kasta mereka, dan seperti kasus mendiang orang tua Viktor—mereka lebih memilih untuk menikahi seorang manusia biasa daripada menanggung malu karena harus menghasilkan keturunan Paduan, bukan keturunan Murni. Andiane menyadari kastanya yang akan berubah drastis jika ia bisa menguasai Energinya dengan baik, dan untuk saat ini, ia merasa keterhambatannya tidak ada buruknya. Ia masih berada di kasta dehmos Paduan, bukan Murni, sehingga mempermudahnya berdiri di sisi Viktor.

Kedatangan Andiane berbuah manis. Ia dijamu dengan sangat baik oleh sang Count. Pria paruh baya itu terus memperlakukan Andiane seolah ia berasal dari kasta yang sama, dan tak henti-hentinya bercerita bagaimana mendiang kakek Andiane adalah guru besar yang menakjubkan. Ia sedikit menyayangkan keadaan Andiane sekarang, serta berjanji akan membantu Andiane untuk menjadi seorang dehmos Murni yang luar biasa.

Dan, bahwa putra bungsunya, Mikhael Wyterseen, bisa membantu Andiane karena baru saja memasuki tahun kedua di Institut. Pemuda yang duduk satu meja dengannya itu pun sedari tadi mencoba mencuri pandang ke arah Andiane, membuat gadis itu merasa sungkan. Mikhael bukanlah pemuda yang tampaknya buruk. Rambut sebahunya diikat rapi seperti Ayahnya, dan pipinya merah natural seperti bayi. Kulitnya mulus bercahaya dan kedua bola mata cokelat cerahnya tak kuasa untuk menggoda Andiane, yang dengan segala upaya, berhasil Andiane hindari. Viktor memainkan perannya di sana, sehingga ia tidak duduk satu meja dengan mereka. Andiane sebenarnya merasa tidak nyaman dengan itu, tetapi Viktor telah meyakinkannya.

"Buat sang Count menyukaimu dan kehidupanmu di Institut akan berjalan lancar," katanya pada suatu waktu. Andiane ingin memprotes hal itu, karena bagaimana pun juga Viktor adalah suaminya. Meski itu hanyalah sekedar status, tetaplah cincin yang terpaksa ia sembunyikan itu adalah cincin pernikahan asli.

Pesta baru diadakan pada malam Sabtu, dan Andiane telah melewatkan banyak waktu berdandan. Ia tidak terbiasa dirias sedemikian lama, tetapi perlu ia akui bahwa gadis yang terpantul pada cermin di depannya terlihat menakjubkan ... dan sedikit bukan dirinya. Entahlah, Andiane hanya merasa janggal. Ia kesulitan mengakui bahwa gadis yang nampak cemerlang dengan sanggul rumit, bibir merah, dan pipi merona itu adalah dirinya sendiri.

Andiane pun bergegas meninggalkan ruangan dan kaget mendapati Viktor telah menantinya di koridor. Demi Tuhan, Pria itu sangat gagah! ia mengenakan jas beludru berekor panjang yang menonjolkan bahu lebarnya. Wajahnya terlihat segar dengan mata biru pucat yang tak berkedip saat memerhatikan Andiane dengan gaun barunya. Senyum tersungging di bibirnya saat mengecup tangan Andiane.

"Kau sangat menakjubkan, Andy. Aku beruntung mendampingi gadis semanis dirimu malam ini."

Andiane mengulum senyum. Seharusnya pipinya tidak perlu dikasih perona, karena ia bisa memerah sesuka hati semudah ini!

Mereka pun segera turun ke aula pesta. Sang Count kembali menyambutnya seperti biasa. Mikhael, yang sedang melayani beberapa gadis, segera bergabung dengan mereka dan tak henti-hentinya mencoba menarik perhatian Andiane, yang mau tidak mau harus diterima. Untungnya Viktor berada di sampingnya, sehingga Andiane bisa mengendalikan diri dengan baik. Meski pada mata sang count Viktor hanya muncul sebagai pendamping Andiane, gadis itu tidak menganggapnya demikian. Ia merasa bangga bisa hadir di pesta sang Count dengan seorang suami.

Pertama-tama, Andiane berdansa dengan Viktor. Setelah waktu mereka berakhir, ia tahu Mikhael tak bisa menunggu lebih lama lagi. Andiane menerima tawaran Mikhael untuk berdansa dan untuk sesaat ia merasa seperti seseorang terkenal. Semua mata tertuju pada mereka, dan Andiane sungkan untuk itu! Ia berusaha mencari Viktor dengan matanya, namun Mikhael berulang kali menangkapnya.

"Siapa yang kau cari, Andiane?"

"Ah, tidak."

Mikhael menyeringai. Ia sudah mendengar kalau gadis ini dari sebuah desa, jadi ia akan memaafkan sikap lancangnya kali ini. "Apa kau sudah tidak sabar untuk memasuki Institut, Andiane? Sekolah itu sebenarnya agak membosankan, tetapi aku yakin akan menyenangkan saat kau masuk nanti."

Andiane tersenyum setengah hati. "Terima kasih. Saya juga menantikannya."

"Aku akan membantumu, jika kau mau," tawar Mikhael. "Aku menguasai Energi organ—kau tahulah, Energinya para con Caltine dan keturunannya, para Wyterseen—dan tempat kita berdekatan. Kita bisa sering bertemu, dan aku bakal menunjukkanmu sekeliling. Institut sendiri seperti sebuah peta di tanganku, kau mengerti? Aku tahu seluruh pelosoknya. Aku bisa memberitahumu tempat-tempat yang menakjubkan. Katakan, apa hobimu?"

Andiane tak terlalu tertarik dengan tawaran itu. Lagi pula Viktor adalah lulusan Elentaire juga, jelas ia lebih memahami sudut-sudut Institut. "Saya menyukai membaca, dan terkadang saya juga menggambar. Saya pun mulai menulis beberapa kisah semenjak sekolah."

"Ah! Hobi klasik, tetapi bukankah seni itu memang indah? Institut memiliki banyak pemandangan menakjubkan. Kau bisa melukiskannya sesuka hati."

"Terima kasih, Tuan Muda."

Dansa berakhir dan Andiane tak pernah selega ini. Ia bergegas meninggalkan lantai dansa dan Mikhael pun mencari gadis bangsawan lain untuk diajak berdansa. Andiane sedikit membosankan untuk diajak mengobrol, bukankah begitu? Namun Andiane tidak mempermasalahkannya. Ia bergegas mencari Viktor karena dialah satu-satunya yang dikenal Andiane. Pesta ini terlalu mewah dan menyesakkan baginya.

Viktor ternyata sedang bersama seorang pria lain di sebuah balkon, membebaskan diri dari keramaian aula. Andiane menghampiri dan mata Viktor telah lama terkunci padanya.

"Kau pasti gadis manis yang mencuri hati seniorku Viktor!" pria di samping Viktor tersenyum lebar. Viktor memutar bola matanya saat pria itu memperkenalkan diri, "Jasper Price, Lady, dan aku adalah sahabat Viktor sehidup semati."

"Sehidup semati terdengar berlebihan untukku."

Andiane tertawa kecil dan balas membungkukkan badan. "Andiane Olliviare. Senang bertemu denganmu, Tuan Price."

"Oh, cukup panggil aku Jasper! Aku tidak setua Viktor yang selalu nampak muda, kau tahu?" Viktor menyenggol Jasper dan pria muda itu terkekeh. "Kalau begitu, aku akan kembali ke dalam. Alasanku kemari karena Viktor sendirian, kau tahu? Ia agaknya cemburu melihatmu berdansa dengan Tuan Muda Wyterseen."

Viktor seketika berdeham. "Kembalilah, Jasper, atau pasangan kencanmu akan mulai melupakanmu."

Jasper pun pamit tanpa sekali pun menanggalkan senyum gelinya, mendorong Andiane untuk menatap Viktor dengan penuh rasa penasaran. Pria itu justru menghindari tatapannya dengan canggung.

"Kau tidak berdansa lagi?" Ia berdeham untuk kedua kali.

"Tidak. Saya tidak mengenal siapa pun."

"Sepertinya tadi ada yang ingin mengajakmu berdansa."

"Saya tidak mengenalnya," ulang Andiane. Viktor mendengus sembari berbalik badan. Ia menghadap hamparan pekarangan di luar kastel. Andiane berdiri di sampingnya dan masih memerhatikan Viktor yang menarik napas dalam-dalam.

"Apakah Jasper juga bekerja di sini?"

"Begitulah."

"Apakah kalian dulu menimba ilmu bersama?"

Viktor tersenyum masam. "Dia beberapa tahun di bawahku, jadi ...."

"Oh! Pantas saja ia terlihat lebih muda dan begitu ceria."

Viktor mengerling.. "Kenapa kau terlihat puas? Apa kau tidak suka berpasangan dengan orang yang jauh lebih tua dan muram?"

"Saya tidak bilang seperti itu."

"Tetapi—" Viktor memotong ucapannya sendiri. Nadanya meninggi, walau ia berakhir menghela napas. "Tetapi," ulangnya pelan, "kau selalu berbahasa sopan denganku, seperti bagaimana kau berbicara dengan sang Count. Kau dengan mudahnya mengobrol santai bersama Jasper dan Mikhael. Apakah aku setua itu padamu?"

"Tidak," Andiane cepat-cepat menyanggah. "Saya—maksudku, aku, aku hanya... entahlah, itu hanya kebiasaan semenjak pertama kali kita bertemu."

"Kalau kuingat-ingat, kau bahkan tidak pernah memanggil namaku."

"Benarkah?"

"Kau tidak menyadarinya? Kau hanya memanggilku dengan tuan, tuan, dan tuan ...."

Andiane terkekeh pelan. "Kalau begitu, bisakah aku memanggilmu dengan nama?"

"Bukankah aku suamimu?"

Andiane mengangkat alis. Entah kenapa kata spesifik itu seperti sihir otomatis yang selalu berhasil membuat pipinya bersemu, apalagi diucapkan sang pria sendiri. Ia menyeringai. "Baiklah, Viktor."

Ada jeda yang tercipta ketika Andiane mengucapkannya. Viktor mengerjap. "Apa? Katakan sekali lagi," pintanya sambil mencondongkan tubuh. "Suaramu pelan sekali."

Andiane menarik napas dalam-dalam. Astaga, kenapa ini membuatnya malu? Pria ini tidak sedang menggodanya, kan?

"Viktor."

Viktor menatapnya lekat-lekat, agak lama, dan Andiane baru sadar bahwa jarak mereka tak pernah sedekat ini. Apakah ia melakukan kesalahan, atau perlu aksen khusus untuk menyebutnya? Tidak, tidak. Itu konyol, meski Andiane juga tidak mengerti mengapa Viktor menatapnya seperti ini. Lagi pula, Andiane telah lama menantikan saat ia boleh memanggil pria itu dengan nama depannya. Viktor! Bukankah itu nama yang indah? Dan ... tunggu.

Belum sempat Andiane memahami apa yang sedang terjadi, ia mulai merasakan napas mereka saling menerpa wajah satu sama lain. Andiane menelan ludah.

Mata biru pucat Viktor terlihat begitu dekat dengannya. Ini membuat Andiane terpaku akan bayangan wajahnya sendiri di mata indah itu, dan sebelum Andiane mampu mengatakan apa pun, Viktor mengecupnya.

Oh ...!

Saat Viktor kembali menatapnya, Andiane terlalu bingung untuk berkomentar. Matanya mengerjap-ngerjap. "Sepertinya Jasper benar." Suaranya serak. "Engkau cemburu karena aku berdansa dengan Tuan Muda, ya?"

Viktor mendengus geli.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top