Perjalanan Pertama


Andiane tidak menyangka. Enam mingguan yang lalu dia masih tergolek lemas di kasur, kemudian menerima berita bahwa Papa akan menjual semua barang antik mendiang Kakek Seans. Kemudian jual beli itu sungguhan terjadi, dan datang seorang tamu rupawan yang mendadak menyembuhkan penyakitnya. Enam minggu kemudian, Andiane sudah menjadi istri seseorang yang begitu asing baginya.

Sudah bertahun-tahun Andiane memendam keinginan untuk menikah dan melewati semua pesta dan upaya untuk memperkenalkannya kepada khalayak. Andiane bahkan belum pernah melakukan debut sama sekali, padahal usianya sudah melewati dua puluh tahun. Namun, sebuah pernikahan sederhana sudah dilangsungkan, dan Andiane kini resmi menyangga nama Olliviare di belakangnya.

Wah, wah. Andiane mendadak tidak merasakan guncangan kereta yang membawa mereka menuju Covac sekarang, tersemukan oleh degup jantung yang meresahkan.

"Kau tidak apa-apa, Andy?" pertanyaan Viktor mengejutkannya. Gadis itu berhenti memandang keluar jendela dan menambatkan pandangan pada sang suami, yang begitu nyaman menenggelamkan sebagian wajah di balik lilitan syal.

"Ah ... ada satu hal yang masih mengganjal bagi saya, Tuan."

"Kamu memang tidak mengerti apa-apa," klaim Viktor seketika. Ia akhirnya melepaskan syal. Andiane mengerling ke arah bibir tipisnya dan janggut tipis yang menghias rahangnya. Usia pernikahan mereka sudah satu minggu, dan selama itu pula, Andiane tak pernah menempati kamar yang sama dengan sang bangsawan.

Bahkan, kursi mereka di dalam kereta ini adalah jarak sedekat-dekatnya sejak pertemuan pertama!

"Papa dan Mamma semula enggan, dan tahu-tahu mereka mengizinkan engkau untuk menikahi saya."

"Benar."

"Ini pernikahan paling aneh yang pernah saya tahu." Andiane tak percaya harus mengucapkannya. Inilah rahasianya. Pernikahan yang mengikat Andiane dengan bangsawan Cortess itu semata-mata karena Andiane harus mengikutinya ke Covac, mendalami identitas barunya sebagai manusia setengah monster, dan satu-satunya hubungan yang melegalkan seorang gadis untuk tinggal bersama pria lajang adalah pernikahan. Tuan Olliviare jelas-jelas takkan mencoreng nama keluarga Weston dengan mengajak Andiane tinggal bersamanya tanpa ikatan resmi. Seandainya Andiane berstatus sebagai murid sebuah perguruan dan Viktor adalah seorang profesor, maka ia bisa mengajukan permohonan tinggal bersama untuk alasan yang berbeda. Sayangnya itu tidak memungkinkan.

"Semoga kau tidak terbebani dengan status ini, Andy." Viktor tesenyum tipis. "Aku hanya akan mengajakmu tinggal sementara waktu hingga aku menemukan pendamping profesor yang tepat untukmu. Jika aku sempat, aku pun akan menyekolahkanmu di institut Profesor Seans pernah mengabdi. Sampai kau mencapai segala hal yang kaubutuhkan, kita bisa menghapus ikatan ini secara baik-baik, dan kau punya kesempatan untuk menikahi pria yang kausukai, tanpa perlu mengungkit-ungkit kisah lama. Aku tetap akan menjaga kehormatanmu sampai semuanya selesai."

Andiane mengatupkan bibir. Ini memang sudah mereka bicarakan berulang kali, tetapi tetap saja Andiane butuh kejelasan yang gamblang. Untungnya, satu-satunya pria yang memenuhi benaknya sekarang adalah suami palsunya ini. "Kenapa kau berbuat sejauh ini untuk menyekolahkanku, Tuan? Ini nampaknya di luar rencana karena segalanya terjadi begitu cepat dan mengejutkan."

"Ini adalah utangku kepada Profesor Seans."

Sebuah utang yang sangat besar, eh? Namun Andiane memilih untuk tidak bertanya. Selama satu minggu Viktor menginap di rumah mereka, ia menunjukkan perubahan hubungan dengan Papa yang begitu drastis. Mereka mengobrol laiknya teman satu sekolah dahulu, kendati Papa telah berusia lima puluh sementara Viktor menikmati usia tiga puluhannya. Yah, kalau dipikir-pikir, usia Andiane dengan sang bangsawan terpaut empat belas tahun. Cukup aneh kalau Andiane ketahuan menikahi seorang pria yang jauh lebih tua daripadanya. Mungkin inilah salah satu sisi positif dari pernikahan mereka yang serba sederhana dan tak mengundang siapa-siapa. Para tetangga hanya akan mengira Andiane sedang dibawa menuju rumah tabib entah siapa lagi.

Sementara Andiane tenggelam pada pikirannya sendiri, Viktor mengawasi sang gadis dengan saksama. "Kau sudah tahu alasan mengapa keluargamu menyembunyikan ini semua sejak kecil?"

Andiane mengangkat bahu. "Mereka sepertinya masih ingin menyembunyikannya, dan Mamma pernah bilang bahwa sebaiknya saya mendengarnya dari engkau saja."

"Baiklah kalau itu yang ibumu mau," kata Viktor. Ia menyamankan posisi duduk dan menghela napas. "Dari mana aku memulai, Andy? Apa kau sudah tahu institut macam apa tempat kakekmu mengajar?"

"Institut ... Elentaire?"

Viktor mengangguk. "Eleins—sebutan populernya—adalah institut terkemuka di dunia yang hanya menampung para manusia setengah monster dan sejenisnya. Siapa pun yang terlibat, baik murid maupun staf pengajar, adalah kaum para dehmos. Kau tidak tahu ini?" Viktor mengakhiri dengan pertanyaan saat dahi sang gadis berkerut-kerut.

"Aku hanya tahu itu institut populer, tapi orang-orang tak pernah membicarakannya."

"Karena orang-orangmu bukanlah dehmos," jawab Viktor simpel. "Dan keluargamu menyembunyikan kenyataan bahwa masing-masing mewarisi Energi, yang merupakan anugerah dari para vehemos untuk manusia."

"Anugerah," ulang Andiane, skeptis. "Satu-satunya yang aku tahu adalah kakek meninggal karena beban Energi yang menggerogoti tubuhnya, jadi kukira itu bukan anugerah, Sir!"

"Barangkali itulah alasan keluargamu memutuskan untuk mengabaikan Energi yang ada di dalam tubuh mereka, termasuk tidak menceritakannya kepadamu, tanpa tahu bahwa beban Energimu ternyata paling besar di antara semuanya." Viktor melengkapi ucapan dengan helaan napas besar. Gadis itu tersenyum kalut. Akhirnya dia tahu mengapa Papa begitu syok menyadari bahwa Tuan Olliviare berhasil membangkitkan Energi di tubuh Andiane. Gadis itu curiga bahwa selama ini Papa dan Mamma menduga-duga akan penyebab asli penyakitnya, kemudian memilih untuk mengabaikannya. Untung saja Viktor datang di waktu yang tepat. Jika tidak ... Andiane mungkin akan mengikuti jejak kakeknya.

"Apakah mungkin Energi bakal hilang dari tubuh seseorang?"

"Sebenarnya tidak. Tetapi, kau tahu, Energi itu serupa parasit pada inang," jawab Viktor. "Kita adalah manusia yang diinangi Energi. Kalau aku menggunakannya, maka aku akan kuat, bahkan usiaku sepuluh kali lipat lebih lama. Namun, jika aku mengabaikannya sementara Energiku terus bergejolak, maka itu akan berbalik menggerogoti tubuhku sehingga bisa mati lebih cepat. Penggunaan kekuatan ini seperti menjinakkan tumor. Jika tidak pernah kau taklukkan, dia akan tumbuh tak terkontrol, benar?"

Viktor baru saja mengingatkannya pada peristiwa mengempaskan sebagian air danau, memecahkan seluruh kaca rumah, dan menerbangkan kelopak-kelopak bunga dari tangkainya. Andiane mendengus geli.

"Baiklah," kata gadis itu. "Aku mengerti. Apa kau juga akan mendampingiku untuk melatih Energi, atau kau akan menyerahkanku seutuhnya pada profesor yang bakal kaucarikan untukku?"

"Aku pernah menjadi asisten Profesor Seans, Andy, tentu saja aku adalah orang yang paling familiar dengan Energinya dibanding siapa pun yang akan kuperkenalkan kepadamu. Aku akan terus mengawasi dan mendampingimu."

Sempurna. Andiane memang tak sabar untuk cepat-cepat merasakan dunia pendidikan sekali lagi, menyelesaikan studinya yang belum rampung, dan mempunyai teman-teman yang baru. Tetapi ia juga tak mau memulainya seorang diri di institut para setengah monster. Viktor adalah satu-satunya orang yang bisa dipercayainya sekarang.

Andiane menguap. Ia mengintip keluar jendela dan mendapati kereta melewati gerbang pembatas desa tak dikenal. Sepertinya mereka sudah meninggalkan kota tempat tinggal Andiane beberapa saat lalu.

"Kita akan tiba di Covac besok sore," kata Viktor lagi. "Nanti malam kita akan berhenti di sebuah penginapan yang bagus di tepi kanal. Kita bisa berjalan-jalan di sana sebelum makan malam. Sampai saat itu, kau bisa tidur dahulu."

Benar. Sebaiknya ia memang tidur saja, kendati Andiane merasa agak malu karena, untuk pertama kalinya, dia akan akan terlelap di depan sang bangsawan. Sekali lagi, meski mereka telah menikah, kamar mereka tetap terpisah dan Andiane menghormatinya laiknya seorang tamu.

Dengan sedikit canggung Andiane melonggarkan gelungan rambut dan menutupinya dengan syal lebar. Ia menyamankan posisi, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk terbuai oleh goyangan lembut kereta saat melewati jalan datar yang tidak bergeronjal. Andiane belum sepenuhnya tidur, sehingga ia menyadari ada sekelebat bayangan yang mendekat kepadanya. Tercium aroma maskulin yang membuatnya nyaris bersemu, dan sepintas kemudian, Andiane merasakan Viktor tengah menyelimutinya dengan jas beludru yang biasa ia kenakan.

Bibirnya tersenyum tipis.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top