Mari Berbahagia Dahulu


19, Bulan Tanam, 1820

Pagi itu Andiane diantar pulang dengan kereta kuda. Franco menyertainya, tentu saja. Semenjak terbentuknya ikatan Unison yang luar biasa hingga mereka mencapai titik kesatuan yang sangat tinggi, Franco dan Andiane seolah seperti anak kembar tak terpisahkan. Mereka baru saja terikat selama tiga hari, tetapi Viktor dan para Lakar sudah lelah betul dengan tingkah mereka menjelang pulang.

Omong-omong soal Viktor, Franco sudah gatal sekali ingin menanyakannya kepada Andiane. Sejak kemarin gadis itu tak banyak bicara, kecuali ketika Franco berkelakar dan Andiane akan menimpalinya dengan sempurna. Meski begitu Franco sadar jika Andiane lebih banyak tersenyum selepas obrolan privasinya dengan Viktor. Kalau begitu ... tak masalah jika Franco bertanya, bukan?

"Jadi?"

"Jadi apa?" Andiane tersentak. Tepat saat itu kereta melewati gundukan yang cukup besar sehingga mereka terlonjak. Andiane pun sedari tadi melamun ke arah luar jendela. Mereka baru saja memasuki tepi Desa Westonia. Perjalanan menuju rumah Andiane kira-kira masih lima belas menit lagi.

Alih-alih bersuara, Franco tersenyum lebar penuh arti. Itu cukup untuk membuat Andiane ikut tersenyum. "Apa?" desak gadis itu lagi. "Jangan diam saja!"

"Oh, ayolah." Franco pura-pura jengah. "Pembicaraan apa pun di Kota Lakar terdengar oleh seluruh penghuninya—kecuali paviliun kemarin itu, dan beberapa, tentu saja—dan kami mendengar keinginan Viktor untuk masuk Lakar. Akhirnya, eh?"

"Kalau kau dengar, kenapa bertanya padaku?"

Franco menghela napas. "Tetapi aku tidak bisa mendengar isi hatimu, dungu. Kami cuma dengar apa yang disuarakan oleh mulut, jadi apa? Bagaimana? Kalau kau mengangguk atau menggeleng, bagaimana kami tahu?"

Andiane memutar bola mata. "Daripada itu, ternyata Viktor sejak dulu ingin masuk Lakar, ya?"

"Ya!" Franco melolong. "Dia dulu nyaris menyusulku, kau tahu! Tetapi karena aku keburu keluar dan menjadi begini, dia mulai ragu-ragu, dan ketika kakekmu meninggal seperti itu, dia akhirnya berbelok ke Aliansi!"

Andiane mendengus. "Lalu mengapa Niklaus gigih sekali mengejarnya untuk tetap masuk ke Lakar?"

"Karena dia tidak bilang alasan tentang kakekmu itu, Andy Manis, mana mungkin kami tahu? Kau tahulah betapa dia berusaha menyembunyikan semuanya sendirian selama ini sampai peristiwa kemarin itu. Memang sedikit berlebihan, tetapi setidaknya dia akhirnya sadar!"

Andiane tertawa. Oh, astaga, Franco memiliki pikiran yang sama dengannya! Tidak, orang-orang yang mengenal Viktor pun pasti akan berkata demikian! Andiane tak sabar untuk kembali bertemu dengan Alexandra dan menceritakan semuanya. Sang Profesor pasti bakal mengomel panjang lebar tentang Viktor.

Franco melirik Andiane dengan geli. Gadis itu akhirnya tertawa. "Lalu?"

"Lalu apa?"

"Kau siap kalau Viktor masuk Lakar?"

Andiane mengerjap, lantas wajahnya bersemu merah. "Kenapa kau menanyakan kesiapanku? Apa hubungannya ...." Andiane memutuskan untuk tidak meneruskan kalimatnya karena terlampau bingung. Andiane tahu peraturan akan kata-kata apa pun yang terucap di Kota Lakar akan terdengar oleh siapa pun, jadi ia berusaha tidak bersuara ... tetapi apakah Franco tahu?

"Tentu saja ada hubungannya!" tukas Franco, lantas tertawa lantang. "KARENA KALAU VIKTOR JADI SINTING SEPERTIKU, BAGAIMANA?"

Andiane terperanjat saat tawa Franco meledak-ledak. Pria itu sampai memukul-mukul kursi di samping, air mata pun merembes dari matanya. "Oh astaga! Ya Tuhan! Aku tak bisa menyingkirkan imajinasiku! Viktor yang garang menjadi sinting dan berayun-ayun di atap!"

Andiane melongo, lantas wajahnya berubah merah padam. Ia tak bisa menahan tawanya juga, meski gadis itu mengomel panjang lebar. "Pikiranmu terlampau vulgar, Franky! Hentikan itu! Oh-oh, astaga! KAU MERUSAK IMAJINASIKU!"

Mereka kemudian terus tertawa-tawa, hingga akhirnya kereta kuda melambat di depan rumah. Niklaus telah menanti di depan bersama William Weston, mendampingi seorang Lakar yang menghapus lapisan-lapisan perlindungan yang dulu dipasang oleh Franco. Ketika Andiane turun dari kereta, Papa langsung menyambutnya dengan pelukan. Gadis itu tak tahan lagi untuk terisak pelan, menyadari betapa gemetaran Papa saat berkata bahwa dua malam itu beliau tidak bisa tidur, memikirkan kabar Andiane yang harus melawan bahaya. Sekarang putri bungsunya sudah kembali, Papa benar-benar tak mau melepaskan pelukannya!

Hari itu semua rahasia terkuak di depan Andiane. Hal-hal yang selama ini dipendam Papa hingga terlupakan akhirnya muncul lagi di benak beliau. Papa bahkan berusaha mengumpulkan semua barang Kakek yang tersisa di gudang, dan kini barang-barang yang mayoritas berupa peralatan penelitian itu dibeberkan di meja ruang duduk. Sesungguhnya tidak ada yang membutuhkannya, tapi Andiane berinisiatif untuk menyimpannya. Seseorang mungkin akan senang untuk mewarisinya ... meski entah kapan lagi mereka akan bertemu.

Bersaudara Cleventine pun membuka kartu mereka. Saat Papa dan Mamma mengetahui bahwa keduanya adalah sepupu Viktor dari Dinasti Cortess, pasangan tua itu membeliak dengan ngeri.

"Kalian Cortess," kata Papa, sedikit sangsi.

"Yah," komentar Niklaus, paham dengan apa yang ditakutkan pasangan tua itu. "Tetapi, oh, Tuan William yang bijak, kukira kami berbeda dengan orang-orang besar yang engkau baca di koran-koran, sebab jika tidak, kami takkan membantu Andiane sejauh ini. Kami sangat senang untuk menyampaikan betapa kami menyayangi Andiane sebagai seorang sahabat."

Franco bertepuk tangan riang, nyaris saja menunjukkan sisi sintingnya di depan Papa dan Mamma, tapi Niklaus dan Andiane dengan cepat melotot memperingatkan. Franco langsung mengatupkan bibir.

Mamma memutuskan untuk masak besar, dan Niklaus serta Franco dilarang pulang dahulu hingga makan malam berakhir. Papa juga memaksa Niklaus untuk tetap tinggal karena ingin mengetahui bagaimana situasi pemerintahan terutama para Dewan Tinggi, walau sang pejabat dengan sangat cerdas menggunakan kesibukannya untuk segera pamit.

Malam itu, Andiane telah bertekad untuk menjauhkan diri sejenak dari hingar-bingar kehidupan yang baru. Ia sadar betul, ketika dirinya kembali ke Institut kelak, ia takkan bisa berkumpul sesering ini dengan Papa dan Mamma. Ia akan selalu berada di rumah, dan hanya keluar sesekali untuk bertemu dengan Franco dan melancarkan arus Energinya. Papa dan Mamma pun sama sekali tak mengungkit tentang Viktor. Cukuplah bisikan singkat dari Franco menjawab segala pertanyaan mereka, dan kelak, mereka yakin, Andiane pasti akan bercerita selengkap-lengkapnya saat ia siap. Toh cincin pernikahan palsunya masih melekat di tubuh gadis itu, meski telah berpindah dari jarinya menjadi liontin kalung. Entah apa maksudnya.

Andiane, tentu saja, tidak bisa kembali ke Wyterseen. Menurut Niklaus, ia tidak perlu mengkhawatirkannya, tetapi Andiane tidak mengatakan kepada siapa pun tentang obrolan terakhirnya bersama Mikhael. Beberapa minggu kemudian, dua minggu menjelang semester baru, sebuah berita terpampang besar di halaman pertama surat kabar mana pun.

'CORTESS TERPECAH BELAH, AKANKAH WYTERSEEN MENJADI YANG SELANJUTNYA?'

'PASUKAN KHUSUS ALIANSI DIBUBARKAN, LAKAR TURUN TANGAN UNTUK MENJAGA KESTABILAN CORTESS'

'OSBONARD MENYEBUT NAMA WYTERSEEN SAAT DITANGKAP; ANCAMAN TERAKHIR UNTUK WYTERSEEN YANG SEDANG MELEMAH?'


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top