Lamaran di Ambang Kematian
"Kau akan tahu." Viktor tiba-tiba mendekat, membuat Andiane seketika menahan napas dan nyaris mengambil langkah mundur. Namun, kegugupannya menahan kaki-kakinya untuk beranjak. Pandangannya tertambat pada kedua mata biru pucat Tuan Olliviare yang menyihir. "Asal engkau mengizinkanku untuk melepas belenggu di dadamu itu."
"Be ... apa?" Andiane tak sempat mencerna ucapan sang tuan dengan baik. Belenggu? Apa maksudnya belenggu di dadanya? Pria itu tidak memaksudkan ... astaga, pikiran Andiane mulai melayang kemana-mana dengan arah yang keliru.
"Belenggu," ulang Viktor. Suaranya dalam dan melenakan. "Dan sebenarnya, kau harus mengizinkan aku." Andiane baru menyadari bahwa ada desakan pada nadanya. Andiane tetap tidak bisa memberikan jawaban. Hanya Pappa dan Momma yang berhak, dan—
"Maaf," kata Andiane agak panik. Dadanya mulai nyeri lagi. "Tetapi Pappa ..."
"Nanti saja," ucap Viktor, dan sebelum Andiane mampu menolak, pria itu tahu-tahu menarik tangannya. Andiane terkesiap. "Emosimu bergejolak, Non. Ini saatnya."
Apa maksudnya? Andiane nyaris kalap saat Viktor mendaratkan telapak tangannya yang bersarung hitam di dada Andiane. Gerakan sevulgar itu membuat Andiane ketakutan dan panik, dan setengah mati berusaha menahan gejolak mengerikan di dadanya yang mulai membakar sekujur tubuhnya.
"Jangan ditahan!" pria itu menyentaknya. "Lepaskan saja. Kau tidak akan mati!"
Dan tepat ketika Andiane merasakan dadanya membuncah, jantung yang memompa kesetanan, dan luapan panas pada sekujur jemarinya, udara meledak dan menghempas sebagian air danau.
Kaca-kaca rumah pecah. Daun-daun terhempas dari pohonnya. Bunga-bunga tercabut dari akarnya. Sebagian air danau yang terempas pun mulai turun menghujani dengan deras. Samar-samar, Andiane mendengar para tamu di dalam pondok menjerit kaget. Tubuh Andiane seketika melemas. Ia nyaris jatuh dan Viktor dengan sigap memeluknya.
Andiane tak bisa berkata-kata. Yang ada di wawasan pandangnya hanyalah mata biru pucat Viktor Olliviare yang berpendar, bersamaan dengan derasnya air danau yang menghujani roknya dan jas beludru Viktor, sekaligus rasa sesak dan nyeri luar biasa di dadanya yang menghilang dalam sekejap.
Untuk pertama kali, Andiane merasa tubuhnya seperti melayang dan sangat sehat.
Ia tidak sakit lagi.
Dadanya terasa amat baik-baik saja.
Sebelum Andiane mampu memahami apa yang terjadi, orang-orang di rumah berhamburan ke taman dan meneriaki namanya. Namun yang paling membekas di ingatannya adalah senyuman Viktor di kedua matanya.
"Kau mengagumkan, Nona Weston," bisiknya. Suaranya seteduh dan sedingin air danau pada terik musim panas. Semenarik tetes terakhir rum di ujung gelas Pappa. "Aku jatuh hati padamu. Mungkin ini terlalu awal, tetapi maukah kau ikut denganku?"
Andiane membuka mulut karena ingin mengatakan sesuatu, tetapi matanya lebih cepat menggelap daripada suaranya. Andiane pun ambruk di pelukan sang tamu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top