Labirin Hidup
Andiane benar-benar mempertaruhkan nyawa saat menuruti apa yang disarankan oleh Rod. Apakah pria itu akan menduganya? Seharusnya tidak! Namun, itu adalah jalan yang paling masuk akal baginya. Dia bisa saja kembali ke kediaman Wyterseen, tapi belum tentu Viktor masih berada di sana dan menunggu dipindahkan hari Senin. Jika dinalar kembali, seharusnya Viktor sudah dipindahkan dengan cara yang paling logis; seseorang ber-Etad dengannya.
Ya Tuhan! Sudah jelas begitu!
Maka ketika Andiane muncul di sebuah lapangan terbuka, dia sudah mengira. Tubuhnya tak seimbang seperti biasa dan gadis itu langsung bersandar pada dinding sesemakan. Andiane terperanjat mendapati duri-durinya menggores jemari. Gadis itu sontak menarik tangannya, mengerjap, dan menyadari situasi yang tidak asing lagi baginya; malam hari, kabut tipis yang menggantung rendah, sesemakan tinggi yang memagari jalan sempit, dan tanah basah berbatu yang terselimuti dedaunan ....
Untuk kesekian kalinya, jantungnya yang malang berdentam-dentam.
Ini persis seperti mimpi buruknya.
Napas Andiane memburu. Kakinya otomatis melangkah mengikuti gelombang Energi Viktor yang terasa timbul tenggelam. Dia seharusnya muncul di hadapan Viktor, tetapi pria itu tak ada di dekatnya. Maka Viktor sedang bergerak ... atau digerakkan.
"Viktor bajingan," Andiane mengumpat disela isakan. Tubuhnya sakit. Gejolak Energinya mengaburkan pandangan dan mengganggu kestabilannya melangkah tegap. Andiane mempercepat langkah, frustasi saat dihadapkan pada jalanan yang bercabang di ujung belokan. Oh, sempurna—labirin!
Andiane tidak mau memusingkan diri dengan menebak-nebak mengapa Viktor harus melewati sebuah labirin berpagar sesemakan berduri, dan ... tunggu. Andiane terperanjat ketika berbelok ke tikungan buntu. Gadis itu mengernyit, berbalik lagi, tetapi arah kedatangannya telah tertutup sesemakan. Andiane berusaha mencerna apa yang terjadi, lantas menyadari bahwa sesemakan itu bergerak dan menutup jalannya.
Oh, demi Tuhan di langit!
Apakah dia sudah sampai di Medemire? Jika labirin hidup yang menyiksa ini adalah salah satu bentuk hukuman bagi para Cortess, maka cukup masuk akal baginya. Bayangan akan sekedar sekumpulan rumah terbengkalai yang mengelilingi telaga pun luruh di benak Andiane. Gadis itu merinding. Desa Medemire mungkin lebih rumit daripada bayangannya.
Andiane berusaha mengendus gejolak Energi Viktor yang gelayutnya melemah. Gadis itu tak habis pikir. Ia mencoba mengangkat tubuhnya ke udara, tetapi kakinya dengan cepat ditarik kembali ke tanah! Andiane menjerit ketika sulur-sulur berduri itu melilit kakinya, merobek kulitnya yang tak tertutup sepatu maupun rok gaun. Andiane menekan udara, lantas melibas sulur-sulur itu dengan Energi. Sulur-sulur yang terpecah itu menggeliat marah dan berbalik menyerang.
Andiane kalang kabut. Ia refleks mengangkat tangan. Potongan sulur yang menerjang ke arahnya pun terangkat ke udara, berikut sulur-sulur panjang yang berusaha menyerangnya dari bawah sesemakan. Andiane memutar tangannya dan membuat sulur-sulur itu saling berpilin dan mengerat satu sama lain. Sesemakan kemudian bergetar, dan sepetak semak yang menghalangi jalannya pun membelah.
Panik dengan situasinya, Andiane berlari sekencang mungkin. Oh! Kalau begini caranya dia takkan bisa menemukan Viktor dengan cepat!
"Viktor! Viktor sialan! Di mana kau?!"
Andiane berhenti lagi saat jalan bercabang di depannya kembali ditutup oleh sesemakan yang merambat. Gadis itu frustasi. Ia berusaha menenangkan diri, kemudian mencoba merasakan udara di sekelilingnya. Ya, kelebihannya sebagai dehmos Energi udara adalah ini; dia bisa merasakan apa pun di udara! Ia memejamkan mata, berkutat berkonsentrasi, sekaligus menghalau sulur-sulur yang mencoba melilit kakinya lagi.
Ada gelombang Energi yang bergejolak di dekatnya. Tidak hanya satu, melainkan dua, dan Andiane yakin Viktor sedang dibawa oleh seorang anggota Aliansi. Namun, bagaimana caranya keluar dari sini? Andiane tak bisa melontarkan dirinya ke udara. Sulur-sulur itu akan menahannya dan lebih banyak duri yang bakal menancap di kulit. Kakinya mulai berdarah-darah, dan Andiane kesulitan mengabaikan rasa sakitnya.
Yah, sepertinya tema malam ini adalah mempertaruhkan segala sesuatu, bukan? Lagi pula, seperti kata Tuan Kastor; jangan ditahan.
Maka Andiane meregangkan otot, menghembuskan napas, dan meletakkan telapak tangannya di tanah. Ia menyaksikan dengan ngeri sulur-sulur itu mengejarnya bagaikan ular yang mendesis marah. Namun, sebelum sulur-sulur itu mencapainya, Energi Andiane meledak, mengempaskan seluruh sesemakan hingga daun-daunnya bertebaran bagaikan badai. Sulur-sulur tercabut dari akarnya, melayang bebas di udara, dan Andiane akhirnya dapat melihat tiga sosok yang berjalan menyusuri labirin tak jauh darinya. Para Aliansi itu mengapit Viktor di lengan-lengan, dan mereka terpana dengan gelombang terpaan itu. Kedua pria tersebut menoleh menatap Andiane dengan horor saat menyadari bahwa sebagian labirin besar itu terempas.
Andiane lebih terkejut dengan kenyataan bahwa labirin itu adalah satu-satunya jalan yang berujung pada sejumlah rumah yang saling berhadapan di sisi telaga, dan ada satu lagi Aliansi yang menunggu.
Andiane mengumpat jengkel. Ia menerjang para Aliansi itu dengan marah. Mereka pun memilih untuk balas menyerang dan menjatuhkan Viktor yang tak sadarkan diri. Gelombang udara Andiane saling menghantam dengan Energi asap mereka. Andiane berulang kali nyaris terkena tombak-tombak asap yang tercipta dari tangan-tangan besar itu, dan ia melontar balik dengan menekan udara. Mereka meraung marah, dan bersamaan dengan itu, sesemakan yang terempas kembali tumbuh, bahkan jauh lebih tinggi, dan sulur-sulur duri menggeliat keji. Andiane dan kedua anggota Aliansi itu terperangah. Mereka saling melawan sembari menghindari serangan-serangan sulur yang berusaha menusuk tubuh mereka.
Ini gila!
"AH!" Andiane menjerit saat bola api hitam tiba-tiba menerjang punggungnya. Beruntunglah Energi Andiane menghalaunya, tetapi suhu panas yang terasa membakar membuat Andiane melonjak kaget. Rod! Rod muncul dari asap hitam yang menggumpal. Wajahnya merah padam, dan saat Rod baru saja akan menerjang Andiane, muncul kobaran api besar lain yang melahapnya. Namun, percuma! Rod adalah pemilik Energi api, dan saat Franco muncul untuk menghajarnya, para pria itu bergulat.
"Andy! Viktor!"
Andiane teringat akan Viktor yang tergolek lemas di tanah. Gadis itu berbalik, menyadari bahwa kedua pria Aliansi tadi kini bergegas meraih Viktor duluan. Andiane mendorong tubuh-tubuh itu dengan sentakan udara yang kuat. Mereka terlempar sekali lagi, berikut sulur-sulur yang berusaha menggapai-gapai, dan Andiane langsung menjatuhkan diri di samping Viktor. Ia tak mampu mengendalikan Energinya saat mencapai tanah.
"Viktor, Viktor!" seru Andiane frustasi. Ia meraih wajah yang pucat itu dan nyaris menangis melihat kondisinya. Viktor tampak telah mati! Tetapi tidak, Andiane masih bisa merasakan gelombang Energinya yang lemah tak berdaya. Dia menarik pria itu mendekat dan menangkupkan tangannya di dada Viktor. Dia berusaha mengirimkan gelombang Energinya. Oh Tuhan! Beruntunglah Viktor memiliki Energi suhu yang berakar pada Energi udara! Tubuh Viktor mulai menghangat, tetapi Andiane makin panik saat sulur-sulur itu kembali merambat dengan marah ke arahnya. Andiane melibas sulur-sulur yang mencapai kakinya, sementara tangan satunya menekan lebih kuat pada dada Viktor agar Energinya cepat berpindah.
Ketika Viktor tiba-tiba mengejang dan matanya membeliak lebar, Andiane terkejut. Pria itu sontak menatapnya dengan kaget, seolah-olah ia baru saja tersadar dari hipnotis yang panjang.
"Oh, Viktor! Syukurlah!"
"Andy?" suaranya serak tidak karuan. Tenggorokannya terasa tersayat-sayat. Wajahnya yang pucat, serta kulitnya yang sedingin mayat, telah bersemu merah dan kembali seperti sedia kala. Transfer Energi dari Andiane membuatnya semakin kuat dan bertenaga, dia bahkan mampu menggerakkan tubuhnya dengan cepat. Viktor kemudian buru-buru bangkit, sedikit terhuyung-huyung saat berusaha menyeimbangkan diri, sementara Andiane sibuk menghalau sulur-sulur itu mencapai kakinya.
"Oh, astaga!" Andiane memekik saat lebih banyak sulur menghampiri mereka. Gadis itu terheran-heran dengan jumlahnya yang mendadak sangat banyak, dan tidak hanya menerjangnya saja, sulur-sulur itu kini menerjang Viktor!
Andiane terkesiap.
Tunggu sebentar ... Dia menyadari sesuatu!
Andiane baru saja akan mengatakan sesuatu, saat bola api menghantam tanah di dekat mereka. Keduanya melonjak kaget dan terguling ke sisi yang berbeda. Rod datang dengan emosi bergejolak di matanya, kebencian menguasai saat menatap Viktor yang kembali sadar.
Di mana Franco?
"Frank!" Andiane menjerit saat Rod melempar lebih banyak bola api, dan untungnya bola-bola itu terhalang oleh sulur-sulur yang kini menjulang lebih tinggi. Sulur-sulur hidup keparat ini menyerang siapa pun tanpa pandang bulu, dan pada akhirnya, mereka bertiga sibuk melawan sulur-sulur sembari berusaha melemparkan Energi mereka untuk menyerang satu sama lain.
"Di sini, Andy! Di sini!" Franco berseru. Suaranya dari atas. Andiane melihatnya melayang-layang di udara dalam kungkungan asap api. Matanya melotot dalam kengerian. "Sulur-sulur itu mengincar Energimu!"
Benar! Ucapan Franco menguatkan dugaan Andiane. Ia menoleh menatap Viktor yang kewalahan bergulat dengan sulur-sulur itu karena Energinya belum bangkit seutuhnya, selain arus deras yang ditimbulkan oleh Andiane.
Gadis itu mengangkat tangan. Ia menelan ludah sementara benaknya bergejolak dalam pertengkaran yang hebat.
"Viktor!" seru Andiane, dan saat pria itu menoleh menatapnya, kedua matanya yang pucat itu membeliak. Andiane mengacungkan telapak tangan ke arahnya, dan udara di sekeliling Viktor terasa tersedot.
"Tidak, Andy—"
"Jangan!" Franco menabrakkan dirinya ke arah Andiane. Keduanya berguling dan Andiane mengumpat kaget. Franco menjerit di wajahnya. "Kalau kau sedot Energinya lagi, Viktor bakal mati sungguhan!"
Andiane terkesiap. Tepat saat itu matanya melihat ke balik punggung Franco. Sulur-sulur dengan tubuh yang lebih besar dan duri-duri sebesar telapak tangan telah menjalin sempurna di atas mereka, membentuk kubah yang semakin lama semakin mengecil. Andiane menahan napas ketakutan.
Dia dan Franco akan mati diremukkan kubah duri!
"Andy!" kata Franco lagi, kedua tangannya menangkup wajah Andiane. Ujung jemarinya menyentuh kulit pelipisnya yang dibakar Rod tadi dan gadis itu sontak menatapnya dengan ngeri.
"Andy, dengarkan aku!" kata Franco. Kubah itu makin mengecil. "Andy, jangan lihat yang lain! Tatap aku!"
Andiane tak tahu apa yang harus dilakukan selain menyadari bahwa dia dan Franco akan mati. Ia tak bisa melihat apa-apa! Kubah itu tak menyisakan celah sedikitpun agar cahaya malam yang remang merembes masuk. Hanya kegelapan pekat, tanah basah, desakan tubuh Franco yang berat di atasnya, dan suara duri-duri yang merobek pakaian Franco hingga pria itu melolong kesakitan. Mata Andiane basah oleh air mata.
Oh, dia akan mati ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top