Kemauan Cleventine


19, Bulan Awal, 1820

Mikhael Wyterseen ingin menemui Andiane. Sudah cukup lama sejak gadis itu terakhir kali mengikuti rombongan sang tuan muda. Ia dengan cerdas menggunakan alasan jadwal yang padat, atau kebutuhan melatih Energinya yang masih 'mentah', dan Mikhael memakluminya dengan tidak sabar. Sering kali Mikhael melayangkan surat, menginginkan Andiane untuk segera muncul lagi. Terakhir kali surat dikirimkan oleh salah satu pengikutnya, Mikhael menegaskan bahwa Andiane harus menemuinya segera. Peristiwa Osbonard membuatnya kalang kabut dan harus membentuk Unison secepat mungkin.

Andiane tak terlalu mempermasalahkannya kini. Toh, dia sudah bisa mengontrol Energinya agar tidak membeludak.

Mikhael, sebagaimana anak sang Kepala Institut dan Dekan, memiliki tempat peristirahatan tersendiri. Bukan rahasia lagi jika Institut menyediakan paviliun-paviliun yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, tetapi Mikhael menginginkan satu paviliun baginya sendiri. Letaknya paling tinggi, melayang di udara dengan kolam yang airnya mengalir hingga ke dasar. Kubah marmernya beraksen keemasan, dan bunga-bunga bercahaya lumen menyulur indah pada pilar-pilar. Andiane merasa seperti memasuki kawasan raja ketika menaiki tangga melingkar menuju paviliun itu. Gadis-gadis—atau yang biasa disebut dayang-dayang oleh para murid yang mencemooh Mikhael—berjubel di paviliun yang sempit. Mereka membaca, sebagian mengerjakan tugas Mikhael (apa?) dan sang tuan sendiri sedang menantang seorang murid laki-laki bertubuh kekar untuk beradu Energi. Murid itu terlihat bosan sekaligus tertekan. Dia pasti kuat, tetapi mengalahkan Mikhael berarti ia harus menghadapi konsekuensi yang lebih berat. Jika ia mengalah, maka harus menanggung malu. Andiane merasa kasihan padanya.

"Tuanku," seorang dayang yang menyadari keberadaan Andiane berseru. "Tuanku, Weston telah datang."

Mikhael, yang nyaris melontarkan serangannya kepada murid lawannya, langsung menoleh. Energinya padam, membuat pria di seberangnya menatap Andiane dengan berharap. Andiane berusaha mengacuhkannya. Tiba-tiba saja ia merasa Mikhael ingin menantangnya karena wajahnya yang berseri-seri.

"Weston! Akhirnya, akhirnya. Kemarilah! Minggir kau, Archibald."

Archibald menyingkir dengan senang hati. Andiane lantas mengenalinya sebagai Unison pertama Mikhael yang baru diikat selama satu semester. Nampaknya Archibald sudah sangat lelah dengan kecongkakan Mikhael, sayang tak ada yang sanggup dia perbuat. Andiane sering mendengar namanya disebut-sebut saat awal semester, dan ternyata itulah sosok Unison pertama Mikhael.

"Cepat, Weston! Tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan. Lantas kutantang kau untuk beradu dengan Archibald."

Andiane refleks bertukar tatap penuh kengerian dengan Archibald. Oh-oh. Sepertinya mereka memiliki pikiran yang sama, walau tak ada yang berani berkomentar.

Andiane memaksakan senyum. Ketegangan sontak merayapi seluruh tubuh. Ia harus melawan Archibald! Apa yang harus ia lakukan? Menolak? Ia tidak pernah menggunakan Energi untuk melawan sesuatu, apalagi seseorang! Selama ini Alexandra dan Viktor hanya melatihnya untuk menekan Energi agar tidak bergejolak berlebihan, dan selebihnya melakukan hal-hal remeh.

"Tapi, Tuan Muda, apakah aku harus melawan Archibald?" tanya Andiane kalut.

Mikhael berkacak pinggang. Ekspresinya menyiratkan seolah-olah Andiane bertanya apakah ia perlu berbilas dengar air. Pertanyaan itu mengundang kekehan geli para gadis.

"Weston yang Manis! Kau tahu apa yang terjadi di Aula Ardale beberapa saat lalu, bukan, dan siapa yang menjadi target di sana? Kami! Dan itu adalah aib yang besar bagiku. Maka itulah aku harus segera mengumpulkan Unisonku, dan Archibald seorang diri tak bisa mengimbangiku! Jika pola Energimu serupa dengan Archibald, maka kukira itu sudah cukup. Aku tak perlu kepayahan mencari-cari lagi selain melatih kalian!"

Andiane mendesah. Oh, biarlah itu menjadi urusan nanti. Selama efek dari ramuan penekan Energi Alexandra masih mengalir di dalam tubuhnya, Andiane yakin tak perlu cemas.

Gadis itu pun memejamkan mata, memanggil Energinya dengan lembut serupa membangunkan singa yang terlelap. Ketika gejolaknya mulai mengalir di sekujur tubuh, Andiane mengonsentrasikan ujung-ujung jemarinya. Ia mengangkat kedua tangan, merasakan asap hitamnya menyulur dari bawah sepatu.

Andiane mendengar napas-napas yang tertahan. Ia membuka mata. Kedua bola matanya yang cokelat cerah kini bersemu hitam. Asap menyelubunginya makin besar, kuat, dan meluber pada lantai paviliun. Para gadis beranjak ketakutan.

Ekspresi Mikhaellah yang membuat Andiane sontak berhenti mengalirkan Energi. Sang tuan muda melotot. Mulutnya menganga tanpa suara, dan kendati Archibald juga menyerupakan ekspresi sejenis, tetapi mereka memiliki makna yang berbeda. Archibald takjub, sementara Mikhael nampak jengkel.

"Yang benar saja, Andiane Weston!" serunya tak percaya. "Apa kau seorang Aliansi?"

Andiane terbengong-bengong. Gejolak Energi di dalam tubuhnya padam.

"Apa?" tanyanya tak percaya. "Kau barusan bilang apa, Tuan Muda?"

"Apa kau bekerja untuk Aliansi?" Mikhael menghampiri dengan langkah lebar. "Lantas untuk apa kau kemari; mengerjaiku?"

Andiane sama sekali tak mampu menjawab selain menerima berbagai pertanyaan di benak. Satu-satunya yang sanggup terlontar dari mulutnya adalah: "Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

Mikhael mengernyit. Ia terdiam sejenak, berusaha memahami ekspresi Andiane yang murni kebingungan. "Lalu? Mengapa kau memiliki Energi seperti mereka?"

Andiane tak memercayai ini. Pikirannya sedang dipenuhi oleh keinginan untuk menceritakan Mikhael tentang kejadian yang melibatkan Rod, tetapi Mikhael tak perlu tahu soal ini.

"Apakah asap hitam itu?"

"Ya, tidakkah kau tahu?" pertanyaan Mikhael direspons dengan gelengan. Sang tuan muda makin keheranan. Amarahnya mereda. "Klan saudara kami ... Erfallen, yang merupakan pemilik asli para Aliansi itu ... meminjamkan mereka untuk melayani kami. Kau tahu Erfallen? Itu klan para pemilik Energi asap hitam dan bayangan yang sesungguhnya! Begitu pula dengan para pekerja mereka! Persis seperti yang kaupunya, Andiane Weston, dan tak ada yang memilikinya selain para Aliansi."

"Kecuali," tambah Mikhael dengan alis terangkat. "Kau sebenarnya adalah keturunan para Erfallen. Maka, wah! Kau adalah seorang Lady yang lebih mulia daripada aku!"

Andiane menelan ludah. Tak ada jalan lain. Dia harus mengatakannya sebelum Mikhael memercayai hal-hal yang lebih ngawur. "Bukan, Tuan Muda! Aku sungguh-sungguh hanya dehmos biasa. Dan, sebenarnya, ada yang terjadi sebelum kita bertemu. Seorang Aliansi menyerangku," kata Andiane dengan terbata-bata. "Dan dia ...."

"Ah, sudahlah." Mikhael mengangkat tangan. Ia sudah kembali bosan. "Aku tak mau tahu, jadi jangan membuatku semakin pusing! Aku paham intinya; dia menyadari kekuatanmu yang murni dan menjadikanmu bagian dari Aliansi! Ini bukan yang pertama kalinya, setahuku, tetapi kenapa harus terjadi padamu?"

Andiane tak tahu, tentu saja. Sehingga Mikhael menyuruhnya bergegas pergi. Andiane bersyukur. Lagi pula untuk apa ia berlama-lama di sana? Selama perjalanan Andiane merasakan kepalanya panas. Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi benaknya semakin keras bergaung.

Kalau begitu, apakah Rod telah menjadikan Andiane bagian dari Aliansi?

Selain itu, bukankah Viktor tahu dengan Energinya? Lantas—dan di sinilah letak keterkejutan Andiane—mengapa Viktor diam saja?

Apa maksud Viktor?

Andiane baru saja berbelok menuju lorong asrama ketika Franco mengejarnya. Andiane tahu itu adalah Franco bahkan tanpa menoleh. Siapa lagi yang berderap di lorong, meneriaki namanya dengan melengking, dan membuat murid-murid yang berpapasan dengan Andiane berjengit?

Andiane mengangkat tangan, tepat sebelum Franco menampakkan wajah di depan sang gadis. "Tidak, Frank. Kau tahu betul betapa marahnya dia kepadamu, jadi tolong jangan buat keributan."

"Aku tahu, aku tahu," kata Franco riang. "Tetapi aku melihatmu barusan, dan beruntunglah engkau tidak disuruh mengikat sumpah dahulu!"

Andiane berhenti melangkah. Dia melotot kepada Franco. "Kau mengikutiku?"

Franco mengedarkan pandangan ke segala arah sembari terkikik. "Kau sudah berjanji untuk menjadi Unisonku, dan kita belum memutus sumpah, jadi aku khawatir! Itu tidak boleh, Andiane, ini seperti bermain di belakang Viktor ... kau berkasih sayang dengannya tetapi masih mencoba menarik hati lelaki lain!"

Andiane melotot. "Kau tidak ...," suaranya meninggi, lantas menyadari bahwa itu percuma saja karena tak ada yang mau memerhatikan siapa pun lawan bicara Franco Cleventine, dan ia menghela napas. "Sudahlah, Frank," katanya pelan. "Aku memang tidak berniat untuk menjadi Unisonnya, dan itu lebih baik bagiku."

"Tetapi kenapa kau murung betul? Aku nyaris senang saat kau bilang begitu, kau tahu."

"Sungguh kau bakal senang?" Andiane ingin sekali menangis. "Apa kau senang mengikat sumpah dengan seorang calon anggota Aliansi?"

Franco mengerjap. "Ya? Tak masalah."

Andiane terhenyak. "Apa jangan-jangan kau sudah tahu jika Energiku ditandai oleh mereka?"

"Tidak," respons Franco murni jujur. Entah kenapa Andiane tahu saja. "Aku tidak kenal mereka dan aku tidak mau tahu. Mereka jahat pada Nik. Siapa pun yang jahat pada kakakku maka bakal jahat padaku juga, bahkan lebih! Ah, tapi Viktor pengecualian."

Andiane mengernyit. "Viktor bukan Aliansi."

Franco nyaris membuang muka. "Yahhh, mereka sama-sama bekerja pada Wyterseen busuk itu, bukan?" iatersenyum lebar. "Dan, aduh! Kau membuatku lebih cepat didepak saja. Apa kau juga mau menyusulku dengan membicarakan mereka seperti ini?"

Gadis itu jadi kalang kabut, panik jika ucapannya akan terdengar oleh entah siapa, dan reaksinya membuat Franco tergelak. Sadar bahwa Franco sekadar mengusilinya, wajah Andiane berubah merah padam. Ia pun meninggalkan pria itu tertawa-tawa di lorong sendirian.

"Enyahlah, Cleventine."

"Dasar gila."

Franco berhenti tertawa sewaktu mendengar komentar sekelompok murid lelaki melintasi lorong. Mereka terkekeh geli. Siapa mereka? Franco bahkan tak mengenalnya ... oh, lihatlah warna dasi itu! Mereka masih murid baru. Astaga! Mereka bahkan sekarang berani mengata-ngatainya? Mereka kira mereka siapa? Mereka pasti belum tahu siapa Franco!

Franco memutar bola mata. Ia menjentikkan jari, mengirimkan bola-bola api yang menerjang rambut para murid itu. Mereka mengumpat, meneriaki siapa pun yang memiliki Energi air untuk menyiram rambut mereka. Ketika api-api itu berhasil padam, mereka mencari Franco sekali lagi, tetapi sang pria sinting telah menghilang.



Franco muncul di depan sebuah bar.

Bar itu tenang dan ramai oleh staf-staf dewan. Para pria dan wanita berseragam elegan berulang kali melintasi pintu, tidak mengacuhkan Franco yang memandang mereka satu persatu. Dimana kakaknya? Dia bisa muncul di sini karena mengikuti gelombang Energi Niklaus, tetapi Franco tak mau masuk ke dalam bar itu.

Ia nyaris saja akan berjongkok seperti para gelandangan, ketika pintu berayun dan terdengar hela napas familiar. "Sudah kuduga kau kemari."

"Aku bersyukur betul kau tidak di kantor! Aku mempertaruhkan nyawaku zap sana-sini." Franco beranjak dengan riang dan mengekori Niklaus yang menjauh dari bar dengan kantong kertas di tangan. Franco mengendus aroma kue-kue yang sedap dan hangat ... oh, lezatnya!

"Kau memang bandel, mesti kubilang berapa kali agar tidak menemuiku dengan cara seperti itu? Para Lakar meningkatkan lapisan pertahanan di kantor. Siapa pun yang muncul tanpa izin akan melebur."

Franco bergidik. "Ow, seru."

"Kenapa kau menemuiku?"

"Eh! Ternyata Andy memang tidak tahu kalau Viktor seorang Aliansi."

Niklaus mendengus.

"Aku nyaris keceplosan!"

"Terserah kalau kau mau ikut campur urusan mereka sejauh itu."

"Tidak. Tidak seru. Aku lebih suka rencanamu."

Niklaus berhenti di taman samping gedung dewan yang mahabesar. Seringai yang terpatri di bibir Niklaus membuat Franco girang. Sudah lama sang abang tidak tersenyum kepadanya seperti ini!

"Itu sudah terjadi," kata Franco, memerhatikan kakaknya menarik sebuah kursi dan duduk. Ia membuka kantong kertasnya yang menguarkan asap lembut nan wangi. Franco menelan ludah. "Andy telah menemui si tuan cunguk itu dan, benar saja, dia menuduh Andy sebagai bagian dari Aliansi. Karena Andy kebingungan total, kuasumsikan Viktor memang tidak bilang apa-apa padanya. Sama sekali! Namun, gadis itu mungkin sama dungunya dengan Viktor, atau dia memang sangat kebingungan! Dia masih percaya Viktor adalah non-Aliansi. Sepertinya ia lupa jika Viktor muncul di Aula Ardale dengan asap hitam."

"Aku tidak akan mengatai Andiane dungu," kata Niklaus sembari menggigit kue pertamanya. Franco tak sungkan-sungkan lagi untuk menganga lapar. Niklaus menyodorkan kantong kertas yang masih berisikan tiga potong kue hangat. "Dia bakal mengingatnya. Setiap hal yang janggal pada Viktor akan membuat Andiane ragu-ragu, sebab kita sudah memperingatkannya untuk lebih waswas."

"Dia mulai ragu-ragu." Franco mendesis girang. Ia mengambil sepotong kue kering bertabur almond. "Hubungannya dengan Viktor juga mencapai titik rumit. Mereka saling jatuh cinta! Dan sebagaimana rasa cintaku padamu, aku pasti akan berusaha membelamu meski kau menentang 399 Dewan Tinggi di sini!"

Niklaus menatap Franco dengan sebal, kendati ia tak bisa menyanggahnya. Gambaran itu sangat tepat, dan selain sesuai dengan situasi sang adik sendiri, kenyataannya itulah yang kemungkinan besar akan dilakukan pada Andiane.

Dia hanya percaya pada Viktor, satu-satunya orang yang selalu menyertai Andiane sejak awal. Namun, Niklaus dan Franco telah muncul di kehidupan Andiane, yang berusaha keras untuk tidak terlalu mencampuri urusan mereka sehingga Viktor tak perlu datang lagi. Setidaknya, cukup untuk menggoyahkan kepercayaan Andiane.

"Sekarang kita butuh memastikan satu lagi," kata Niklaus. Dia menyeruput kopi cokelat, yang sekali lagi dipelototi Franco sembari menelan ludah. Niklaus tak menawarkan yang satu ini. "Apakah Andiane cukup berani untuk bertanya pada Viktor, atau akan datang kepada kita? Kalau dia benar melakukan hal yang pertama, maka kita harus bersiap-siap."

"Kalau dia diam saja?"

"Tidak mungkin," kata Niklaus. "Dia hanyalah dehmos selubung yang belum sepenuhnya paham dengan dunia barunya. Dia sudah sadar betul betapa berbahayanya dunia ini jika cuma berdiam seorang diri, maka dia bakal bergantung pada siapa pun yang paling dipercaya. Jika Viktor tak lagi masuk ke dalam pilihan, maka kita yang akan menjadi nomor satu. Profesor nenek yang mereka tinggali tak masuk ke perhitungan. Dia berada di pihak Viktor sejak awal."

"Oh!" Franco bertepuk tangan girang. "Baru kali ini aku bangga akan hubunganku yang buruk dengan sepupuku!"


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top