Dan, Rindu yang Tersayat
Ekspresi Papa dan Mamma menegaskan ketakutan Andiane. Mamma langsung menghambur ke arah gadis itu, memeluknya dengan erat hingga Andiane terperangah. Mamma gemetaran. Beliau menangis di pundak Andiane dan membuatnya berang, terlebih-lebih ketika Papa menghampiri dengan tidak percaya. "Kau mengenalnya, Andy?"
Andiane menatap Papa dengan kebingungan, apalagi Mamma tengah terisak di bahunya. Andiane tercenung memandang ke arah Rod yang menandaskan sup dengan tenang.
"Apa yang kau lakukan di rumahku?" Andiane nyaris memekik. "Kenapa kau bisa ada di sini? Sejak kapan?"
"Sejak Institut tutup untuk hari libur. Nah, kira-kira kapan, Andiane? Dua hari yang lalu?" Rod berdiri dari kursinya. Ia meletakkan mangkuk itu di tempat pencucian dan mengambil segelas air di teko. Ia terdengar begitu santai, berkebalikan dengan penghuni rumah yang merasa jantung mereka bisa meledak kapan saja. Rod bersandar pada konter dan menatap Andiane dengan heran. "Seandainya kau pulang lebih awal, pada hari pertama, maka semua akan terurus lebih cepat."
Andiane melotot. Tiba-tiba saja kengerian yang berbeda merayapinya. Apakah dia tahu jika Andiane dan Viktor sedang bersama? Andiane merasa posisinya sedang terancam betul, karena memang begitu adanya, dan ia menepuk-nepuk pundak ibunya dengan kalut.
"Bagaimana kau tahu kalau aku tinggal di sini?"
"Siapa yang tidak tahu?" Rod mendesah. "Aku dulu bekerja bersama kakekmu!" dia mengerling kepada Papa dan melanjutkan, "Aku hapal betul wajahnya ... wajah anak-anak yang selalu dibanggakan Profesor Weston kepada kami! Karena itulah tidak susah bagiku menemukan kediamanmu, William Weston, karena betapapun kau mencegah diri untuk tidak menggunakan Energimu, aku bisa mengendusmu."
Mamma mencengkeram Andiane lebih erat, membuat gadis itu berjengit. Andiane menatap Papa yang tak sanggup berkutik di tempatnya. Ini tidak biasa. Papa adalah orang yang cukup emosional dan mudah marah, tetapi beliau hanya diam saja. Situasi seperti ini membuat Andiane ingin menyerang Rod, tetapi ia tahu itu tidak mungkin.
Rod adalah penandanya.
"Jangan menakut-nakuti kami, Rod." Suara Andiane bergetar. "Kalau kau ada urusan denganku, jangan ganggu orang tuaku."
"Aku tidak berniat mengganggu." Rod mendesah. "Aku berulang kali bilang bahwa aku harus menempatkan orang tuamu pada posisi lebih aman, tetapi mereka tidak percaya padaku."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku," kata Rod, dan cukup riang untuk mengatakannya seolah telah lama menantikan pertanyaan itu dilontarkan, "Viktor kesayanganmu yang sialan itu sudah menempatkan kalian semua dalam bahaya. Tidak percaya? Dia membangkitkan Energimu, menyalahi aturan keluargamu, dan sekarang kau masuk ke Institut, mengekspos Energimu yang masih mentah begitu saja."
Andiane merasa sesuatu di dalam dirinya runtuh, dan itu membuat amarahnya makin menggelegak.
"Kau bisa bicara sesukamu karena kau tidak mengerti apa yang terjadi, Rod!"
"Memang kau mengerti?" Rod balas bertanya, membungkam Andiane. "Memang kau mengerti alasan mendiang Profesor Weston memilih untuk menahan Energinya hingga mati? Tidak, Andiane. Karena akulah yang tahu—akulah yang bersamanya sampai ajal menjemput, bukan seperti Viktor yang pergi begitu saja setelah lulus dari Institut. Viktor tidak tahu apa-apa, lantas kembali begitu saja dan memutuskan untuk membawamu pergi. Tidak, Andiane. Kegegabahan Viktorlah yang menempatkan kalian semua dari bahaya, dan aku—yang selalu menemani mendiang Sean Weston hingga wafat—tahu mana yang lebih baik untukmu dan keluargamu."
Andiane melongo tak percaya. Ia ingin sekali tidak mendengarkan ucapan Rod, tetapi semua kata-katanya seolah mengisi kekosongan yang tidak bisa dijawab oleh Viktor, dan itu sangat masuk akal! Andiane mengerling kepada Papa, lantas menyadari bahwa arti tatapan beliau menegaskan bahwa Papa memang mengenal Rod.
Namun, beliau takut, dan Andiane kehilangan arah.
"Apa maumu?"
"Sederhana," kata Rod. Dia mengarahkan telunjuknya kepada Andiane, dan gadis itu merasakan gejolak Energinya memanas. Ia terkesiap, lantas cepat-cepat mendorong Mamma agar menjauh darinya tanpa menyakiti beliau, tepat ketika asap hitam menyulur dari bawah kakinya. Mamma menjerit, berlari ke arah Papa, dan kedua orang tuanya menyaksikan Andiane dengan ketakutan yang tak terkira.
"Kau sudah kutandai," kata Rod. "Bergabunglah dengan Aliansi, pelajari apa yang dirahasiakan Viktor kepadamu, dan lindungi keluargamu dengan benar sesuai keinginan Sean Weston. Viktor tidak tahu apa-apa dan melenceng jauh dari segalanya, Andiane, maka luruskan itu semua. Sekarang, sebelum keterlambatan ini semua menjadi sesuatu yang tak bisa diubah lagi."
Andiane tak bisa berkutik. Ia juga tak mampu mengendalikan Energinya sendiri! Energi itu terus bergejolak, semakin besar, dan semakin tidak terkontrol, membuat kedua orang tua Andiane histeris saat asap hitam mulai menyelimuti seluruh dapur.
"Hentikan itu!" Papa melolong.
"Anakku!" Mama meraung. "Apa yang terjadi padamu?
Andiane tidak kuat melihatnya! Pria ini licik, menyebalkan, dan Andiane tak bisa melawannya saat ini!
Maka gadis itu mendesiskan kesanggupan, dan Rod dengan segera meredam gejolak Energi Andiane. Asap hitam yang menyebar menghilang dalam sekejap seolah-olah hanyalah ilusi. Mamma nyaris pingsan, dan Rod membiarkan Andiane berderap menolong sang ibu dan membopongnya ke kamar.
Andiane kembali ke ruang duduk tak lama kemudian. Papa mengotot terus menemani Rod, karena takut entah apa yang bakal dilakukan dehmos itu. Padahal Rod tidak melakukan apa pun. Kalau dilihat-lihat, sedari tadi Rod justru mencuci mangkuknya sendiri, mengambil minum, dan hanya duduk-duduk selebihnya. Namun, aura Rod yang menggelora pekat, serta ancaman yang dibawanya, membuat kedua orang tua Andiane tak tahu mana yang benar.
Papa mungkin membenci Viktor sekarang, tetapi bukan berarti Rod akan masuk ke dalam daftar orang yang dipercayainya.
Saat Andiane menempatkan diri di antara Papa dan Rod, tak ada yang berkata-kata. Rod hanya bersandar pada punggung sofa dan memainkan jemarinya, sementara Papa menyandarkan pelipis pada tangannya. Oh, Andiane sungguh merindukan Papa, dan merasa hatinya hancur saat pria tua itu terlihat rapuh! Sayang, Andiane tak bisa memeluk sang ayah. Belum, belum jika Rod tidak beranjak dari rumah ini dengan segera.
"Tidak bisakah kau menyampaikannya sekarang?" kata Papa, suaranya bergetar. "Kenapa kau harus menyembunyikannya sejak dulu? Kau bisa sampaikan kepadaku mengapa ayahku bersikeras seperti itu. Kau tidak perlu menahan diri hingga putri bungsuku sudah sebesar ini, dan ketika kau merasa semuanya terlambat! Kau bisa saja mengatakannya kepadaku dan membiarkan aku menuntaskan semuanya."
"Seandainya semua bisa dilakukan semudah itu, William Weston, aku akan melakukannya sejak dulu." Rod memutar bola mata. Mendengar cara mereka mengobrol, Andiane baru menyadari bahwa usia Rod dan Papa sesungguhnya tidak terpaut cukup jauh. Kalau begitu, Viktor juga! Namun, entah kenapa, Andiane merasa Rod dan Viktor sungguh berbeda. Viktor masih ... kekanakan.
Hei. Kenapa Andiane jadi berpikir seperti ini?
"Lantas!"
"Kau mungkin lupa, saat pemakaman ayahmu, aku telah mengatakannya kepadamu dan adik-adikmu. Tetapi kau menolak, bersikukuh bahwa Energi kalian bisa lenyap. Kau, dan niatmu itulah yang melenyapkannya," kata Rod. "Tetapi siapa sangka ternyata bayi Andiane menyimpan Energi itu? Bahkan semua itu masih misteri hingga sekarang, terlebih dengan Energinya yang semakin membengkak hingga menyakitinya." Rod melirik Andiane di akhir kalimat.
"Apa?"
"Apa kau tidak berpikir itu semua aneh, Andiane?" kata Rod. "Ayahmu dan paman-bibimu, atau kakak-kakakmu, mengapa mereka semua mampu menjinakkan Energi dari tubuh mereka, tetapi tidak dengan dirimu? Apa kau menyanggupi begitu saja pembangkitan Energi dari Viktor tanpa mempertanyakannya lebih jauh?"
Andiane tercenung. Pikiran semacam itu tak pernah terlintas di benaknya.
"Viktor itu gegabah." Rod mendesah. "Sejak dulu dia memang tak memperhitungkan segala sesuatu dengan teliti, bisanya bertindak saja. Ketika dia menghilang, tak ada komunikasi lagi di antara kami. Saat dia muncul kembali di hadapanku, sebagai anggotaku, dia berubah. Kematian Sean membuatnya marah, dan dia menuduhku adalah penyebabnya. Penyebab apa? Kematiannya? Semua itu atas kesadaran Sean sendiri dan dia kira aku tidak melakukan apa-apa? Tanyakan pada ayahmu, Andiane, apakah aku diam saja selama Sean kesakitan?"
Andiane menatap Papa bingung. Ia bahkan tak tahu harus menanggapi pertanyaan semacam ini bagaimana. Ia pun tak menduga ternyata ayahnya menyimpan sebagian jawaban yang dibutuhkan. Papa telah lama mengenal Rod dan Viktor.
Andiane terperangah. Tentu saja! Jika Rod dan Viktor selalu membantu Kakek di proyek-proyek penelitiannya, seharusnya Papa mengenal mereka berdua dengan cukup baik! Kalau dipikir-pikir, mereka berdua membantu Kakek sekitar dua puluh tahun yang lalu. Papa sudah berusia empat puluh, sepantasnya tahu siapa saja murid-murid Institut yang sering bertandang ke rumah dan membantu ....
Aduh!
"Aku tidak ingat banyak, kau harap apa dari otak manusia yang pikun ini?" Papa berkiah. Ia menatap Andiane dengan nanar, seolah tak mau disalahkan. "Aku tidak kenal betul dengan Viktor, Andy, tapi aku mendengarnya adalah murid yang rajin! Sehingga ketika dia datang untuk membawamu, kukira itu baik-baik saja bagimu! Tetapi, Rod, ya, aku mengenalmu, yang selalu bersama Ayah. Namun, Ayah keras kepala, dia tak mau mendengarkan siapa-siapa. Kukira kau pun diacuhkannya."
"Jika kau yang anaknya saja tidak didengarkan, William, bagaimana dengan posisiku?" Rod merespons. Andiane kalut mendengar pembicaraan ini. Kenapa ia ingin menangis?
Viktor, apa sebenarnya maumu?
"Lantas mengapa kau tak mencegah Viktor saat membawa Andiane?"
"Bagaimana aku tahu Viktor melakukan hal itu? Yang kutahu hanyalah dia selalu menentangku, dan saat ia menghilang sesaat dari kami, aku baru menyadari dia pasti melakukan hal bodoh lagi. Benar saja, aku menyusulnya ke rumah dan dia telah membawa putrimu bersamanya! Demi Tuhan di langit, William, jika aku tidak menandai Andiane di bawah perlindunganku, entah apa yang akan dilakukan Viktor padanya."
Andiane terperanjat. "Perlindunganmu? Aku?"
"Aku menandaimu sebagai anggota Aliansi, Andiane, dan aku mempertaruhkan posisiku untuk itu." Rod menatapnya dengan sebal. "Kaukira berapa banyak dehmos Murni yang menjadi bagian dari Aliansi? Tidak ada! Dehmos Murni semacammu terlarang untuk menjadi bagian dari kelompok rendahan suruhan, tetapi aku terpaksa melakukannya, sebab entah apa yang diinginkan Viktor! Jika aku menandaimu, maka kau pun berada dalam perlindungan Wyterseen, klan dehmos murni yang terpercaya." Rod kemudian berbalik menatap Papa. "Sekarang, William, bagaimana kepercayaanmu kepada Klan Wyterseen? Apa kau akan memercayakan Andiane kepada kami, yang lebih berhak dan tentunya sangat berpengalaman untuk mengembangkan seorang dehmos Murni, atau kepada Viktor Olliviare yang datang dan pergi begitu saja dengan kegegabahannya yang tak mengerti apa-apa?"
Andiane ikut menatap Papanya, kalut. William Weston sendiri sedang terpojok. Jemarinya mencengkeram lengan sofa dengan penuh amarah. Setelah bermenit-menit yang terasa seperti penantian tanpa ujung, akhirnya Papa pun bersuara. Lagi pula semakin cepat Rod pergi, akan semakin baik bagi kesehatan jantungnya.
"Temuilah Klan Wyterseen, Andiane, dan mohonlah perlindungan ... bukankah mereka yang menjalankan Institut? Papa ... Papa yakin lembaga resmi seperti itu takkan menyalahi peraturan. Setidaknya, untuk keselamatanmu."
Hati Andiane hancur berkeping-keping. "Oh, Papa, tolonglah!"
"Kita keturunan dehmos Murni, Andiane." Papa terdengar seperti akan menangis, dan itu membuat pelupuk mata Andiane basah. "Bersikaplah seperti kastamu."
Maka Andiane tak punya pilihan lagi. Ia tak memiliki alasan untuk membela Viktor, yang tak ingin dilakukannya lagi, dan menunduk pasrah pada jawaban Papa yang menetapkan segalanya.
Rod, paham dengan posisinya yang hanya menakut-nakuti pria tua itu, beranjak dengan lega. Ia meminta Andiane untuk menemuinya di luar rumah menjelang malam, karena Rod mesti mengabarkan ini kepada Count Wyterseen terlebih dahulu. Rod pun dengan rendah hati meminta maaf kepada William Weston atas kemalangan yang menimpa istrinya, dan berjanji akan membawakan obat-obatan yang baik baginya. Rod menghilang dengan cepat setelah itu, meninggalkan William Weston lemas di sofa.
Andiane sendiri termangu di tempat. Ia tahu Papa akan menanyakan banyak hal, tetapi beliau terlalu terguncang dengan situasi barusan. Sehingga Andiane pamit, berkata bahwa ia butuh menenangkan diri dahulu, dan pergi ke kamarnya sendiri.
Alih-alih menangis seperti yang dibayangkannya, Andiane menempelkan tangan di dada dan menyebut serentetan kata Sumpah Pengikat yang pernah diucapkannya dulu. Tak lama kemudian, api berkobar di tengah-tengah lantai kamarnya, dan muncul Franco yang menatap Andiane dengan mata menyala-nyala liar.
"Akhirnya!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top