60 | lala, lili, lolo

Apa yang pertama terlintas di benak Rossa begitu dia landing di Bandara Soekarno-Hatta adalah; dia butuh teman bicara.

Nggak mesti untuk diajak ngobrol tentang Wirya. Omongan sepele dan jokes biasa saja bakal sangat cukup. Memang sih, Rossa lagi lumayan kepikiran soal Wirya dan pertemuan 'terakhir' mereka yang nggak bisa dikatakan baik, cuma saat ini, kebutuhannya akan teman bicara lebih karena selama hampir seminggu belakangan, sebagian besar interaksinya hanya seputar untuk pekerjaan.

Sesampainya di apartemennya yang kosong setelah ditinggal berhari-hari, Rossa sempat terdiam dan menatap sekeliling seraya duduk di sofa.

Rasanya amat surreal. Seperti tempat itu hanya ruang tanpa nyawa. Padahal Rossa baru meninggalkan sebentar.

Bagaimana bisa begitu?

Atau mungkin ini hanya perasaan Rossa saja. Wirya pernah jadi distraksinya. Sekarang tidak lagi. Makanya, ruang kosong itu jadi terasa amat nyata.

Ah ya, terpikir tentang Wirya, Rossa jadi teringat pada bagaimana lelaki itu ikut-ikutan muncul di bandara pada hari keberangkatannya. Dia berpikir sejenak, lalu tersadar kalau dia pernah log-in akun emailnya di laptop Wirya. Mungkin akunnya masih nyangkut di sana, makanya Wirya jadi tahu jadwal penerbangannya—termasuk fakta bagaimana dia melakukan re-schedule buat memastikan kalau Jaka nggak mesti di-opname di rumah sakit sehabis dihajar Wirya.

Sudah menjelang tengah malam, tetapi Rossa nggak peduli dan lanjut saja nge-chat Wirya.

rossa:
log-out emailku dari laptop kamu.

wirya:
what? oh.
udah.

rossa:
why so cold?

wirya:
aku gak cold.
thought you said it at least once before, that I am a dry texter.

rossa:
oh ya, lupa.

wirya:
udah landing?

rossa:
udah.
tumben nanya.

wirya:
nanya doang.
udah kepikiran belom, bakal bikin keputusan yang kayak gimana?

rossa:
emang keputusanku masih penting?
bukannya kamu udah sibuk sama anak kecil itu?

wirya:
dia bukan anak kecil.

rossa:
she's at least 10 years younger than us.

wirya:
sembilan.
tebakan kamu salah.

rossa:
ARE YOU FOR REAL?

wirya:
aku gak pernah bohong sama kamu, rosie.
gak tau ya kalau kamu.

rossa:
oh shit, here we go again.

wirya:
jangan lupa tidur.

rossa:
gak harus kamu ingetin.

wirya:
yaudah.

rossa:
faktanya bener kan?
apa pun jawaban aku, semuanya akan tetap sama.

wirya:
sama gimana?

rossa:
ujung-ujungnya, kita gak akan bisa lanjut.

wirya:
kayaknya gitu.
we were a mistake.
aku baru sadar.

rossa:
baru sadar?

wirya:
kamu ngerasa aku gak paham luka terdalam kamu.
dan aku ngerasa kalau kamu gak benar-benar sayang aku.
both of us failed each other.

rossa:
think so.

wirya:
yaudah.
good luck aja sama jaka kalau gitu.

rossa:
harus banget bawa-bawa jaka lagi?

Wirya nggak membalas lagi, meski status WhatsAppnya tetap online cukup lama setelah Rossa mengirim chat.

It's okay, Rossa membatin dalam hati sembari mengangkat bahu. Boleh jadi, memang yang terbaik begini. Jadi mereka berdua sama-sama nggak mesti punya rasa bersalah ketika pada akhirnya saling "meninggalkan".

Rossa meninggalkan koper-kopernya di ruang tengah begitu saja. Nggak berniat buat bongkar-bongkar malam ini. Dia membawa tambahan satu koper, yang berisi hadiah untuk para bocah. Terutama sih Wuje.

Tadinya, Rossa tuh paling rajin bawain hadiah untuk Wuje. Baik ketika dia baru balik dari luar negeri, atau pada hari-hari istimewa seperti saat Wuje berulang tahun atau bahkan pencapaian-pencapaian sederhana anak itu kayak ketika gambar Wuje dapat ponten 90 dari guru playgroupnya dulu.

Terus nggak tau siapa yang memulai, para orang tua yang lain pada bilang kalau Wuje itu Rossa's favorite.

Padahal maksudnya Rossa bukan kayak gitu. Memang, dia lebih dekat sama Wuje. Tapi itu karena Wuje adalah bocah pertama yang berani mendekatinya, bahkan sampai minta gendong segala. Dia bocah pertama yang bikin Rossa jadi nggak terlalu canggung di dekat anak kecil. Selain itu, kalau ngomongin hal-hal sensitif, Rossa lebih suka bicara sama Rei. Mungkin karena dia merasa Rei juga pernah ada di "tempat yang buruk" dan sekarang perempuan itu kelihatan bisa menjalani hidup dengan lebih bahagia.

Rossa juga kepingin bisa seperti itu.

Namun, daripada dianggap nggak adil dan "memfavoritkan" cuma Wuje, jadinya Rossa juga kerap membawakan hadiah-hadiah buat para bocil yang lain—yang mana cukup membantu Rossa untuk lebih dekat sama Cherry, Lila dan Queensha, meski tetap sih, dia jauh lebih dekat sama Wuje.

Rossa baru selesai mandi dan sedang mencari hairdryer di laci lemarinya ketika ponselnya bergetar.

Ternyata ada chat dari Jaka.

jaka:
jadi pulang hari ini?

rossa:
yep, udah sampe rumah.
lo belom tidur?

jaka:
karena lo bilang lo mau balik hari ini, gue sengaja gak tidur awal.

rossa:
loh, kenapa?

jaka:
just in case mobil lo pecah ban lagi di tol.

rossa:
go to sleep now.

jaka:
apa yang barusan itu perintah?

rossa:
gak, itu perhatian dari seorang teman buat temannya.

jaka:
alright wkwk
goodnight, roshan.

Roshan.

Rossa nggak pernah tahu kalau satu kata aneh yang Jaka gunakan buat memanggilnya bisa membuatnya tersenyum sebegitu lebarnya.

*

Keesokan harinya, menjelang jam makan siang, Rossa terpikir buat mampir ke rumahnya Wuje, sekalian memberikan oleh-olehnya.

Tapi saat melihat koper-kopernya yang zippernya belum tersentuh sama sekali, ditambah lagi dia bekum membungkus oleh-olehnya pakai kertas kado, Rossa memutuskan untuk menunda. Memang nggak ada keharusan untuk membungkus oleh-oleh menggunakan kertas kado, namun Wuje selalu menunjukkan wajah takjub bercampur antusias tiap melihat kertas kado pembungkus oleh-oleh yang Rossa pilih, yang selalu berbeda. Mau oleh-olehnya kecil atau besar, reaksi Wuje terhadap kertas kado pembungkus itu selalu sama, dan Rossa suka melihatnya.

Makanya, perempuan itu terus saja berbaring di atas sofa dengan ponsel di tangan, lalu iseng mengecek WhatsAppnya Jaka.

Orangnya lagi online.

rossa:
JK

jaka:
ya, roshan?
ada keran di tempat lo yang mampet?
atau water heater yang gak fungsi?

rossa:
omg, kenapa responnya gitu? haha

jaka:
biasanya kan lo chat gue kalau ada masalah kayak gitu.
sama kayak waktu lo hubungin gue karena ban mobil lo pecah di tol bandara malam-malam.

rossa:
ya ampun, did I?
sorryyyyy :(

jaka:
no, don't say sorry wkwk
canda kok, I didn't mean to nyindir.

rossa:
gue payah soal fixing stuffs kayak gitu.
I'm sure wirya can, tapi kan seringnya dia out of town.

jaka:
things are better with him?

rossa:
gak sih.

jaka:
shan, kalo semuanya gara-gara gue, gue minta maaf.
my fault, I didn't ask for his permission that day.

rossa:
gapapa.
I think that was all we need, tbh.

jaka:
what?

rossa:
we needed someone to pull the trigger to open our eyes.
and you were that person.

jaka:
:(
jadi gue tumbal?

rossa:
:P
hari ini sibuk gak?

jaka:
lagi di warmindo.

rossa:
ngapain?

jaka:
makan indomi.
sama roti bakar.

rossa:
bukannya bisa masak indomi di rumah?

jaka:
lo kayak gak tau mitosnya aja kalo indomi dimasakkin mamang-mamang warmindo tuh lebih enak drpd masak sendiri.
mungkin karena direbus di air rebusan kolor kali yak.

rossa:
WKWKWKWWKWK
mind if I join?

jaka:
mau?

rossa:
yessss!
send me your location.

jaka:
okay.
eh, lo ke sini naik apa?

rossa:
idk, mungkin nyetir sendiri sih.

jaka:
drive safely ya.

rossa:
ok.
anyway, thankyou.
that means a lot.

jaka:
what?

rossa:
that you told me to drive safely

jaka:
:)

*

Malam harinya, selepas menerima telepon tak terduga dari tantenya, Jenar jadi overthinking sampai sulit tidur.

Dia belum memberitahu Rei, meski perempuan itu sempat bertanya sehabis Jenar menyudahi percakapan telepon. Sepertinya, keterkejutan di wajahnya terlihat sangat jelas. Bertahun-tahun hidup bersama, tentu mudah bagi Rei mendeteksi perubahan ekspresi wajah Jenar sekalipun hanya berlangsung sebentar.

"Siapa yang nelepon, Je? Kamu kayaknya kaget banget."

"Tanteku."

"Tante yang mana?"

"Tante Brigita."

"Loh, kenapa? Something wrong?"

"Ada kerabat yang katanya baru didiagnosis punya cancer."

"Oh, that's very unfortunate!" Rei kelihatan jelas bersimpati dan itu bikin Jenar merasa bersalah karena memilih berbohong. "Cancer is one hell of a bitch."

"Yes, it is."

Untungnya, Wuje yang cerewet dan lagi makan pancakenya bersama potongan buah stroberi dan blueberry tergerak buat bertanya mungkin atau nggak-nya pohon stroberi ditanam di belakang rumah, jadi kalau dia kepingin makan pancake pakai stroberi, tinggal petik-petik saja. Pertanyaan yang absurd banget, namun kayak biasanya, Rei selalu meladeni pertanyaan bocah itu dengan sabar dan penuh perhatian, seolah-olah pertanyaan Wuje adalah pertanyaan dari dosen penguji yang mesti dijawab dengan sangat patut.

Sekarang, Jenar masih melamun dalam suasana kamar tidurnya yang temaram. Rei sudah terlelap sejak tadi, bergelung menghadap ke arahnya. Satu tangannya berada di atas lengan Jenar. Gestur yang selalu ditunjukkannya hampir saban malam.

Kemudian, tiba-tiba Jenar mendengar suara Rei yang raspy khas orang baru bangun tidur.

"Je?"

Spontan, Jenar menoleh dan mendapati Rei tengah mengerjap. Matanya sayu karena kantuk, tapi perempuan itu menatap padanya dengan lekat.

"Kamu belum tidur?" Rei bertanya, lalu menguap.

"Hng—kebangun." Jenar cepat membuat alasan.

"Mimpi buruk?"

Jenar mengangguk saja.

"Mimpi apa?"

"Nggak tau. Udah lupa. Tapi aku jadi nggak bisa tidur lagi."

"Come here, then." Rei mengulurkan tangannya sebagai isyarat agar Jenar bergeser mendekat. "Mau dipeluk?"

Jenar mengangguk lagi.

"Okay."

Lelaki itu membiarkan Rei menariknya mendekat, mengeliminasi sisa jarak diantara mereka. Rei memeluknya, membiarkan wajah Jenar terbenam ke lehernya. Jenar menarik napas dalam-dalam, bisa merasakan bagaimana tubuhnya jadi jauh lebih relaks. Berada di dekat Rei, bernapas amat dekat dengan nadi di lehernya selalu bisa membuat Jenar lebih tenang.

"Kamu kecapekan kali ya?" Rei bertanya sambil satu tangannya merapikan rambut yang jatuh di dahi Jenar, menyisirnya ke belakang. "Mimpi buruk sampai nggak bisa tidur lagi gini."

"Mm-hm."

"Don't worry, it was just a dream." Rei berbisik, lalu merunduk sedikit dan mencium sekilas puncak kepala Jenar. "You're safe here. Tidur lagi ya?"

Jenar mengangguk.

"Want me to sing a song?"

Refleks, tawa kecil Jenar meledak, getarnya terasa di leher Rei.

"Loh, kok malah ketawa?" Rei berdecak. "Aku tau, suaraku nggak sebagus suara kamu—"

"Tumben nawarin nyanyi."

"Kamu selalu peluk aku dan nyanyiin aku kalau aku kebangun karena mimpi buruk. Apa salahnya kalau aku mau lakuin yang sama untuk kamu?"

"No need to sing." Jenar bergumam seraya satu lengannya berada di pinggang Rei dan mulai merangkul perempuan itu erat. "Dipeluk gini aja udah cukup."

"Suaraku sejelek itu ya?"

Jenar nyengir. "Nggak, Regina. That means, you don't have to do anything. Kamu ada di sini aja udah cukup. This feels very nice, honestly. To have you so close like this, your scent surrounding me, such a serotonin boostdamn it, baby, kenapa sih, baru kebangun dari tidur aja masih wangi?"

"Mmm... mungkin karena sebelum tidur, aku mandi dan pake hand-body dulu?"

Jenar mencium sekilas leher Rei, bikin yang punya leher ganti tertawa.

"Jenar, geli."

"Oh, trust me, I can do this all night."

"Percaya, tapi kamu mestinya tidur lagi. Kamu udah nggak ke kantor hari ini. Kalau besok kamu nggak ke kantor lagi, aku takut dimarahin Papa kamu."

"Oke, aku tidur sekarang."

"Goodnight, love."

*

Usai meeting yang berakhir dengan terjalinnya kesepakatan kerja sama yang berarti tercapainya salah satu target penting tim yang Jenar pimpin, lelaki itu sempat berencana merayakannya dengan mengajak para pegawai dalam timnya buat makan siang bareng di restoran bergengsi.

Akan tetapi, rencana itu buyar sewaktu Jenar menonaktifkan flight mode (yang memang selalu dia aktifkan setiap dia sedang meeting) ada serentetan chat dari Rei yang masuk.

rei:
babe

rei:
wah, ceklis satu.
pasti lagi meeting ya.
please reply kalau udah selesai meeting ya.

Membaca pesan itu, otomatis senyum Jenar tertarik.

jenar:
babe?!

rei:
udah selesai meetingnya?

jenar:
udah.
eh, kamu jangan mengalihkan.

rei:
mengalihkan apanya?

jenar:
tiba-tiba babe-babe aja.

rei:
gak boleh ya, kak?
maaf deh :(

jenar:
nah kan, mengalihkan nih adek-adek satu.

rei:
WKWKWKWK
ya masa aku gak boleh panggil suamiku 'babe' sih?

rei:
atau aku panggil 'babe' ke suami orang aja?

jenar:
GAK LAH.
ADA SUAMI SENDIRI, NGAPAIN KE SUAMI ORANG.

rei:
;P

jenar:
what's wrong?

rei:
just like I said before, hari ini aku ada janji ke dokter kan.

jenar:
iya, terus result-nya gimana?

rei:
belum nih, aku masih nunggu dokternya.
tapi kata susternya sih, karena aku fine-fine aja dan gak ada keluhan apa-apa, jadi mestinya my uterus is fine, even tho pasti masih proses recovery.

jenar:
syukurlah...

rei:
nah, masalahnya aku gak tau ini dokternya bakal dateng kapan.

jenar:
duh, gimana sih dokternya.
masa istri aku disuruh nunggu.

rei:
eh, kamu gak boleh gitu yah! wkwk
dokternya ada emergency mendadak yang harus diprioritaskan lebih dulu.
aku gapapa nunggu, cuma kayaknya wuje perlu dijemput.
soalnya rumah kosong, kasian kalo dia pulang gak ada siapa-siapa.

jenar:
kamu mau minta aku yang jemput?

rei:
yes. bisa gaaaaa?
aku coba telepon kak hyena, tp gak diangkat.
kayaknya lagi sibuk.

jenar:
ok, kalau gitu aku yang jemput.

rei:
makasih, papanya wuje <3
anaknya dianter ke rumah sakit aja ya, biar nanti pulangnya sama aku.

jenar:
ok, sayang.
see you.

Kalau gitu ceritanya, sudah pasti, Jenar mesti menjemput Wuje dulu sebelum makan siang.

Makanya, dia membatalkan niat awalnya dan malah menghampiri Dino sambil menyerahkan salah satu black card yang dia punya. "No, anak-anak ajakkin makan ya. Cari restoran yang bagus dan enak. Mahal nggak apa-apa."

"Wuih, ceritanya perayaan nih, Bang?"

"Yoi."

"Abang nggak ikut?" Dino nerima black card dari Jenar.

"Nggak. Gue kudu jemput anak gue dulu di sekolahnya." Jawaban Jenar membuat Karol yang kebetulan lagi jalan di dekat mereka sontak menoleh. Ekspresi mukanya langsung pahit banget.

"Kalau gitu makan-makan nanti aja, Bang, biar Abang bisa ikutan juga. Masa team leadernya nggak ikut?!"

Jenar tertawa. "Nggak apa-apa. Kalau nanti dirayainnya, malah keburu basi. It's okay. Jangan makan di McDonald's atau Pizza Hut ya! Gue ngomel loh kalau lo bawa anak-anak ke sana!"

"Siap, Bang!"

Jenar menepuk bahu Dino dan tersenyum sopan pada Karol sebelum berlalu menuju lift.

Jenar berhasil tiba di sekolahnya Wuje sebelum anak-anak pada dipulangkan. Sekolahnya Wuje dilengkapi oleh fasilitas antar-jemput, maka wajar kalau parkiran sekolahnya nggak terlalu penuh. Paling hanya ada segelintir orang tua yang menjemput langsung ke sekolah untuk alasan khusus, seperti yang Jenar lakukan. Sisa mobil yang terparkir biasanya milik para pengajar.

Jenar baru saja turun dari mobil saat tatapan matanya tak sengaja mengarah ke luar pagar dan mendapati ada sosok familiar yang berdiri di sana. Dia sendirian, hanya berdiri sambil menatap ke dalam. Jenar memiringkan wajah. Dari jauh, orang itu terkesan menyedihkan. Jenar hampir saja bisa bersimpati. Namun kalau Jenar mengingat lagi apa yang pernah dilakukan orang itu pada seseorang yang dia sayangi, rasanya nggak ada yang menguasai benaknya selain rasa kesal dan rasa marah.

Walau agak mengagetkan, menilik dari sikap orang itu dan cerita Wuje ketika tersasar di mall kemarin, Jenar merasa cepat atau lambat, dia bakal dihadapkan pada situasi seperti ini.

Akhirnya, Jenar batal meneruskan langkah menuju koridor sekolah Wuje dan malah berjalan ke luar pagar untuk menghampiri orang tersebut.

Kentara sekali, orang itu sama terkejutnya ketika melihat Jenar, tapi dia tak mundur atau berusaha kabur.

"Anda ngapain di sini?" Jenar bertanya dalam nada rendah, namun terkesan menohok.

Orang itu diam saja.

"Kalau anda nggak mau jawab, saya bakal mempertimbangkan untuk panggil security dan menginformasikan ke pihak sekolah untuk—"

"I just wanna see him." Lelaki tua itu memotong.

"..."

Dia berdeham. "The boy, I mean."

"That's surprising." Jenar berdecak sarkastik. "Selama bertahun-tahun ini, anda kelihatannya nggak peduli. Saat dia lahir, anda juga nggak mengatakan apa-apa. Kenapa tiba-tiba sekarang sok peduli to the point datang ke sekolahnya dan bersikap kayak stalker?"

"I just wanna see him. Saya nggak berusaha mendekati dia. Cuma mau lihat aja."

"Are you doing this right now because you know you're dying?"

Lelaki itu tersentak, menatap Jenar tak percaya. "Dari mana kamu—oh well, itu nggak penting lagi. Saya harusnya tahu apa yang bisa kamu lakukan."

"Exactly." Jenar sengaja nggak menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana dia bisa tahu. "They said you're unreachable."

"Saya sudah tahu hasil akhirnya seperti apa. Saya mengikuti tes juga hanya untuk memastikan, tanpa niat cari pengobatan. Buat apa lagi saya ke rumah sakit?"

"Go get your treatment. Kalau masalahnya uang, saya bisa—"

"Don't look down on me. Saya punya uang."

"Then just go get your freaking treatment." Jenar mendesis. "Jangan bersikap kayak gini. Bertahun-tahun nggak peduli, lalu sekarang berusaha dekat karena kamu sakit? My wife suffered enough. I don't want you near her, nor my son."

Setelah Jenar berkata begitu, bel tanda selesainya kegiatan di sekolah berdering. Bunyi tersebut seperti komando yang membuat keduanya sama-sama melihat ke arah sekolah. Jenar membuang napas, lalu berbalik dan berjalan masuk tanpa menoleh ke belakang lagi.

*

Wuje nggak menyangka sama sekali kalau hari ini, Jenar bakal menjemputnya di sekolah.

Karenanya, begitu dia melihat Jenar melambai padanya dari ujung koridor, anak laki-laki itu sontak memekik. "PAPA?!!!"

"Oy! Di sini!"

Wuje berpaling pada ketiga ciwi yang berada di dekatnya. "Aku udah dijemput Papa aku! Kayaknya aku mau diajak mam es krim! Jadi aku duluan ya!"

Ketiga ciwi punya respon yang berbeda;

"Wah, asyiknya makan es krim!" –Lila

"Habis ini aku juga ajak Daddy makan es krim ah!" –Cherry

"Pamer melulu." –Kwinsa

Wuje mengabaikan respon berbeda dari ketiga temannya, lanjut saja berlari menuju Jenar. Saking antuasiasnya, anak itu sampai hampir terselandung.

"Boy, jangan lari-lari gitu dong, nanti jatuh!"

"Kalau jatuh, bangun lagi dong!"

"Ye, nanti Papa diomelin Mama kamu."

"Eh ya, Mama mana?"

"Lagi di rumah sakit."

Wuje tercengang, kemudian ekspresi wajahnya berganti khawatir. "MAMA SAKIT APA LAGI?!!"

"Nggak sakit. Mama cuma lagi check-up. Mama kan habis sakit kemarin. Mestinya udah sembuh, soalnya Mama udah baik-baik aja. Tapi dokter harus ngecek sekali lagi, biar pasti kalau Mama udah baik-baik aja. Nah, Mama lagi nunggu dokternya, makanya Papa yang jemput kamu."

"Oh..." Wuje manggut-manggut, terus mengulurkan tangannya pada Jenar.

"Apaan nih ngasih-ngasih tangan?"

"Gandeng tangan aku, Papa."

"Idih." Jenar mencibir, tapi tetap meraih tangan Wuje ke dalam genggamannya. Mereka berjalan menyusuri koridor seraya bertautan tangan, menuju tempat parkir. "Mau makan dulu nggak?"

"Mama udah makan belum?"

"Nggak tau. Mungkin belum."

Wuje menggeleng. "Kalau gitu, makannya nanti aja. Sama Mama."

"Hadeh, si Anak Mama."

"Aku kan dateng dari perut Mama, Pa."

"Kata siapa? Orang dari pohon bayem."

"Enggak!!" Wuje membantah dengan menggebu-gebu. "Mama udah bilang, aku datengnya dari perut Mama, bukan pohon bayem! Mama juga udah tunjukkin foto-foto pas aku masih dalam perut Mama! Papa tuh ya, bohong melulu! Lagian kata Mama, mana bisa bayi segede aku dateng dari pohon bayem!"

"Oiya juga ya." Jenar manggut-manggut. "Dulu pas bayi, kamu gede banget. Kasian Mama, sampe lemes karena ngeluarin kamu dari dalam perut."

"Kenapa bisa gitu ya?"

"Bisa apa?"

"Kenapa aku bisa gede waktu bayi?"

"Kebanyakan makan kali waktu di dalam perut."

"Iya kali ya?"

"Loh, kamu nggak inget?"

Wuje menggeleng. "Nggak. Tapi kata Mama, dulu dalam perut Mama, aku berenang."

"Mama bener sih."

"Emang bisa ya, Pa, berenang sambil makan?"

"Bisa. Tuh buktinya kamu aja sampe kebanyakan makan." Jenar mencibir lagi. "Terus kalau nggak mau makan dulu, kamu mau kita langsung ke rumah sakit nyusulin Mama?"

"Kalau beli ikan dulu, boleh nggak, Pa?"

"Hah, kok tiba-tiba beli ikan?"

Wuje terlihat berpikir keras, tampak ragu untuk bercerita. Tapi ujung-ujungnya, dia tetap terbuka juga sih ke Jenar.

"Kwinsa dibeliin papanya ikan cupang, Pa."

"Terus kamu pengen miara cupang juga?"

"Iya! Masa aku kalah sama Kwinsa?!"

"Emang tau gimana caranya miara ikan cupang?"

"Engga..."

"Nah, kan."

"Tapi Kwinsa juga nggak tau tuh! Terus Kwinsa diajarin sama papanya, jadi Kwinsa tau!"

"..."

"Kalau papanya Kwinsa aja tau gimana caranya miara ikan cupang, masa Papa nggak tau?!"

Waduh, bisa-bisanya bocil ini membalikkan keadaan!

"Papa tau nggak caranya miara ikan cupang?!" Wuje menuntut jawaban.

"TAU!!"

"Yaudah! Ayo kita beli ikan cupang!"

Kecil-kecil sudah lancar bersiasat. Jenar suka bingung, nih kemampuan Wuje yang kayak gini nih nurun dari siapa sih sebenarnya? Perasaan dia nggak begitu. Apalagi Rei.

Tapi kalau mau dibilang nih anak ketukar di rumah sakit, jelas nggak mungkin. Dari mukanya sampai senyumnya, betulan plek-ketiplek jiplakan Jenar. Malah kata Tigra suatu kali, lebih gampang dipercaya kalau dibilang Wuje tuh bukan anak Rei daripada dibilang bukan anak Jenar.

Jadi deh, dalam waktu setengah jam, mobil yang mereka kendarai telah berhenti di pinggir jalan besar, di depan sebuah toko kecil penuh akuarium yang menjual beragam jenis ikan.

Wuje terlihat luar biasa riang saat turun dari mobil. Bocah itu berjalan sambil agak joget gitu, bikin Jenar gemas pengen menendang pantatnya. Tapi tentu saja, Jenar nggak melakukannya. Selain nantinya bakal bikin si bocil nangis, dia juga khawatir akan kena amuk Rei.

"WUAHHHHHH!!! IKANNYA BANYAK BANGET!!!" Wuje berseru dengan kedua tangan menempel di pipi begitu dia masuk ke toko tersebut.

Kelakuannya bikin pemilik toko juga sejumlah bapak-bapak yang kelihatannya lagi memilih-milih ikan buat dibeli sontak menoleh. Mereka menahan senyum, sementara Jenar meringis.

"Mau beli apa, Dek?"

"Ikan."

"Iya." Pemilik tokonya nyengir. "Saya juga tau kalau Adek ke sini pasti karena mau beli ikan. Maksudnya tuh, ikan apa?"

"Hng..."

Wuje mengedarkan pandang ke seisi toko. Banyaknya akuarium dan ikan-ikan yang berenang cukup bikin dia pusing untuk memilih, hingga tatapan matanya berhenti pada sesuatu...

"Itu ikan apa?" Wuje menunjuk pada sebuah kantung kresek bening yang diikat dan digantung di paku yang ada di tembok toko.

Bapak pemilik tokonya melongo sejenak, terus tertawa kecil. "Itu bukan ikan cupang, Dek."

"Aku juga tau, Om. Makanya aku nanya, itu ikan apa?"

"Itu ikan lele."

"Aku mau ikan itu!"

"Wah..." Bapak pemilik toko mengusap pelipisnya dengan bingung. "Tapi ikan itu nggak dijual, Dek."

Wuje kelihatan nggak puas. "Kalau nggak dijual, terus kenapa ditaro di situ, Om?!"

"Itu istri saya yang naro."

"Istri Om piara ikan lele?"

"Nggak. Disimpen dulu di situ, buat digoreng untuk lauk makan malam nanti."

Wuje terperanjat, terlihat shock sekaligus terluka. "IKANNYA MAU DIGORENG?!"

Bapak pemilik tokonya melongo.

"Jadi ikannya digantung di situ... terus nanti dia digoreng?"

"... iya."

"Kasian ikan...." Wuje menunduk dalam-dalam.

"Je,"

"Papa! Aku mau piara ikan itu!"

"Itu ikan lele, Je."

"Iya! Aku mau piara ikan lele!"

"Tadi katanya mau piara ikan cupang..."

"Aku berubah pikiran, Papa."

BUSET, NIH ANAK BAHASANYA BENER-BENER DAH!

"Ikannya nggak dijual, Je."

"Terus kalau ikannya nggak dijual, Om itu bisa dapet ikan lele dari mana?!" Wuje lagi-lagi bersikap kritis.

"... istri saya beli ikannya di pasar."

"Oke! Kalau gitu, ayo kita ke pasar, Papa!"

"..."

"Ayo kita beli lele!!"

"..."

"Aku mau piara lele!!"

"..."

"Aku mau piara tiga! Nanti aku kasih nama Lili, Lala dan Lolo!"

"..."

"Eh, tapi caranya ngebedain ikan lele cowok sama ikan lele cewek gimana ya, Pa?"

Jenar pusing banget.

*

pejantan tangguh (8)

yuta: eh, anak mesin, mau nanya dong @jenar @kun

lanang: GUA ANAK MESIN

yuta: lo anak mesin jadi-jadian

kun: nanya apa?

yuta: departemen kalian jadi reuni?

kun: jadi kayaknya sih, udah ada rsvp-nya juga

yuta: bagi info insider dong

dhaka: info insider apaan lagi...

yuta: yang bukan anak mesin diem aja

dhaka: bangsat

yuta: WKWKWKWKWKWK

kun: info apaan?

yuta: bocoran dong, johnny bakal datang reunian apa gak

yuta: kan kemarenan dia ke psikolog pernikahan tuh

yuta: nah gue tuh kepo ya anjrit hasilnya gimana

lanang: ISTIGHFAR, BANG

lanang: urusan rumah tangga orang lo urusin

yuta: gak ngurusin

yuta: ini namanya kepedulian

kun: bentar, kok ada yang ganjel ya...

dhaka: iya, sama

dhaka: apa ya...

lanang: kepedulian macam apa, njrit

lanang: LAH, SI BANG YUTA MALAH NGILANG

lanang: oy, bang @yuta

yuta: bentar, indihome gue lagi sakaratul maut, gue aktifin paket data dulu

yuta: mahal doang si indihome kampret kejebret

milan: AJG GUE KESELEK

milan: LO GAK SALAH KIRIM GITUAN DI SINI?!!! @yuta

kun: emang kenapa?

milan: ASTAGA, EMANG KALO UDAH JADI BAPAK-BAPAK, KEMAMPUAN MATA TUH MENURUN YA?

dhaka: ya kenapa sih nyet kok malah ngomel?!

milan: INI BUKAN GRUP REPACKAGED

lanang: HAH

lanang: HAH ANJING

dhaka: ANJING

kun: WADUH

tigra: ini apaan, bentar gue scroll dulu

lanang: BANG WOY @yuta

milan: PERCUMA ANJOR DIA LAGI SUSAH SINYAL

lanang: SUSAH SINYAL JUDUL FILM DONG #WOWFILM

dhaka: GAK LUCU ANJINGGGGGGG @lanang

tigra: HAH UDAH GILA

tigra: EH WOY UNSEND DONG @yuta

tigra: BENTAR GUE TELEPON SI ATUY DULU

dhaka: TERUS INI HARUS GIMANA AJG

milan: terpantau ybs belum buka chat di grup ini

lanang: NANTI KALAU BUKA GIMANA

lanang: GINI AJA DAH

lanang: KITA SPAM CHAT AJA GIMANA YG PANJANG-PANJANG GAK JELAS GITU

lanang: biar J word males bacanya

tigra: J WORD APAAN TAIKKKKKKKK

lanang: JOHNNY

milan: SI KAMPRET KENAPA SEBUT MEREK ANJG KENAPA GAK SEKALIAN AJA KITA AJAK DIA VIDEO CALL TERUS NANYA DIA JADI CERE APA ENGGA @lanang

tigra: UDAH SINTING

tigra: UNSEND SEKARANG @milan @lanang

lanang: Sekelompok wisatawan mengunjungi peternakan buaya.

di tengah danau yang dikerumuni buaya.. Peternak buaya yg kaya Raya itu berteriak:

"Siapapun yang berani melompat ke danau dan berenang ke Pantai Akan menerima hadiah $ 1 juta".

Tiba2, seorang pria lompat ke danau dan berenang, buaya2 mengejarnya, tetapi dengan penuh keberuntungan, pria itu berhasil mendarat di Pantai tanpa cedera yang berarti.

Setelah menerima hadiah yang dijanjikan, pria ini dan isterinya kembali ke hotel,

Si pria berkata kepada isterinya, :

"Tadi saya tidak melompat ke danau... Tapi Ada orang yang mendorong"!!!

Sambil tersenyum, isterinya jawab, "aku yg dorong"!

PESAN MORAL :

Di balik setiap pria sukses selalu ada wanita luar biasa yang memberikan dorongan !!!

milan: LO NGAPAIN NYETTTTTT @lanang

lanang: BIAR TENGGELEM!!!!

kun:

kun:

kun:

dhaka: ELU JUGA NGAPAIN WOYYYYYYY @kun

kun: menenggelamkan chat yuta

tigra: GAK GUNA ANJRIT KAN OTOMATIS CHAT PALING AWAL TUH PALING ATAS KALO DI BUKA GRUP WASSAF

lanang: masa sih?

lanang: WAH GOBLOK

dhaka: ELU YANG GOBLOK

lanang: BANG YUTA YANG GOBLOK

lanang: BANG YUTA BURUAN AJGGGGG SEBELUM LO MERUSAK MARWAH DAN PERSATUAN ANGGOTA GRUP INI!!!!!

jenar: GAES HELP

tigra: APALAGI ETDAH YANG SI ATUY AJA BELOM BERES

yuta: MAAP BARU ONLEN

yuta: AJG NIH SMS KONFIRMASI PAKET MASUKNYA LAMBRETO BANGET KAYAK PENANGANAN KORUPSI DI NEGERI INI

milan: KAMPRETTTTTT WKWKWKWKWKK AWAS DIDATENGIN ABANG TUKANG BAKSO MARI-MARI SINI KIJANG SATU GANTI

yuta: APAAN SIH

lanang: BANG INI BUKAN GRUP REPACKAGED

yuta: BENTAR ANJRIT UNSEND MESSAGE GIMANA

dhaka: gue pengen jedotin pala ke tembok boleh gak sih

jenar: gak boleh @dhaka

jenar: kalau cuma satu kali

yuta: BENTAR

yuta: UDAH GUE UNSEND

kun: ASTAGFIRULLAH LEMES BANGET

dhaka: GUE JUGA LEMES

dhaka: PADAHAL YANG GOBLOK DIA @yuta

yuta: ya maap njrit

jenar: GAES SEKARANG GANTIAN GUE YANG URGENT

tigra: pusing banget anjritlah

Tigra left the group.

Milan left the group.

Dhaka left the group.

jenar: APA-APAAN KENAPA PADA LEAVE

jenar: GUE KIRA HUBBUNGAN KITA ISTIMEWA

Kun left the group.

jenar: MONYETTTTTTTTTTTTT

yuta: kenapa sih kenapa?

jenar: mau minta saran

Yuta left the group.

lanang: AJG PUNCAK KOMEDI WKWKWKWKWKWK

jenar: kalo lo sampe leave juga, takedown semua video youtube lo yang ada guenya!!!

lanang: AMPUN, BANG

lanang: kenape si???

jenar: jadi kemaren si wuje minta dibeliin ikan cupang buat dipiara gara-gara si kwinsa sama bapaknya miara cupang

lanang: ho-oh, terus?

jenar: di tempat ikan cupang, dia malah liat lele, terus mau piara lele

lanang: HAH KOK BISA ADA LELE DI TEMPAT CUPANG

jenar: panjang ceritanya

lanang: woh, oke

lanang: terus masalahnya apa, bang?

jenar: regina ngiranya gue beli lele buat dimasak

jenar: soalnya belom sempet dibeliin akuarium kan tuh lele

jenar: GUE AJA GAK TAU LELE BISA DI-AKUARIUMIN APA KAGA

lanang: terus?

jenar: IKANNYA DIGORENG SAMA REGINA

jenar: DIJADIIN PECEL LELE

jenar: TERUS SEKARANG WUJE LAGI MENTAL BREAKDOWN

jenar: GUE KUDU GIMANA

Lanang left the group.

jenar: BANGSAT

johnny: ini kenapa... grupnya...

johnny: kenapa membernya tinggal lo sama gue doang?

Jenar left the group. 




to be continued. 

***

RIP lala, lili, lolo 

jenar kalo diajak ribut 

jenar kalo jadi duda

johnny abis buka grup 

***

a/n:

YHA BARU KEPOSTING JAM TIGA PAGI WKWKWKWK 

yaudah gitu deh ya. 

udah pada meramalkan bakal banjir aja, orang masih penuh canda tawa gini kok 

wkwkwkwkw 

sampe ketemu di chapter selanjutnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top