29 | korban investasi

Sebelumnya, Jenar nggak pernah sekalipun membahas soal apa yang terjadi malam itu dan melihat gimana bengkaknya mata Jenar begitu dia terbangun, Rei ngerasa, Jenar nggak akan nyaman ditanya-tanyai. Dia tahu soal peristiwa yang menimpa Rossa, juga kemunculan Ivonne di rumah sakit dari Tigra. Waktu itu, Rei sempat merasa kalau dunia ini lucu banget.

Jika dia bisa benci sama seseorang hingga sebenci-bencinya benci, maka orang itu adalah Ivonne. Perempuan yang jadi orang ketiga diantara kedua orang tuanya. Sosok yang bertanggung jawab atas hubungannya yang memburuk dengan kedua orang tuanya—meski jelas, kedua orang tua Rei juga bukan orang suci yang bersih dari kesalahan.

Lalu, dalam satu malam, tiba-tiba saja perempuan itu berubah jadi alasan terbesar kenapa Rei masih berada di dunia ini hingga sekarang.

Rei nggak pernah bertemu Ivonne lagi, meski teknisnya, sekarang mereka berada dalam keluarga yang sama. Ivonne masih tetap sebagai kakak sepupu Jenar, dan Rei sebagai menantu. Jenar nggak pernah bilang apa-apa, tapi Rei tahu, lelaki itu selalu memastikan Ivonne nggak hadir dalam setiap acara keluarga besar yang akan mereka hadiri.

"Tapi dulu, Jenar pernah cukup dekat sama Ivonne." Hyena berujar begitu pada Rei suatu kali, ketika mereka hangout bareng sementara Wuje dipegang sama Jenar dan Oma-nya. "Beda umur gue sama Jenar lumayan deh, lima tahun hampir enam tahun. Waktu dia masih sekolah, gue udah kuliah dan otomatis cabut dari rumah. It was easy to tell, that he was lonely. Makanya anaknya sempat nggak betah banget di rumah. Main melulu, temannya di mana-mana."

"Ceweknya juga di mana-mana ya, Kak?"

Hyena tertawa. "Itu juga termasuk. But nothing serious, he said, ketika beberapa kali gue liat dia update Path sama Instagram bareng cewek."

"Nggak heran sih."

"Don't get jealous. Setelah kuliah, dia cukup sering curhat soal cewek. Celia, Sierra, those names are familiar to me."

Rei menanggapi. "Terus, karena nggak ada lo, makanya dia jadi dekat sama si Ivonne ini?"

"Gue rasa iya. Tapi itu sesuatu yang bisa dimengerti. Gue sibuk sama kuliah dan urusan orang dewasa gue. Gue juga tipe yang nggak bisa diganggu kalau lagi fokus sama suatu project. Berbeda dengan Ivonne, yang masih suka ngeluangin waktu untuk nongkrong sama Jenar. Kalau dipikir, apa banget nggak sih nongkrong sama cowok yang masih sekolah? Masih teenager. Tapi ya begitu deh. Dua-duanya emang ada bakat rebel dari dulu, terus cocok. Mereka jadi renggang setelah Jenar kuliah."

"Oh..." Rei mengangguk, jadi merasa agak bersalah karena di masa sekarang, Jenar justru jadi kayak alergi sama kehadiran Ivonne dan besar kemungkinan, itu gara-gara dia.

Cerita Hyena nggak berbuntut panjang, karena nggak lama setelahnya, perempuan itu terpekik melihat tas terbaru yang terpajang di display gerai YSL yang mereka lewati, terus sibuk menarik Rei untuk ikut masuk dan memilih-milih tas.

Menilik dari responnya Jenar di studio Lanang tadi, Rei paham, entah itu Ivonne atau Ivory, pasti punya posisi tersendiri buat Jenar.

Wuje seperti mengerti kalau kedua orang tuanya lagi ngomongin sesuatu yang serius, karena anak itu berhenti memeluk dan membenamkan wajahnya di leher Rei. Sebagai gantinya, dia duduk tenang di kasur dengan kedua tangan memegang kakinya. Matanya menatap bergantian pada kedua orang tuanya. Ekspresi mukanya ikut-ikutan berubah serius.

"What happened?"

"Johnny pernah jadi sahabat paling deket yang aku punya. We spent a lot of time together. Kita juga sama-sama aktif di THS. Sering main bowling bareng, main bilyar bareng. Then one day, he dated Ivory."

Rei diam mendengarkan.

"Dia ngelakuin itu di belakang aku. Nggak pernah bilang. Tolol banget juga sih kalau aku expect dia bakal bilang, karena nggak akan ada maling yang mau ngaku kecuali udah mau ketauan kan? Aku baru tau dari Ivonne, yang terus maksa Ivory buat putus sama Johnny. Ivory nggak terima. Dia kabur dari rumah. Aku marah banget sama Johnny, tapi Ivory lebih penting, so I went to Bandung to find her. Nekat juga sih, soalnya waktu itu bolos sekolah dan nyetir sendirian dari Jakarta ke Bandung."

"Wow—"

"It was a legal trip, tho. Waktu itu aku udah punya SIM."

Rei nggak bisa menahan diri buat nggak nyengir. "Aku nggak nanyain SIM kamu sih."

"Just in case kamu mau ngomel. Kamu suka ngomel buat hal-hal paling terkecil. Minggu kemaren aja ngomel karena aku naik motor keliling cluster nggak pake helm."

"Kan bahaya nggak kenal tempat, Je."

"Iya, Bu Regina. Saya ngerti. Mau dengar nggak lanjutan ceritanya?"

"Mau."

"I found Ivory di rumah tanteku yang emang tinggal di Bandung. She was in her room, was about to slit her own wrist. Labil dan emosional karena dipaksa putus dari Johnny yang waktu itu udah kayak dunianya. Untungnya, aku tepat waktu. Aku cegah dia ngelakuin itu, bawa dia pulang lagi ke Jakarta."

"Oh my God..."

"Setelahnya, baru aku nyamperin Johnny."

"Terus?"

"Apa lagi?" Jenar tersenyum masam, terkenang pada masa lalu. "I beat him, punched him. Dia ngelawan, tapi lebih ke self-defense. Aku marah banget waktu itu. Kalau Johnny nggak punya dasar bela diri karena ikutan THS, mungkin dia udah di akhirat sekarang."

"Serem banget..."

"Waktu aku masih teenager, marahku jelek banget tau."

"Sekarang nggak?"

"Karena udah dewasa, jadi bisa lebih bijak. Seenggaknya, nggak nyeremin dan kalap macam orang kesurupan kayak dulu."

"Marah kamu yang sekarang aja udah sering bikin takut. Marah yang serius, maksudku."

Jenar meringis. "Kita tonjok-tonjokkan sampe kita berdua kehabisan tenaga, terus end up tiduran di atas lapangan basket sekolah sambil ngos-ngos-an. Johnny bonyok. Aku juga bonyok. Darah di mana-mana. Satu mata Johnny nggak bisa dibuka selama seminggu."

"And then?"

"Aku bilang ke dia kalau dia sinting karena udah pacaran sama anak SMP kayak Ivory. Bukan semata karena Ivory itu adik sepupuku. Well, kamu paham kan apa maksudku?"

Rei menganggukkan kepala, jelas paham. Kalau waktu itu Johnny dan Jenar sudah kelas 3 SMA, berarti umur mereka berada di kisaran angka 17 atau 18 tahun. Kemungkinan besar, 18 tahun sebab keduanya lahir di awal tahun. Secara hukum, meski masih sangat muda, mereka sudah dianggap masuk usia legal. Berbeda dengan Ivory yang masih berusia di bawah 17 tahun.

"She was a minor." Jenar menyuarakan pikiran Rei. "Aku nggak peduli soal Johnny mau pacaran sama siapa, mau itu sepupuku atau bukan. Masalahnya, bukan juga karena perbedaan umur. Tapi karena umur mereka ada di kelompok yang berbeda. Johnny udah bisa dianggap orang dewasa. Sedangkan Ivory masih minor. Masih jadi tanggung jawab orang tuanya. KTP aja belum punya."

Jenar terlihat kesal, bikin Rei tanpa sadar mengulurkan tangan, menyentuh punggung tangan lelaki itu untuk menenangkannya.

"Johnny sempat nggak terima. Dia bilang dia sayang sama Ivory. Bohong besar, menurut gue. Kalau dia beneran sayang sama Ivory, dia akan tunggu sampai Ivory legal. Nggak lantas macarin Ivory diam-diam. Later I found out, they did something sexually. Aku makin marah."

Rei mengerti kenapa. Kemarahan Jenar bisa dipahami. Apa yang Johnny lakukan sudah bisa dianggap sebagai child grooming. Child grooming itu adalah tindakan orang dewasa untuk membangun hubungan, kepercayaan atau ikatan emosional dengan anak-anak atau remaja yang belum punya kematangan dalam berpikir sehingga pelakunya bisa memanipulasi dan mengeksploitasi korban, mau itu secara seksual atau pun nggak.

Dalam situasi ini, ada perbedaan pengetahuan dan power dalam hubungan mereka. Ditambah lagi, pada umurnya yang segitu, Ivory belum bisa memberi consent. Makanya, walau mau dibilang didasari suka sama suka, hubungan mereka tetap salah.

"Johnny itu teman dekatku, tapi setelah kejadian itu, of course, things will never be the same."

"How about her? Adik sepupu kamu, maksudku."

"Setelah aku bawa dia dari Bandung, dia ikut terapi. Dia nggak pernah ketemu Johnny lagi sampai sekarang, dan Johnny juga nggak berusaha nemuin dia. Kalau ada yang mesti disyukuri, ya fakta kalau Ivory nggak hamil. Butuh waktu yang lama buat dia untuk ngerti, hubungan antara perempuan dan laki-laki yang sehat tuh gimana."

"..."

"Itu alasan utama kenapa aku nggak suka waktu dengar kamu naksir sama Johnny. Iya, aku tau kalau orang bisa berubah. Aku juga bego waktu masih remaja, but still. Di mataku, Johnny bakal selalu jadi orang yang manipulatif." Jenar menghela napas panjang. "Dan rasanya nggak adil aja. Aku ngelihat kamu duluan. Aku nunjuk kamu duluan. Bisa-bisanya aku dicuekkin dan kamu justru notice dia..."

"Sekarang... kamu masih marah sama Johnny?"

"Kadang, meski nggak sekesal dulu, soalnya Johnny kentara banget ngerasa bersalah dan berubah jadi orang yang lebih baik. Permintaan maaf terbaik itu adalah perubahan perilaku, kan? Aku anggap itu caranya dia minta maaf."

"Je,"

"Hm?"

"Barusan kamu kedengeran dewasa banget."

"Lah, emang biasanya aku kayak gimana?"

"Suka childish."

"Perasaan kamu doang, kali!"

"Ih, beneran!"

"Nggak!"

"Iya!"

"Nggak!"

"Iya!"

Jenar membalas seruan Rei dengan menggelitik pinggang perempuan itu, membuat Rei tertawa histeris sembari menjatuhkan diri ke atas kasur. Wuje yang melihatnya langsung bangkit, habis itu dia menarik-narik baju Jenar sambil mulai menangis.

"Mama!! Huhuhu!! Mamaa!!" Wuje teriak-teriak.

"Je!" Rei berseru sembari mendorong tangan Jenar menjauh. "Itu anaknya sampe nangis gitu ih kamu jahat banget!"

"Kamu mau dikelitikin juga!?!"

Tangisan Wuje makin kuat.

"JENAR, ANAKNYA NANGIS NIH AH!!"

Jenar akhirnya berhenti menggelitiki istrinya. Begitu bapaknya menjauh, Wuje merangkak mendekati Rei, lalu merebahkan kepala di atas dada ibunya sambil terus menangis.

"Wuje, Sayang, jangan nangis, Papa cuma bercanda aja..." Rei mengusap punggung anaknya.

Anaknya tetap sesenggukan beberapa lama, membuat Jenar mencibir. "Drama banget deh nih bayi."

"Sama kayak kamu."

"Yaiyalah, aku kan bapaknya."

*

pejantan tangguh (8)

kun:

lanang: AWOKWKWKWKWKWKWK

dhaka: gue sih engga ya

dhaka: dari awal, nama kontaknya bini gue konsisten

jenar: nyi blorong ya? @dhaka

dhaka: gak

dhaka: my j

milan: my jenar atau my johnny? @dhaka

jenar: tak kusangka aku milikmu @dhaka

dhaka: MY JUNO

dhaka: anjing banget my jenar

dhaka: meriang sekujur badan

tigra: meriang

tigra: merindukan kasih sayang

dhaka: kalo meriang yang itu sih si @milan

milan: salah mulu jadi gue :(

kun: sabar yah @milan

lanang: lah emang gak ada kemajuan sama kak ocha gitu?

milan: boro-boro :(

tigra: lo pernah berbuat dosa gak sih lan

tigra: kayak kencing sembarangan di tempat keramat gitu

tigra: kok kayaknya seret amat jodoh lo

johnny: coba di-oli-in biar gak seret lagi

jenar: GARING ANJER @johnny

milan: lo otw jadi bapak @johnny

milan: gue saranin baik-baikin kelakuan @johnny

johnny: wkwkwk cuma ngasih saran, lan

johnny: beneran

kun: tapi congrats banget ya

lanang: video naik besok ya, bang @johnny

lanang: sekali lagi congrats yuhuuuuu @johnny

tigra: lo lagi ngerayu johnny biar gak minta jatah adsense ya @lanang

lanang: suuzon aja aih @tigra :(

milan: padahal emang iya

johnny: santai, gue gak akan minta kok

lanang: nah di atas adalah contoh suara orang kaya yang budiman

jenar: gue gak denger

jenar: gue baca

kun: btw mau cerita

jenar: btw gak mau baca

kun: yaudah gpp :)

milan: cerita apa? @kun

kun: soal istri gue

milan: kalo soal itu, gue gak mau baca

kun: :(

lanang: cerita apa sih?

kun: akhir-akhir ini sheza lagi rajin dengerin ceramah ustadz

kun: terus suka ikut pengajian online

kun: soalnya dia belom pede ikut pengajian langsung

kun: nah gak tau gimana ceritanya tuh ya, dia kenal ama lakinya si jinny

jenar: jinny oh jinny?

kun: jinny temen sekosan bini lo di sadewo dulu

kun: kan ada jinny sama sakura tuh

milan: :)

lanang: gak usah baper denger nama sakura disebut @milan

milan: kagak...

tigra: dia mah JNRB

milan: JNRB apaan?

tigra: jomblo ngenes rentan baper

milan: sialan :)

lanang: lansia

jenar: terus bini lo naksir sama lakinya jinny gitu @kun

lanang: SKANDAL MACAM APA INI

kun: KAGAK

kun: lakinya jinny nih lulusan kairo kan

lanang: pasti suka nongkrong di daerah sungai nil

kun: NGACO AJE

kun: terus kata bini gue

kun: "jinny beruntung banget deh, mas"

kun: "suaminya ganteng terus alim banget gitu"

kun: "kalo ngomong adeeeeemmmm banget"

kun: gue jadi insecure deh

kun: perasaan gue gak belangsak-belangsak amat soal ibadah

kun: gue juga ngomongnya adem gak sih? :(

lanang: mungkin di mata kak sheza, lo kurang ganteng, bang

kun: :(

dhaka: bini gue juga kemarenan abis dengerin ceramah ustadz siapa gak tau

lanang: kok gak tau?

dhaka: gak kenal

lanang: kenalan dong

dhaka: DIEM AH SAT

jenar: oke, say

dhaka: DIEM LU JUGA @jenar

dhaka: lanjut nih ya

dhaka: si juno tau-tau bilang

yuta: ADA YANG BISA MINJEMIN GUE DUIT NGGAAAAAA?????

yuta: TOLONG BGT INI MAH :""""(

jenar: kenapa deh?

johnny: panik banget kayanya

yuta:

lanang: lucu banget stikernya

lanang: save ah

yuta: BANTUIN GUE

tigra: IYE KENAPA NYET

milan: mau cerai ya?

yuta: AMIT-AMIT, LO KALI

milan: YA TERUS APA?

yuta: akhir-akhir ini, gue lagi rajin main crypto kan

jenar: yah si anjing

dhaka: gak sekalian lo pasang togel aja? @yuta

dhaka: kayaknya lebih gampang gitu diprediksinya

dhaka: ketimbang lo main kripto ama bitkoin

yuta:

johnny: yumna tau? @yuta

yuta:

tigra: JAWAB NYET JANGAN MALAH NANGIS @yuta

yuta: kemarenan sempet naik terus :(

yuta: terus tau-tau banjir darah

yuta: GARA-GARA ELON MUSK BRENGSEK

yuta:

yuta: roro belom tau :(

yuta: kalo roro tau, gue pasti dimasak

yuta: dijadiin dendeng :(

lanang: terus terang aja, bang

lanang: bakal serem sih, gak mungkin gak

lanang: tapi pengalaman gue ya, kalo taunya belakangan

lanang: malah lebih serem lagi

jenar: ckckck

jenar: ambles berapa?

tigra: ilang berapa duit lo?

yuta: enam puluh

yuta:

milan: ribu?

yuta: JUTA BANGKE MANA ADA MAIN KRIPTO ENAM PULUH RIBU @milan

milan: kan nanya

yuta: pea

yuta: pantesan jomblo

tigra: haduh mayan juga segitu

yuta: itu uang tabungan di rekening keluarga :(

yuta: kalo yumna tau... gimana :"(

dhaka: tanya bini lo lah masa tanya gue?!!

yuta:

tigra: TUY

tigra: SINTING LO YE

tigra: WADUH

yuta: ... gra, lo kenapa @tigra

lanang: firasat gue kok gak enak gini ya

jenar: jangan-jangan

tigra: tuy

tigra: lo jangan shock ya

yuta: APA?!!!!!!!!!

tigra: barusan yang jawab tuh jella

tigra: dia liat gue serius banget sama hp

tigra: jadi dia kepoin hp gue pas gue ambil minum

tigra: terus dia baca

jenar: AWOKWKWKWKWKWWK

tigra: tuy?

tigra: TUY???

tigra: OY NYET

kun: YUTA???? @yuta

lanang: kondisi terkini bang yuta

lanang:

lanang: kondisi terkini rumah bang yuta

lanang:

*

Nggak ada lagi yang nongol di grup setelah itu.

Jujur, Milan kepingin tau, tapi dia sengaja menahan diri biar nggak ngepoin. Kalau sudah berhubungan sama urusan rumah tangga orang kayak gitu, Milan angkat tangan deh. Biarin saja teman-temannya yang sudah berumah tangga yang mikir. Lagian, kayaknya kasusnya Yuta lebih relate ke mereka, berhubung mereka sudah seatap dan satu keluarga dengan bini masing-masing. Ngatur kepala sendiri saja susah, apalagi ngatur kepala dua orang.

Walau yah, kalau Milan jadi Yumna, dia bakal ngamuk sih.

Bisa-bisanya Yuta main crypto tanpa bilang-bilang Yumna, terus pakai uang tabungan pula. Milan bukan pakar dalam investasi yang kayak gituan ya, paling juga dia buka reksadana, cuma menurut Milan, sebelum berinvestasi, ada baiknya hal-hal yang fundamental alias mendasar terpenuhi. Misalnya kayak ketersediaan dana darurat sama asuransi kesehatan.

Namanya investasi, apalagi yang kayak saham, crypto atau bitcoin gitu, untungnya nggak pasti,

Jadi kalau mau investasi di yang kayak begituan, mestinya pakai dana yang "kalau hilang pun nggak akan mempengaruhi status finansial" alias uang yang memang nggak kepake.

Apalagi statusnya Yuta sudah punya istri.

Harusnya dalam rumah tangga tuh mesti diskusi dulu nggak sih sama pasangan, apalagi yang sifatnya finansial macam itu?

Tapi ya, siapalah Milan?

Masa dia mau ngajarin Yuta yang sudah punya istri, sedangkan dia, boro-boro istri, gandengan saja nggak ada.

Malamnya, Milan sengaja pergi ke Indomaret buat beli batre untuk remot televisinya. Dia baru tiba di depan Indomaret ketika matanya melihat sosok yang familiar lagi duduk sendirian bertemankan satu cup Pop Mie yang masih mengepulkan asap di kursi yang berada di depan Indomaret. Indomaret di dekat tempat tinggal Milan memang menyediakan meja berpayung sama beberapa buah kursi di depannya.

"Sakura?" Milan mengerjap, membuat Sakura yang lagi meniup-niup Pop Mie yang masih panas memandang padanya.

"Eh—hng..." Sakura tampak canggung ketika dia melambai. "Hai."

"Lo ngapain di sini?"

"Makan mi. Mau?"

Milan mendekat. "Lo tau, bukan itu yang gue tanyain."

"Well..."

"Lo masih pake baju kantor." Milan mengerjap. "Lo belom balik?"

Sakura mengembuskan napas lelah. "Belum."

"Dan lo makan Pop Mie di sini?"

"He is there."

"Siapa?"

"Alfa. Di apartemen gue. Di lobi. Nungguin gue dari balik kantor karena gue nolak nemuin dia ketika dia datengin kantor gue."

Milan menelan saliva. "Dia masih di sana?"

"Waktu gue cek ke resepsionis yang jaga meja lobi, masih."

"..."

"Gue nggak mau ketemu dia." Sakura menggigit bibir.

"Terus sekarang lo mau kemana?"

"I don't know. Mungkin habis ini gue cari hotel."

Milan nggak tau kenapa mulutnya lugas saja berkata. "Atau malam ini, mau stay dulu di apartemen gue? Ada dua kamar. Lo bisa tempatin kamar tamu."

"Milan—"

"I feel bad, ngelihat lo kayak gini. Udah malem, mana lo sendirian." Milan melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. "Udah jam sepuluh. Mall udah mau tutup. Lo punya baju ganti?"

Sakura menggeleng.

"Tidur pake baju itu nggak akan nyaman."

Sakura terlihat ragu.

"This means nothing. Gue murni mau bantu lo doang."

Sakura mengembuskan napas. "This means nothing?"

"Means nothing." Milan menegaskan.

"Oke."

*

Siang ini, Wirya lagi mengecek laporan arus kas untuk sejumlah toko miliknya di Starbucks Grand Indonesia ketika seseorang menegurnya tiba-tiba.

"Wirya ya?"

Refleks, Wirya menengadah, seketika ternganga ketika dia mengenali seraut wajah milik orang yang barusan menyapanya.

Orang yang barusan menyapanya adalah Kalya, orang yang dulu pernah maminya Wirya jodohin sama Wirya jaman kuliah. Perjodohan mereka batal setelah Wirya berterus terang soal Rossa. Pada akhirnya, Kalya dan keluarganya menerima keputusan itu, meski melalui rembukan dua keluarga yang cukup alot. Kayaknya, Kalya berhasil menemukan kebahagiaannya sendiri, soalnya dia lagi hamil—walau suaminya nggak terlihat.

"Gue lagi nunggu pesenan suami gue. Orangnya ngejemput doang, lagi nunggu di parkiran." Kalya bilang ketika Wirya bertanya. "Abis jalan sama temen-temen gue. Lo sendirian?"

"Iya."

Kalya melirik pada macbook Wirya yang masih dibiarkan terbuka. "Sekarang sibuk banget kayaknya ya lo? Famous pula."

Wirya tersenyum sedikit. "Lumayan."

"Jangan merendah gitu." Kalya terkekeh. "Apa kabar lo sama Rossa?"

"Nggak begitu baik."

"Masih pacaran?"

"Gue sendiri bahkan nggak tau apa kita bisa dibilang pernah pacaran apa nggak."

"Lo sayang nggak sama dia?"

"Sayang. Even sampe sekarang."

"Dan dia?"

"Dia bilang dia juga sayang sama gue."

Kalya memiringkan wajah. "Then what's the problem? Kalian sama-sama sayang. I don't get it."

"Kadang sayang aja nggak cukup."

"Love wins no matter what. Itu sih yang gue yakinin."

Wirya tersenyum pahit. "Faktanya nggak gitu buat Rossa. Dia ngerasa, dia nggak bisa sama gue karena dia nggak cukup bisa nge-handle ekspektasi yang bakal muncul."

"Emang lo punya ekspektasi apa sama dia?"

"Nggak ada. I don't need anything from her other than her presence."

"Terus ekspektasi dari mana?"

"Keluarga gue."

"Simpel lah, nggak usah libatin keluarga."

"..."

"Is it okay for you?"

"Gue akan ngelakuin apa aja buat dia, to be close with her."

"Then do it."

Wirya nggak sempat menanggapi, soalnya barista yang berada di balik konter sudah meneriakkan nama Kalya. Kalya tersenyum sekali lagi, lantas beranjak dan berpamitan. Dia meninggalkan Wirya sendirian, tepekur dalam pikirannya yang kini bercabang kemana-mana.

Ucapan Kalya begitu mengena bagi Wirya, membuatnya nggak bisa berhenti memikirkannya. Makanya, tanpa pikir panjang, sore ini, Wirya bertolak ke kantor Rossa tanpa menelepon dulu. Entah mengapa, instingnya mengatakan Rossa ada di sana.

Betulan saja. Mobil Wirya baru berhenti di pelataran parkir ketika dia melihat Rossa keluar dari pintu kaca bagian depan gedung pencakar langit tempatnya berkantor. Perempuan itu tampak tergesa, terlihat cantik dengan rok pensil dan kemeja satin yang membuatnya terlihat stylish dalam cara yang elegan. Rambutnya dikepang satu, jatuh lembut di salah satu sisi dadanya.

Wirya buru-buru turun dan menghampiri Rossa.

"Rossa!"

Rossa menoleh, terbelalak sejenak. "Wirya?"

Wirya nggak menjawab, memilih bernapas karena napasnya yang terengah.

"Lo ngapain kesini?"

"Gue mau ngomong sesuatu."

"... apa?"

"Ayo kita pacaran!"

"Wirya—"

"Lo sayang sama gue."

"Iya, tapi—"

"Dan yang jadi masalah lo adalah ekspektasi keluarga gue. Iya kan?"

"Iya."

"Yaudah, jangan libatin keluarga! Let's just get together, you and me. Kita aja, tanpa mikirin apa kata orang." 


***

Kokoh bau duwit


Calon diusir dari rumah


***

a/n:

yah. 

hanya info, kalo apa yang terjadi di igstory version belum tentu terjadi di versi wepe. 

wkwkwkwk kayanya abis milan ribut sama alfa sama jawaban rossa soal ajakan wirya, kita akan ke tiga tahun kemudian deh. 

apa kabar anak johnny? 

hehe. 

dah gitu aja. 

sekian dan terimkiciw. 

met malem. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top