17 | first time
warning: adegan dewasa hehe, talk about sexual stuffs
***
Meski nggak pernah curhat di grup Pejantan Tangguh maupun curhat kesana-kemari, sesungguhnya sebelum Wuje lahir, Jenar juga sempat galau memikirkan nama apa kiranya yang akan dia berikan pada anaknya.
Sekalipun kata Shakespeare, apalah arti sebuah nama, tetapi buat Jenar, nama itu doa. Harapan yang dia sematkan pada anaknya. Sesuatu yang baik, yang Jenar harap bisa melekat pada si anak sejak awal dia tiba di dunia sampai nanti, hingga akhir hayatnya tiba.
Tadinya, Jenar berpikir dia masih punya banyak waktu. Soalnya, sembilan bulan itu kayaknya waktu yang lama. Tapi setelah dijalani, ternyata waktu bisa berlalu tanpa terasa. Dia baru tersadar ketika suatu malam, dua bulan sebelum Wuje lahir, Rei tau-tau bertanya.
"Je, kita nggak akan namain Wuje beneran dengan 'Wuje' kan?"
Sejak memasuki awal trimester kedua kehamilan, Jenar punya posisi cuddling favorit baru. Jika biasanya dia membiarkan Rei membenamkan wajah ke dadanya sementara satu lengan Jenar berada di punggung perempuan itu untuk memastikannya tetap dekat, pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, mereka lebih sering cuddling dalam posisi spooning.
Siapa yang jadi big spoon? Jelas Jenar.
"Kalau lo yang jadi big spoon, rasanya gue bukan kayak dipeluk, tapi kayak lagi pake carrier buat naik gunung." Jenar bergurau, yang bikin Rei merengut.
Dalam posisi spooning, orang yang berperan sebagai big spoon akan memeluk pasangannya dari belakang, sementara mereka berbaring menyamping di atas kasur.
Kata-kata Jenar soal carrier buat naik gunung nggak bisa dibilang salah juga, karena mereka berdua tuh punya selisih tinggi yang lumayan—Jenar lebih tinggi setidaknya dua puluh senti daripada istrinya dan sudah pasti, punya bahu yang lebih lebar kalau dibandingkan sama Rei.
"Jeje, lo dengar gue nggak sih?"
Jenar tersadar ketika Rei kembali bertanya. Dia menghela napas, menurunkan tangannya yang ada di pinggang Rei ke perut yang membuncit. Ini sudah malam. Kayaknya, si bayi sudah tidur, soalnya gerakannya nggak aktif banget kayak waktu siang.
"Kayaknya dia bakal ngata-ngatain kita di medsos kalau udah gede nanti seandainya beneran kita kasih dia nama Wuje di akte."
Rei tertawa. Suaranya manis, bikin Jenar kepingin meminta perempuan itu berbalik agar dia bisa melihat ekspresi wajah Rei yang lagi tertawa. Tapi Jenar nggak melakukannya, justru merunduk dan bernapas di antara rambut Rei.
"Terus dikasih nama apa?"
"Kok tanya gue?"
"Kan lo bapaknya."
"Kan lo ibunya."
Rei menghela napas. "Kasih nama Lucas aja yuk."
Alis Jenar terangkat, kaget karena dia justru connectnya ke salah satu Injil Sinoptik. "Lo kerasukan apa, tiba-tiba jadi alim begini?"
"Ih, bukan Lukas yang itu! Lucas, pake C!"
"Iya, kenapa tiba-tiba Lucas?"
"Soalnya akhir-akhir ini gue lagi rajin nonton Netflix, terus nemu aktor namanya Lucas Bravo. Cakep banget, Je. Kali aja, si bayi keluar-keluar mirip Lucas Bravo. Hehe."
"Mana ada?!" Jenar sewot. "Dia anak gue, bukan anak Lucas Bravo!"
"Iya sih. Huf, sayang banget ya."
"Sayang apanya!? Emangnya lo mau punya anak sama Lucas Bravo?!"
"Guenya mau. Dianya yang nggak."
"Regina!!"
Rei bergeser sedikit, terus membalikkan arah berbaringnya sehingga sekarang dia bisa menatap Jenar yang tampak dongkol.
"Je, apaan sih kok mukanya sepet banget gitu?" Rei bertanya dengan nada separuh meledek.
"Gimana nggak sepet, lo ngomongin laki-laki lain di depan laki lo sendiri!"
"Astaga, Lucas Bravo tuh jauh, Je. Dia di Paris, gue di Jakarta. Lagian, mana mau tuh orang sama perempuan yang udah married terus lagi gendut kayak gue gini!"
"Tapi kalau situasinya beda, lo lebih milih gue apa Lucas Bravo?"
"Hm..."
"Jangan bilang Lucas Bravo—"
"Mungkin sih."
"Wah—"
Rei memutus kata-kata Jenar dengan mengulurkan tangan, menyentuh pipi laki-laki di depannya, terus senyumnya tertarik. "Kalau lo cemburu gini, bawaannya gue jadi pengen cium deh."
"Sini."
"Sini apanya?"
"Cium."
"Masih cemburu apa nggak?"
"Masih."
Tawa kecil Rei pecah, lalu dia bergeser lagi biar lebih dekat sebelum mencondongkan badan dan mencium sudut bibir Jenar.
"Kalau cuma segitu, kurang." Jenar mengeluh ketika Rei telah menarik diri dari sudut bibirnya.
"Kalau lebih dari itu, nanti kita bukannya diskusi soal nama, tapi malah sibuk sama yang lain."
"Gue nggak keberatan sibuk sama yang lain."
"Jangan, ah. Kasian, kemaren si bayi kebangun tau."
"Dia kan emang rese tiap kita mau yayang-yayangan." Jenar cemberut. "But fine, soal nama, kalau alasannya gara-gara aktor yang lo suka itu, of course jawabannya nggak boleh. Lagian Lucas Suralaya tuh kebanting banget tau, Regina."
"Loh, kok ada Suralaya-nya juga?"
"Jelas dong! Dia kan anak gue, masa nama bapaknya nggak nempel! Apalagi nih bayinya cowok!"
Iya, akhirnya mereka tau jenis kelamin anak mereka tuh cowok. Jelas berbanding terbalik dengan dugaan Jenar ketika mereka babymoon ke Jogja, yang menebak kalau anaknya cewek. Tadinya, hipotesis Jenar soal anak mereka yang berjenis kelamin cewek ini kian menguat karena seiring dengan bertambahnya usia kandungan, Rei makin cengeng dan clingy.
Makanya, ketika hasil USG menunjukkan bahwa ternyata si bayi berjenis kelamin cowok—bahkan dokternya bilang, "nah, nih si dedek akhirnya menunjukkan tititnya."—Jenar adalah yang paling shock.
Batal deh rencananya mendandani Rei mini pakai pita dan jepit-jepit lucu.
"Lo ada ide nggak?" Rei bertanya.
"Lo sendiri?"
"Ada. Tadi tuh, Lucas."
"No!" Jenar menolak tegas.
"Yaudah, apa?"
"Hm... apa ya..."
"Apa?"
"Duh... belom dapet inspirasi..."
"Gimana dong kalau gitu?"
"Kayaknya gue butuh bantuan buat dapat inspirasi."
"Bantuan apa?"
Jenar merunduk, mempersempit jarak diantara wajah mereka. Tindakannya begitu tiba-tiba, membuat napas Rei tersentak kaget. Sejenak, mata mereka saling bertemu, dan senyum Jenar tertarik. Senyum yang untuk kesekian kalinya, kembali mencetak lesung pipi di dua sisi wajahnya.
Apa mungkin lo bisa merasa bosan melihat senyum seseorang?
Rei rasa nggak. Telah berapa tahun berlalu sejak pertama kali dia melihat senyum Jenar? Empat tahun? Nggak. Jelas lebih. Senyumnya pertama kali muncul ketika mereka berinteraksi di halaman gedung rektorat, di bawah pohon, di belakang kerumunan mahasiswa yang lagi menuntut rektor terkait pengembalian dan keringanan pembayaran UKT buat mahasiswa semester tua. Senyum yang muncul waktu dengan pedenya, Jenar bilang Johnny itu penyuka sesama jenis.
Senyum yang kerap menyambut Rei saat dia bangun tidur. Senyum yang sering muncul diantara sentuhan-sentuhan antara bibir mereka waktu keduanya berciuman. Senyum yang Rei lihat tatkala dia melangkah bersama Dhaka menuju altar.
Senyum favoritnya, dari tujuh milyar lebih senyum yang ada di planet ini.
"Let me kiss you?"
"Kalau nggak boleh, gimana?"
Jenar memasang wajah setengah memohon setengah bercanda. "Please?"
Rei terkekeh. "Kiss me."
Maka itu yang lalu Jenar lakukan.
Ujung-ujungnya, malam itu mereka nggak membahas soal nama buat si bayi, karena terlanjur disibukkan oleh aktivitas yang lain—dan waktu aktivitasnya sudah selesai, Rei telah terlampau mengantuk buat lanjut berdiskusi, berakhir dengan dia jatuh terlelap diantara kecupan Jenar di bawah telinganya.
Besoknya, Jenar menelepon mamanya buat minta saran.
"Dulu, waktu Papa sama Mama tau kalau kamu tuh cowok, kita langsung cari opsi nama. Nah, ada tiga pilihan tuh." Mamanya Jenar jadi tergerak buat bercerita.
"Pilihannya apa aja, Ma?"
"Karena kakakmu dinamai Hyena, jadi Papa sempat mau namain kamu Leonardo."
Jenar langsung keselek. "LEONARDO—WHAT?! That's hideous!"
"I know. Makanya Mama bilang, Hyena jadi ganas gitu karena dinamain Hyena. Kita udah cukup punya hyena, masa iya mau ditambahin singa. Yang ada, Mama berasa jadi pawang nantinya." mamanya Jenar malah bercanda. "Terus pilihan keduanya, ya Jenardi."
"Kayak nama orang jaman dulu."
"Jenar itu dari bahasa Jawa. Mau kamu bilang kayak nama orang jaman dulu, artinya bagus."
"Emang artinya apa, Ma?"
"Selalu bahagia dan membawa kebahagiaan." mamanya Jenar menjawab. "Nama itu kan doa. Harapan Mama sama Papa buatmu, ya salah satunya itu. Kamu selalu bahagia dan bisa membawa kebahagiaan. Selain itu, arti nama kamu juga cocok buat waktu lahir kamu. Jenar bisa juga bermakna cahaya matahari pagi, dan kamu kan lahirnya memang pagi."
"Oh." Jenar manggut-manggut meski tau ibunya lagi nggak bisa melihatnya sekarang.
"Setelah kamu nikah, Mama baru sadar, kalau arti nama kamu yang itu sama arti namanya Regina nyambung."
"Hah?! Nyambung gimana?"
"Arunika artinya kan matahari terbit."
"Ah ya. Aku baru sadar."
"Itulah, makanya, Mama makin percaya, nama itu sebuah doa. And the fact that you found your another half in another morning sun, I think, is not a coincidence. Soalnya Mama juga percaya, yang namanya jodoh, rezeki dan maut itu sudah diatur sejak awal."
"Terus pilihan ketiganya apa, Ma?"
"Arganata."
Arganata.
"Artinya?"
"Orang yang berwibawa, mandiri dan bisa dipercaya." ibunya Jenar menjawab. "Tapi kata Papa kamu, kayaknya namanya bakal terlalu berat buat dikasih ke kamu. Apalagi kamu direncanakan jadi anak bungsu, karena Papa dan Mama nggak ada niat punya anak lagi. Anak bungsu tuh biasanya kecenderungan manjanya lebih tinggi."
Balasan ibunya bikin Jenar merengut.
Namun malamnya, ketika Jenar kembali cuddling sama Rei kayak biasa, dia mengujarkan kata itu. "What do you think about Arganata?"
"Mm-hm, Arganata?"
"Nama buat si bayi."
"Artinya?"
"Orang yang berwibawa, mandiri dan bisa dipercaya."
"Arganata." Rei mengulang nama itu dalam gumam, terus senyumnya tertarik. "I like that name."
"Really?"
Rei mengangguk. "Mm-hm."
"Then we'll name him Arganata?"
"We'll name him Arganata."
*
Tadinya, semua orang mengira kalau Johnny bakal berakhir menikah sama Sona.
Walau dua-duanya meng-klaim kalau hubungan mereka bersifat platonik—yang mana mereka bisa menunjukkan kedekatan dan rasa sayang mereka dengan cara intim, tapi tanpa sexual desire—nggak ada yang bisa menampik kalau Sona adalah perempuan yang dekat sama Johnny lebih lama dari siapapun. Terutama setelah peristiwa yang terjadi diantara Johnny dan adik sepupunya Jenar, Ivory.
Jujur, Johnny juga sempat mengira begitu.
Hingga dua tahun sebelum Johnny ketemu Gia, Sona meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal.
Kecelakaan yang nggak akan pernah bisa membuat Johnny berhenti menyalahkan dirinya sendiri—even sampai sekarang, meski sudah bertahun-tahun lewat, sekalipun Johnny sudah bersama Gia, Johnny masih merasa jika Sona nggak akan mesti berakhir seperti itu, kalau bukan gara-gara dia.
Hari itu, seminggu sebelum kecelakaan, Johnny ketemu dengan Sona. Seperti biasa, di tempatnya Johnny. Mereka tetap berperan sebagai stress reliever satu sama lain, meski dua-duanya sudah lulus kuliah. Masih tetap intim, namun nggak melintasi batas yang sudah mereka tetapkan.
Tapi namanya rasa, biasanya tiba tanpa aba-aba.
Sona masih menyandarkan kepalanya di dada Johnny dengan mata yang tertuju lekat pada layar televisi ketika jemari Johnny menyentuh helai rambut halus di tepi wajahnya.
Refleks, Sona menengadah, hanya untuk mendapati Johnny sedang menatap ke bawah, padanya. Mata mereka bertemu. Sejenak, hanya ada hening hingga Sona pura-pura batuk.
"Ada sesuatu di wajah gue?"
Johnny menggeleng. "Nggak ada apa-apa."
"Terus kenapa ngelihatin gue sampai segitunya?"
"Karena lo cantik."
Sona tercekat, lalu dahinya berlipat. Ada kerut muncul diantara kedua alisnya. Itu bukan kali pertama Johnny memujinya cantik, tapi jelas ada sesuatu yang kini berbeda dalam suara laki-laki itu.
"Lo nggak habis kebentur kan, John?"
"Nggak."
"Silly. Lo terdengar aneh."
"But I meant it." Johnny menghela napas dan tanpa sadar, dialog dari film yang sedang mereka tonton pun terlupakan, menjelma jadi semacam white noise di latar belakang. "Sona, apa kita harus begini terus?"
"Maksudnya?"
"Apa kita harus begini terus?" Johnny mengulang seraya tangannya yang berada di bahu Sona mulai bergerak.
Perlahan, tangan itu makin naik ke atas, menyentuh pipi Sona yang telah terasa hangat di bawah sentuhan Johnny. Sona masih memaksa diri memandang Johnny, walau kini kulitnya mulai merona. Dia tercekat lagi.
"John—"
"Last night, I had a dream."
Sona balik bertanya, nadanya hati-hati. "What... kind of dream?"
"Ada lo. Dan gue. Kita duduk berdekatan."
"... terus?"
"Kemudian, gue melakukan ini—"
Dan usai menyudahi kalimatnya, Johnny merunduk, menjemput bibir perempuan dalam rangkulannya dengan bibirnya. Ciumannya lambat. Matanya terpejam. Tapi seiring dengan detik demi detik yang berlalu, Johnny sadar dia telah meruntuhkan batas itu. Batas-batas yang sudah dia sepakati dengan Sona.
Kini yang tersisa hanya dua kemungkinan; Sona setuju untuk meniadakan batas itu sampai seterusnya, atau dia akan menjauhi Johnny karena tidak bisa menghormati apa yang sudah mereka setujui.
Ternyata, yang terjadi adalah yang kedua.
Sona tidak membalas ciuman Johnny. Dia mendorong Johnny menjauh, menatap lelaki itu dengan sorot mata tak percaya bercampur kaget. Lalu, Sona meraih tasnya dan meninggalkan tempat Johnny tanpa bilang apa-apa.
Sona nggak menghubungi Johnny lagi setelahnya.
Johnny sadar, bukan tempatnya untuk memaksa. Jadi dia cuma mengirimkan sebaris pesan permintaan maaf pada Sona. Seperti dugaannya, Sona nggak membalas.
Sona baru menelepon Johnny lagi seminggu setelahnya, di malam terjadinya kecelakaan.
Johnny masih ingat, dia sekaget itu ketika mendengar suara Sona menyebut namanya dari seberang sana—ditingkahi bunyi klakson yang teredam, menandakan Sona sedang berada di jalan.
"John, you heard me?"
Johnny mengerjap. "Sori, tadi lo bilang apa?"
"About last week, I am so sorry."
"No, don't be. Gue yang salah. Gue yang—"
"Gue punya interpretasi sendiri soal apa yang lo lakukan minggu kemarin—" Sona memotong. "Tapi gue nggak mau menduga-duga, jadi gue mau tanya langsung ke lo. Johnny, why did you kiss me?"
"Because I want to."
"Dan kenapa lo mau melakukannya?"
"I don't know. Maybe because I like you."
"Lo sudah pernah bilang begitu."
"Berbeda konteks." Johnny membantah. "Sebelumnya, gue menyukai kehadiran lo sebagai teman gue. I mean, you're a good company, and your hug is warm. I crave your warmness. But then, I realized that my feeling is bigger than that."
"Bigger?"
"Gue suka lo... kayak gimana laki-laki suka sama perempuan."
Sona tertawa kecil dan Johnny sadar, dia merindukan tawa perempuan itu. "I like you too."
"As a friend?"
"More than that."
Johnny terdiam sebentar, terus melanjutkannya dengan tanya. "Sejak kapan?"
"Before you kissed me last week."
"Kenapa lo nggak pernah bilang?"
"Nggak tau, mungkin karena gue terlalu takut mengakuinya."
"Takut?"
"You know, the more we have, the more we have to lose. The more someone means to us, the more afraid we are of losing that person. Apalagi gue ngerasa, saat gue jatuh cinta, I mean, truly in love, gue nggak hanya merasa takut kehilangan orang yang gue cintai itu, tapi gue juga tambah aware dengan eksistensi gue. Hidup gue jadi terasa lebih berharga, lebih punya arti, that the thought of losing it becomes more frightening." Sona menghela napas. "Tapi setelah gue menghabiskan seminggu ini untuk berpikir, gue rasa... apa salahnya mencoba? Kenapa harus fokus sama rasa takut, ketika ada hal-hal yang sepertinya worth it untuk dicoba? Kayak mencintai lo, misalnya."
Johnny tertawa. "Jadi... lo udah nggak marah sama gue?"
"Gue nggak pernah marah sama lo, Johnny."
"So... I'll see you tomorrow?"
"No, I'll see you tonight. I am driving to your place right now."
"Sona, ini hampir jam sepuluh malam."
"Terus kenapa? Kita kan bukan anak SD yang harus sudah cuci tangan-cuci kaki-sikat gigi terus bobo sebelum pukul sembilan."
"Oke, gue tunggu ya?"
"Oke."
Sona nggak pernah tiba di tempat Johnny malam itu.
*
Jika menilik dari setinggi apa rasa percaya dirinya Lanang, nggak akan ada yang menerka kalau ternyata Lanang bisa insecure juga.
Iya, para bapak-bapak muda grup Pejantan Tangguh juga sekaget itu ketika tiga hari menjelang ijab kabul, Lanang curhat mendadak di grup.
Kira-kira, waktu itu begini ceritanya;
pejantan tangguh (8)
lanang: bang
yuta: ngape
lanang: mau minta saran
milan: saran apa
lanang: sori bang, kalo yang kayak ginian, gue rasa lo sama clueless-nya kaya gue @milan
milan: EMANGNYA APAAN
lanang: nih bentar lagi gue nikah kan
tigra: kenapa?
tigra: mau berubah pikiran?
lanang: kagak
kun: apaan nih?
lanang: terkhusus buat abang-abang yang udah nikah nih
jenar: apa nih
dhaka: ginian aja cepet lo @jenar
jenar: sensi amat, say @dhaka
jenar: abis ngelonin bayi besar
dhaka: gak nanya
tigra: gak nanya (2)
johnny: gak nanya (3)
lanang: pas nikah kan ijab kabul tuh yah
lanang: abis itu resepsi
lanang: abis itu tau dong bang, ada apaan
jenar: ngitung isi amplop?
lanang: BUKAN
lanang: malam pertama
tigra: halah judulnya doang malam pertama
yuta: benar
lanang: gak, nanti tuh bakal beneran first time gue sama delta
tigra: MOSOK?!
yuta: kok gue gak percaya ya...
jenar: bentar, sejak kapan lo jadi cemen gini?
lanang: gak cemen, bang
lanang: buat gue, delta tuh spesial
yuta: telornya double yah?
lanang: delta gak punya telor
lanang: gue yang punya
lanang: AWOKWKWWKWKWK
lanang: doh ah serius dong!!
kun: lo yang bercanda, anjir
lanang: intinya beneran, gue sama delta gak pernah ngapa-ngapain
yuta: ciuman?
lanang: kalo itu pernah, bang
lanang: hehe
jenar: berarti ya pernah ngapa-ngapain
jenar: maksudnya belom pernah bobo bareng
jenar: gitu kali ya?
lanang: nah, itu
lanang: terus nih
tigra: tapi ini tuh first time elo juga gak?
lanang: gak
lanang: WKWKWWKWKWK
yuta: inget, tangan dan sabun gak diitung
lanang: NGGA WKWKWK
lanang: udah pernah gue tuh
milan: sama siapa?
lanang: ada-lah cwk
yuta: cwk?
lanang: yoi, cwk
lanang: tapi yaudah, waktu itu jg pelarian doang
lanang: soalnya gue galau kan si delta ganti-ganti cowok
lanang: tapi gak pernah ngelirik gue
lanang: namanya pelampiasan, ya yg gue cari kesenengan gue doang
jenar: bener-bener ye lo
lanang: sesama buaya laguna, gak perlu saling judge, bang @jenar
jenar: GUE GAK GITU
johnny: lo ciuman sama jella waktu lo lagi caper mau cari info soal regina @jenar
tigra: HAHAHA
jenar: YEU BANGSAT MASIH AJA DIBAHAS @johnny
yuta: sakit gak? @tigra
tigra: gak, soalnya gue juga pernah cium regina
jenar:
lanang: malah nih bedua yang berantem @tigra @jenar
dhaka: norak
lanang: intinya gitu ya
lanang: delta sendiri belom pernah ngapa-ngapain
yuta: dia yang bilang?
lanang: ho oh
lanang: pas gue ama dia ngobrol dari hati ke hati
lanang: gue gak peduli sebenernya ya, dia mau udah pernah apa belom
lanang: kan gue sayang dia bukan gara-gara itu
lanang: tapi pas tau kalau sama mantan-mantannya dulu dia gak pernah sampe bobo bareng
lanang: sumpah, beban gue kayak makin berat gitu
jenar: testdrive tuh emang penting gak sih sebelom married
milan: pala bapak kau penting @jenar
kun: ada yang nganggep penting
kun: tapi ada yang mau saving the best for the last
lanang: bener kata bang kun
jenar: kalo ternyata gak the best gmn hayo?
lanang: nih gue balikin aja dah
lanang: kalo sexual life lo sama pacar lo underwhelming
lanang: lo mau putusin dia, gitu?
jenar: kagak lah
jenar: kalo underwhelming, ya gue yang salah
jenar: kan soal kepuasan, cewek tuh lebih susah
lanang: IYA YA? 😱
tigra: iya
tigra: lebih gampang cowok
tigra: ibarat kata, ya lo sama sabun aja jadi
tigra: cewek tuh gak gitu kerjanya
jenar: not to mention, first time tuh biasanya messy dan gak berkesan buat kebanyakan cewek ya
jenar: especially, kalo ceweknya udah punya ekspektasi duluan
jenar: kayak lo baca dah novel-novel romance dewasa yang ditargetin buat cewek
jenar: cowoknya pasti gak jauh-jauh dari kaya-raya, ganteng, posesif, jago di kasur
jenar: padahal ya, sexual activities gak selalu se-wow itu
yuta: pakar sudah berbicara
jenar: LO JUGA BANYAK NAKAL SEBELOM MARRIED WOY @yuta
jenar: gak nyadar diri
yuta: gue sih setia sama yumna aja
jenar: YA GUE SETIA SAMA REGINA DOANG???
johnny: celia, sierra, dan cewek-cewek lainnya gak diitung? @jenar
jenar: ah, brengsek
tigra: WKWKWKWKWK
yuta: first time lo sendiri gmn, bre? @lanang
lanang: ya gitu
lanang: gue tau apa yang gue suka
lanang: tp gue gak tau apa yang cewek suka
tigra: lain orang, lain selera
jenar: gue setuju
lanang: first time lo-lo pada sendiri gmn, bang?
jenar: nanya siapa nih?
lanang: lo semua
dhaka: HARUS BGT DIBAHAS DI SINI???
lanang: ya ini kan grup juga isinya kita-kita
lanang: udah pada dewasa juga
lanang: atau lo mau out dulu, bang? @milan
milan: YE ANJING GUE LEBIH TUA DARI LO
milan: GAK USAH SONGONG
lanang: hehehe
lanang: plis, bantu gue
milan: kenapa gak nonton bokep aja sih?
tigra: bokep justru ngerusak pemahaman lo soal seks yang sebenarnya
milan: masa iya???
tigra: iyalah
tigra: bokep tuh dibuat untuk memenuhi fantasi penontonnya
tigra: belom tentu real life-nya kayak gitu
tigra: kalo lo keseringan nonton bokep, nantinya pikiran lo akan penuh ekspektasi yang gak realistis
tigra: yang berujung bikin lo kecewa, karena lo ngerasa, "loh kok gak satisfying kayak di bokep."
lanang: bener
lanang: lagian bokep serem
lanang: kasar-kasar :(
lanang: gue gak mau, masa first-time delta gue kasarin :(
lanang: first time lo pada gimana?
kun: first time beneran apa first time sama bini?
lanang: WOW GUE GAK NYANGKA ORANG SESALEH ELO...
kun: gue juga pernah muda, nang
lanang: sekarang udah tua gitu?
yuta: terakhir gue cek sih tahun baru kemaren
yuta: kun berulang tahun yang ke-53
kun: bukan begitu maksud gue...
kun: ya intinya, gue pernah khilaf juga
kun: sama sheza juga pernah khilaf
lanang: #MINDBLOWING
kun: bayangin aja, punya cewe kayak dia
kun: susah nahan diri
lanang: yaudah, actual first time
lanang: dan first time ama cewek yang lo sayang
lanang: yang apa yaaa, yang beneran pake feeling
kun: first time tuh ada, dulu pacar gue waktu maba
kun: awkward banget anjrit
kun: bingung gak sih
kun: kalo di film porno tuh yah, kayak gampang aja lo
kun: sat set sat set
kun: gak pake baju
yuta: GUE SETUJU
yuta: pertama kali gituan, pas udah telenji, gue tuh bingung
yuta: kayak gak yakin
yuta: nih empek-empek gue oke gak yah
yuta: atao jangan-jangan partner gue punya ekspektasi lebih
yuta: terus pertama kali ya
yuta: of course it feels better than my hand
yuta: cuma yaudah, gak memorable banget
yuta: kalo sama orang yang gue sayang
yuta: karena dia vokal banget
yuta: maksudnya, dia gak malu bilang apa yang dia mau
yuta: ya fine-fine aja, gue lakuin apa yang dia suka
yuta: dia juga gt
kun: I've passed my awkward phase already when I did it first time with someone I love
kun: jadi ya, udah tau sih mau ngapain
kun: dan sheza juga tipe yang komunikatif
dhaka: first time gue sama first time bareng bini sama sih
dhaka: gue kan jujur
jenar: dhaka sang peju
jenar: pemuda jujur
dhaka: bangke
dhaka: tapi yah, karena juno lebih berpengalaman dari gue
dhaka: jadinya gue yang diajarin
dhaka: terus yaudah, gak ada masalah, gak ada yg awkward
tigra: gak semua orang sehoki lo
johnny: first time gue gmn ya
johnny: nama ceweknya aja lupa
jenar: no wonder sih
jenar: lo kan rusak banget dulu
johnny: :)
milan: first time gue sih
lanang: kalo belom nikah, gak perlu maksain, bang @milan
milan: 😡😡😡😡
lanang: wkwkwk
lanang: lo sendiri gimana? @tigra
tigra: did it first time with someone I love
tigra: tbh, it was memorable to me
tigra: tapi kayaknya gak buat dia
tigra: she said it hurt
tigra: i felt bad for her
jenar: and that's why I despised you for that
johnny: oh wait
lanang: 😱😱😱😱😱😱😱😱😱😱😱
yuta:
tigra: iya, gue udah minta maaf kok ke dia
tigra: I didn't know better back then
tigra: dianya juga diem
tigra: I didn't know, apa yang dia suka dan apa yang gak dia suka
lanang: ... ini tuh yah
lanang: awkward banget
yuta: soalnya walo gak pada sebut merek
yuta: kita tau yang dimaksud siapa...
jenar: next question, please?
lanang: lo yang belom sharing @jenar
jenar: first time yang beneran first time sama si celia
lanang: mantannya yang punya the jimmy's?
jenar: iya.
jenar: ya gitu deh
jenar: somehow awkward
jenar: apalagi pas dia gaplok punggung gue
jenar: katanya dia susah napas gara-gara gue nindihin dia
jenar: YA MANA GUE PAHAM
jenar: cuma begitu deh
jenar: pengalaman adalah guru terbaik kan katanya
jenar: the first time I did it with someone I love
jenar: it was a birthday gift
jenar: more than physical thing, I think it connected us emotionally
jenar: kayak apa ya, sadar kalo orang yang gue sayang sedekat itu
jenar: and she let herself being vulnerable and open for me
jenar: waktu gue lihat mukanya yang lagi tidur
jenar: I cupped her face in my hand
jenar: and in her unconcious state, she leaned in to my touch
jenar: I realized it was my happiest birthday
lanang: ... dan gimana bisa begitu?
kun: barusan gue googling
yuta: ANJAEEEE
yuta: googling apa pak?
kun: seks itu ada tiga jenisnya
yuta: yang isi kornet, isi ayam sama isi keju?
lanang: AWOKWKWKWWKWK LO KATE CIRENG
kun: serius nih
tigra: seriusin nih si kun @lanang
lanang: siap, bang
kun: yang pertama, sealed-off sex
kun: di jenis seks yang ini, seseorang cuma fokus pada kepuasannya sendiri
kun: dia gak peduli sama pasangannya
kun: jadi gak pake perasaan
kun: katanya yang kayak ginian wajar dalam one night stand, tapi gak untuk relationship jangka panjang
kun: karena lama-lama, lo bakal bosen dan ujung-ujungnya, cari yang baru.
lanang: first time gue gini kali yak?
tigra: exactly
kun: next, solace sex
kun: solace sex fokusnya mencari kenyamanan dan approval dari pasangan.
kun: interaksi fisik antara lo sama pasangan lo lebih jadi kayak indikator pengukur
kun: justifikasi buat bikin lo ngerasa diinginkan atau ngerasa dicintai
dhaka: lebih kayak validasi buat emosi dong?
kun: iya, tapi gak ada emotional connection
kun: kayak misalnya lo nikah nih yah
kun: lo having sex bukan karena lo menginginkannya
kun: tapi karena lo ngerasa itu kewajiban yang mesti lo lakukan
kun: lama-lama ngerasa terbebani
kun: terus frustrated dan bosan
dhaka: terus?
jenar: cari yang baru
jenar: yang gak bikin lo ngerasa kalo seks itu kewajiban
lanang: WADAWWWWW
kun: terakhir, synchrony sex
kun: kata pakarnya, ini yang the most satisfying
kun: the type of sex that lasts, fulfills and satisfies
kun: karena dalam aktivitas seksual itu, dua-duanya setara
kun: secara emosi, mereka dekat dan saling sayang
kun: dan sama-sama mau berkomunikasi buat tau, apa yang pasangannya suka dan apa yang gak
kun: juga ketika salah satunya lagi don't feel like doing it
kun: pasangannya gak merasa ditolak, tapi memahami
kun: gak memaksa
tigra: that's it, I think
tigra: that's the key
lanang: jadi, gue harus berkomunikasi?
lanang: like, I have to ask
lanang: apa yang dia suka
lanang: dan apa yang gak dia suka
kun: begitupun sebaliknya
kun: lo kasih tau dia
kun: apa yang lo suka
kun: dan apa yang gak lo suka
lanang: kan dia belom pernah begituan, bang
dhaka: YA LO AJARIN DIA LAH
dhaka: juno aja ngajarin gue
lanang: oh... oke... nanti gue coba...
jenar: good luck, nang
yuta: moga lancar yah bikin bayinya
kun: آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
yuta: wkwkwkwkwkwkwk
to be continued
***
Sona, tapi orangnya udah gak ada. Huf banget kan.
***
a/n:
yak ternyata anaknya lanang baru mau dibikin di chapter ini
kira-kira, wedding night-nya lanang-delta kudu diceritain gak sie?
wkwkwk soalnya di teknik yang diceritain kan cuma asik-asik scene jenar yha wkwkwkwkwkwk
tapi tetep, karena ada ciyum ciyum dan pembicaraan dewasa, maka aku post ini malem-malem.
hehe.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top