Bab 4: Manusia-Ular
Ezekiel berputar-putar mencari buah di antara pepohonan. Tidak banyak yang ia dapatkan. Ia tahu sebagian penduduknya juga ada yang mengonsumsi buah karena kadang mereka tidak memiliki cukup daging, tetapi ia sendiri tidak mengenali banyak jenisnya.
Seperti saat ini, ia tahu buah berwarna merah yang dibawanya itu terasa masam dan segar. Tetapi jumlahnya tidak banyak, kemungkinan karena sudah dipanen oleh Suku Falco yang bertugas mengumpulkan makanan.
Ketika sedang melintasi sekitar sungai, matanya menangkap sesuatu yang berkilau diantara rimbun semak-semak. Benda itu terbentang memanjang sampai ke bebatuan besar di tepi sungai. Ezekiel terbang rendah, mengamati benda itu dari dekat.
Sebuah kain dengan motif sisik yang berkilau karena terkena pantulan cahaya bulan. Kain itu sangat panjang sampai-sampai membuat pemuda itu merinding.
"Tidak, ini bukan kain," ia meralat pikirannya. Ia sentuh kain tersebut, permukaannya halus dan licin. Ketika diangkat, terasa ringan dan masih baru.
"Ini kulit ular!" Kedua matanya membulat, seketika menyadari bahaya di tempat Kirana berada saat ini.
"Sial, aku lengah!"
Ezekiel melesat secepat mungkin, kembali ke kemah mereka. Sesampai disana, api unggun sudah padam, beberapa dahan dan ranting patah seperti ada sesuatu yang besar melewati tempat tersebut. Tetapi yang membuatnya menggeram marah karena Kirana sudah tidak ada disana.
"Pasti dia yang membawanya, ular licik satu itu!"
Pemuda itu terbang ke atas, memusatkan penglihatannya, mengira-ngira dimana ular itu membuat sarang. Sebentar lagi memasuki musim kawin, ular itu pasti punya tujuan sama sepertiku!
Ezekiel memang belum menceritakannya kepada Kirana, ia tahu, lebih baik berusaha mencuri hati gadis itu dulu ketimbang memaksanya untuk menjadi pasangan kawin. Terlebih, saat melihat reaksi ketidaksukaannya terhadap rencana Oracle.
Tidak, aku juga tidak setuju dengan rencana nenek itu. Ezekiel ingin memiliki Kirana seorang diri. Bahkan sebelum ia tahu kalau Kirana adalah manusia, ia terpikat dengan aroma dan kecantikan gadis itu. Apalagi saat ia tahu kalau Kirana adalah manusia, keinginannya makin bulat.
Tetapi, saat ini Kirana entah berada dimana. Ia harus fokus mencari sebelum terlambat. Ular yang menculik Kirana adalah Bestial yang berbahaya, ia khawatir jika Kirana menolak permintaannya, hal yang lebih buruk justru akan menimpanya.
***
Kirana terbangun di sebuah tempat yang asing. Pandangannya yang buram perlahan menjadi jelas. Sinat matahari dari sebuah lubang besar menerpa wajahnya. Ia refleks menggerakan tangan untuk menutupi pandangannya yang silau.
Tubuhnya merasakan denyut daging yang bergerak, permukaan halus yang dirabanya membuat ia teringat akan sesuatu.
"Tunggu, dimana aku?" Ia tersentak, mengembalikan penuh kesadarannya.
Ia melihat ke bawah, tubuhnya berada diatas lilitan badan ular besar berwarna hitam. Gadis itu menjerit ketakutan dan langsung lompat turun ke tanah. Kakinya masih lemas, tetapi ia mencoba merangkak menjauhi ular tersebut.
Tubuh ular itu sangat panjang, sebagian badan dan ekornya melingkar, menjadi tempat tidur bagi Kirana semalam. Sementara bagian atas badannya memanjang, mengitari setiap sudut di gua itu dan berakhir di samping pintu.
Dari balik celah yang tertutup bayangan, seorang pria bergerak melata, bagian bawah pinggangnya menyatu dengan tubuh ular itu.
Gerakannya sangat halus sampai Kirana tak menyadari kehadirannya. Kedua tangannya yang besar dan berkulit pucat mencengkram pundak gadis itu.
Kirana menoleh perlahan ke belakang, matanya beradu dengan sepasang manik berwarna emas, ia bisa melihat pupilnya yang berbentuk lonjong seperti mata ular.
Pria itu sangat tampan, rambut hitamnya yang panjang menjuntai sampai punggung. Sebagian poninya menutupi alisnya yang panjang dan tebal, hidungnya mancung, diikuti garis tulangnya yang jelas diantara sepasang mata yang tajam dan tegas.
Bibirnya yang merekah tampak kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Tubuhnya tertutup oleh jubah dengan motif sisik berwarna hitam, sedikit transparan sehingga Kirana bisa melihat cetakan otot tubuhnya.
"Kamu siapa?" tanya gadis itu, sambil berusaha mengatur ritme jantungnya yang tak beraturan.
Pria itu dapat melihat suhu tubuh Kirana yang meningkat, ia dapat merasakan ketakutan yang besar pada gadis itu.
"Namaku Xavier," balasnya dengan suara dalam dan berat. Ia melepaskan pundak Kirana, membiarkan gadis itu beringsut mundur beberapa langkah darinya. Ia yakin gadis itu tidak akan kabur keluar.
"Kau juga Bestial?"
"Benar, aku berasal dari Suku Serpentes," jawab pria itu dengan ekspresi datar. "Aku sudah menunggumu, manusia."
"Kau tahu aku manusia?" Kirana terkejut.
"Aromamu berbeda, sangat menggoda," Xavier berhenti bicara, matanya menatap lekat Kirana. "Aroma Bestial tidak ada yang seenak ini, selain itu, wujudmu sangat sempurna menyerupai manusia."
"Apa maksudnya?"
"Kami Bestial bisa berubah menjadi manusia karena berevolusi, semakin tinggi tingkatan evolusinya maka akan semakin mirip dengan manusia," Ia melata dengan cepat sampai tiba di samping Kirana, mengendus leher gadis itu sampai ke pipinya. Kirana tercekat dan menahan napas saking takutnya.
"Kau tidak berevolusi, bahkan bisa dibilang kau sudah berada di puncak evolusi itu sendiri," lanjut Xavier. "Aku bisa simpulkan kalau kau adalah manusia yang dikirim oleh Dewa ke kerajaan kami."
"Kerajaan?"
"Kau bermain-main dengan Suku Falco dan masih belum tahu berada dimana?" Wajah pria itu yang sejak tadi datar akhirnya menyugingkan sebaris senyuman miring. "Kau berada di Kerajaan Animal."
Mendengar "Suku Falco" disebut, Kirana langsung teringat dengan Ezekiel. Benar, pemuda itu pasti mencarinya kesana-kemari dan manusia-ular ini telah menculiknya.
"Jangan dekat-dekat!" Kirana mendorong wajah Xavier menjauh. "Kau menculikku! Entah apa tujuanmu, tetapi aku ingin kembali kepada temanku!"
"Sayangnya aku tidak bisa melakukan itu," ucap Xavier, dingin. "Aku ingin kau menjadi pasangan kawinku dan tidak akan kubiarkan seorang pun mengambilmu dariku."
"Kau gila! Aku menolaknya!" tolak Kirana. "Kau menyekapku di malam hari dan berniat untuk kawin denganku? Tentu aku tidak mau!"
"Tidak masalah jika kau menolakku saat ini," kata manusia-ular itu. "Musim kawin masih beberapa minggu lagi, masih ada waktu untuk membuatmu berubah pikiran."
"Tidak akan," Kirana tersenyum sinis. "Sebelum musim kawinmu datang, aku sudah akan pergi dari sini."
Xavier tersenyum tipis, tertarik dengan tantangan gadis itu. Namun, belum sempat ia membalas ucapan Kirana, gadis berambut hitam di hadapannya tiba-tiba roboh. Kirana memegangi perutnya yang terasa perih.
Terdengar bunyi keroncongan dari sana. Ia sangat kelaparan sampai kakinya tiba-tiba menjadi lemas. Padahal tadi saat bangun tidur, rasanya semua baik-baik saja, tetapi rasa lapar yang luar biasa membuatnya bertekuk lutut dengan keadaan.
Xavier terdiam beberapa saat. "Aku akan mencari makanan, jangan coba-coba kabur dari tempat ini." Xavier berbalik lalu pergi keluar melewati lubang besar di belakangnya. Kirana melihat tubuh ularnya melata mengikuti badan manusia itu keluar dari 'sarangnya'.
"Ini kesempatan," gumam gadis itu, walalu tertatih. Ia mencoba merangkak sampai ke pintu lubang, namun ketika kepalanya menjulur untuk mengintip, ia terkejut dengan hembusan angin kencang yang menerpa wajahnya.
Ia melihat ke bawah, ternyata lubang itu ada di sebuah pohon raksasa yang tingginya ratusan meter. Jika ia mencoba turun, kakinya pasti terpeleset dan ia tidak bisa membayangkan dirinya jatuh ke bawah dari ketinggian ekstrem seperti itu.
"Ah, sial," Kirana mengutuk ketidakberdayaan dirinya. Akhirnya ia masuk lagi ke dalam dan bersandar di salah satu dinding. Sambil memegangi perut, ia menahan rasa perih yang terasa menusuk-nusuk lambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top