Bab 36: Basic Instinct
Kirana tidak bisa mengontrol detak jantungnya. Ia tahu Xavier memang tampan, begitu pun dengan semua Bestial pria yang ia temui di dunia ini. Mereka berwajah rupawan, bahkan Shan yang menyebalkan itu juga memiliki ketampanan di atas rata-rata. Namun, baru kali itu ia merasa jantungnya berdebar sangat kencang karena tatapan Xavier, lengkap dengan senyum tipis dari bibirnya yang tipis dan berwarna peach.
"Ada apa?" tanya Xavier, tiba-tiba. "Kau memperhatikan wajahku terus."
"Tidak—anu, kurasa, wajahmu terlalu dekat denganku," bisik Kirana, malu-malu.
Xavier memiringkan kepalanya. "Apa itu masalah?"
"Tidak sih, eh, masalah, cuma...aduh," Kirana jadi salah tingkah sendiri. Ia seketika membalikkan tubuhnya, memunggungi Xavier.
Kirana tahu wajahnya memerah saat ini, kedua telinganya pun terasa hangat. Namun, yang membuat jantungnya terasa berhenti adalah justru karena ia merasakan embusan napas Xavier di sekitar telinganya. Bagian itu sangat sensitif dan membuat perasaan Kirana makin tidak karuan.
"Kenapa kau berbalik?" tanya Xavier, setengah berbisik.
"Ti-tidak apa-apa, kan?" balas Kirana, gugup.
Kirana berusaha keras menutupi apa yang dirasakannya, tapi ia lupa kalau Xavier bisa melihat perasaan makhluk hidup lain dari suhu tubuh dan detak jantung mereka. Itu adalah salah satu kemampuan Bestial tipe reptil, khususnya ular seperti Xavier.
Ia tersentak saat merasakan gerakan lembut di punggungnya, mengalir lembut seperti tetesan air. Telunjuk pria itu menjelajahi punggungnya, dari pundak hingga ke pinggang. Kirana merinding karena belum pernah ada yang menyentuhnya seperti itu. Pakaian yang terbuat dari kulit ular pun tidak bisa membendung rangsangan kecil tersebut.
"Aku penasaran," ucap Xavier pelan, hampir seperti berbisik. "Mengapa aroma manusia bisa semanis ini?"
Pria itu dapat melihat tubuh Kirana yang menghangat, detak jantungnya cepat, ada perasaan gugup dan tidak menentu dari gadis itu yang membuatnya ingin menggoda lebih jauh.
"Kirana," bisik Xavier sembari memeluknya dari belakang. "Bagaimana kalau kita kawin sekarang? Aku ingin tahu, apa yang di dalam juga manis seperti di luar?"
"Hah? A-apa?" Kirana tergagap. Ia sontak menoleh ke arah Xavier. "Jangan bercanda—aku tidak mau! Lalu apa yang kau maksud dengan manis di luar itu?"
Xavier seketika tertawa. Kirana sampai terkejut dibuatnya. Belum pernah ia melihat Xavier tertawa renyah seperti itu. Gadis itu sempat berpikir apa ini pengaruh evolusi yang membuat Xavier menjadi lebih lunak dan ekspresif.
"Lihat wajahmu, merah menggoda seperti kepiting," gurau Xavier.
"Aku tidak seperti kepiting!" balas Kirana kesal. "Siapa pun bakal memerah wajahnya kalau diajak kawin tiba-tiba, dasar!"
"Kurasa hanya manusia yang seperti itu," kata Xavier. "Kebanyakan Bestial wanita akan sangat bahagia jika diajak kawin oleh Bestial pria."
"Sungguh? Kenapa begitu?"
Xavier tampak berpikir, mencari jawaban paling sederhana. "Insting."
Kirana mencoba mencerna maksud jawaban Xavier, tapi itu justru menuntunnya ke pertanyaan lebih jauh. Ini soal Xavier.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak kawin sejak dulu?" tanya Kirana. "Kau bilang kawin karena insting, apakah Suku Serpent insting kawinnya bangkit setelah 100 tahun?"
Xavier menggeleng. "Tidak, bukan begitu."
Kirana mengerutkan dahinya. Ia mengetuk-ngetuk dagunya sambil berpikir. Tiba-tiba ekspresinya berubah terkejut, kedua tangannya mengatup menutup mulut. Gadis itu—yang awalnya memunggungi Xavier kini berbalik kembali menghadap ke tubuh pria itu.
"Jangan-jangan, kamu sudah pernah kawin sebelumnya? Jadi setiap tahun kamu kawin, lalu meninggalkan anak dan pasanganmu, tahun depan mencari yang baru lagi, seperti itukah?"
Xavier tertawa kecil. Ia menatap Kirana lembut dan menyelipkan jarinya di antara rambut gadis itu. Kirana sedikit tersentak karena terkejut dengan perbuatan Xavier, tapi ia tidak membencinya. Entah mengapa, tubuhnya membiarkan Xavier melakukan hal tersebut.
"Aku belum pernah kawin sebelumnya," ucap Xavier.
"Selama 100 tahun?"
"378 tahun."
"Apa?" Ia terbelalak, tidak percaya dengan yang didengarnya. "Usiamu sudah lebih dari 300 tahun?"
"Itu hal yang wajar mengingat aku berada di tahap evolusi kelima, semakin tinggi evolusi seorang Bestial, usianya akan semakin panjang—jika dia bisa bertahan hidup."
"Tapi mengapa kau tidak pernah kawin? Bukankah 300 tahun itu waktu yang lama? Apa kau tidak kesepian?" tanya Kirana lagi. Matanya kini menatap Bestial ular itu dengan iba.
Xavier termenung sesaat. Ia mengalihkan pandangannya ke aliran sungai yang tenang. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu, berbagai memori berkelebat di kepalanya, merangkai berbagai alasan kenapa ia selalu melewati musim kawin selama 300 tahun lebih.
"Suku Serpent ditakdirkan untuk hidup sendiri dan mandiri bahkan sejak mereka baru lahir," ucap Xavier. "Kesepian adalah kata yang asing bagiku."
Walau Xavier berkata seperti itu, Kirana dapat merasakan kesendirian yang dalam dari ucapannya. Namun, ia tidak mau menginterupsi, ia tidak tahu bagaimana Xavier menjalani hidupnya selama ini, mungkin memang benar kalau Xavier seperti yang dikatakannya, tidak pernah tahu atau merasakan apa itu kesepian.
"Sampai aku bertemu denganmu," Xavier melanjutkan kata-katanya. Ia beralih menatap Kirana. "Untuk pertama kalinya dalam hidup aku merasa takut kehilangan seseorang. Memang benar, pasangan bisa dicari lagi, tapi ada sesuatu di dalam diriku yang tidak merelakanmu untuk pergi."
Kirana tertegun mendengar ucapan Xavier. Bestial ular itu biasanya tidak bicara selepas ini. Setelah berevolusi, Xavier memang terlihat menjadi lebih memahami perasaannya sendiri dan bisa mengekspresikannya lebih baik dibanding sebelumnya.
Ternyata benar, semakin tinggi evolusi itu, semakin manusiawi seorang Bestial, batin Kirana.
"Umumnya, Bestial akan mengikuti insting untuk mempertahankan pasangan mereka, tapi ada sesuatu yang jauh lebih kuat mendorong diriku untuk mempertahankanmu," ucap Xavier. "Yang aku tahu, ini bukanlah insting. Insting tidak akan membuatku berpikir serumit ini."
"Kamu semakin mirip manusia," kata Kirana, lembut. "Manusia adalah manusia yang kompleks, tidak hanya pikiran, tetapi juga hati mereka. Banyak hal yang dilakukan manusia tidak berdasarkan insting, tapi pemikiran dan dorongan dari hati mereka."
"Begitu ya," Xavier mengangguk. "Mungkin itu yang terjadi pada diriku sekarang."
Kirana tertawa kecil. "Baguslah kalau kamu makin memahami manusia."
Xavier memandang Kirana, ia ikut tersenyum. Keceriaan Kirana membuat Xavier jadi ikut merasakan kehangatan. Xavier teringat saat ia pertama kali melihat Kirana muncul di sungai, pria itu seketika menyadari bahwa Kirana adalah manusia. Awalnya, ia tertarik karena kecantikan fisik dan fakta bahwa betina itu adalah manusia.
Lambat laun, selama ia bersamanya, banyak hal yang membuat Xavier makin penasaran padanya. Cara berpikirnya, simpatinya, emosinya, Kirana menjadi menarik tidak hanya dari penampilan luar tapi juga kepribadiannya membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu. Instingnya yang awal hanya bersikap protektif karena berniat menjadikan Kirana pasangannya, telah berubah menjadi sesuatu yang lain.
Xavier tidak tahu perasaan macam apa itu. Namun, yang dirasakannya saat ini adalah dorongan yang kuat untuk menyentuh gadis itu. Ia ingin menyentuh kulit Kirana yang halus, menghirup aroma yang keluar dari pori-pori kulitnya, merasakan permukaan bibir dan kulit gadis itu seutuhnya.
Tawa Kirana terhenti. Ia melihat Xavier memajukan wajahnya dan gadis itu hanya bisa menahan napas saking terkejutnya. Kirana bisa merasakan deru nafas Xavier yang tipis mengenai kulit wajahnya. Bibirnya yang lembut mendarat di pipi gadis itu, mengecupnya penuh kehati-hatian.
Lengan kiri Xavier menyelip di samping punggung Kirana, meraih seluruh pinggangnya dan menarik tubuh itu ke dalam pelukan. Sementara tangan satunya membelai lembut rambut hitam gadis itu.
Kirana yang berada dalam rengkuhan Xavier perlahan melingkarkan kedua tangannya di punggung Bestial ular itu. Hidungnya begitu dekat dengan leher jenjang Xavier, hingga hembusan nafasnya membuat Xavier bereaksi. Manusia-ular itu menggerakkan wajahnya ke arah leher Kirana dan memberikan kecupan kecil.
Kirana tersentak, kedua tangannya bergerak meremas pundak Xavier.
"Xavier," bisik gadis itu disertai helaan napas berat. "Kurasa, sudah cukup," pintanya. Kirana khawatir jika lebih dari ini Xavier akan kehilangan kendali lagi.
Xavier menghentikan kegiatannya. Ia menarik wajahnya menjauh dari Kirana. Ditatapnya wajah Kirana yang memerah, deru napas gadis itu tidak beraturan. Xavier menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya, membiarkan ia berbaring di atas dadanya yang bidang.
"Maaf jika aku berlebihan," ucap Xavier.
Kirana tidak menjawab. Memang tidak ada yang perlu dimaafkan, Xavier tidak berbuat salah. Walau Kirana enggan mengakuinya terang-terangan, ia sebenarnya menyukai apa yang Xavier lakukan barusan. Hanya saja, waktunya tidak tepat.
Akulah yang seharusnya minta maaf padamu, Xavier.
Kirana memejamkan matanya perlahan. Ia terbenam dalam buaian mimpi diiringi suara aliran sungai yang menenangkan dan irama degup jantung Xavier.
---
----
---------------
Bab ini punya extended part ya di Karyakarsa. Harganya cuma 2000 rupiah. Yang mau baca versi extended-nya bisa langsung klik link di bio profil author. Ada di paling bawah.
Warning! Extended part mengandung mature content dan diperuntukkan 18 tahun ke atas (sesuai rating asli cerita ini). Jadi, dimohon kebijakannya sebelum unlock part-nya.
Apakah kalau tidak baca extended part akan berpengaruh ke kenyamanan mengikuti cerita aslinya? Enggak ngaruh kok, aman.
Ini cuplikan extended part-nya.
Sekian infonya, terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top