Bab 31: Telur Hitam

Xavier dan Kirana sudah pulang kembali ke desa. Saat mereka sampai, langit sudah dihiasi semburat jingga khas sore hari. Ezekiel yang tadi terbang langsung mendarat di samping Kirana, gadis itu baru turun dari kepala Xavier. Sementara Wage, memimpin anak-anak rusa yang tadi duduk di atas Xavier, meluncur turun dari punggung ke ekor ular tersebut..

Ezekiel terkekeh melihat itu.

"Bestial ular ini sekarang beralih jadi papan perosotan anak-anak."

Kirana yang mendengarnya sontak tertawa, lain dengan Xavier yang langsung berubah menjadi wujud manusianya dan membuang muka karena kesal.

Anak-anak rusa itu mengucapkan terima kasih lalu serentak berlari pulang ke rumah masing-masing.

Kondisi desa sudah lebih rapi daripada sebelumnya. Tanah-tanah bekas lubang pertarungan sudah tertata kembali, tidak berbekas dan dilapisi rumput hijau yang lembut. Rumah-rumah dibangun berjajar, mengikuti pola setengah lingkaran.

Dinding kayu dan menara pengawas masih dipertahankan. Suku Cervid kini menyadari pentingnya membangun pertahanan di sekitar desa mereka. Walau pun Shan sudah tewas, tapi itu tidak menjamin ancaman Suku Cervid hilang sepenuhnya.

"Aku mau membantu Gigi menyiapkan makanan dulu," kata Kirana pada Xavier dan Ezekiel.

"Aku ikut!" Ezekiel mengajukan diri dengan antusias. Ia berjalan mengikuti Kirana.

Sementara Xavier, ia terdiam di tempatnya. Bestial ular itu merasakan sensasi aneh pada tubuhnya.

Energi di sekujur tubuhnya seperti bergejolak, mengalir deras sampai ke dadanya. Xavier merasa mual dan ingin muntah. Namun, yang keluar dari dirinya justru ledakan energi hitam yang besar. Bentuknya seperti percikan listrik gelap dan menyebar dari dadanya.

Timbul ledakan yang menghasilkan suara keras dan mengejutkan seluruh penduduk desa. Kirana berbalik karena kaget, raut wajahnya berubah panik saat melihat sumber kekuatan itu berasal dari Xavier.

"Kirana! Bahaya!" Ezekiel yang ada di belakangnya langsung menyergap gadis itu dan membawanya ke jarak yang aman. Bestial elang itu membentangkan sayapnya sebagai perisasi agar percikan energi kegelapan dari Xavier tidak mengenai mereka.

"Apa yang terjadi padanya?" Kirana berseru panik.

Ezekiel yang disebelahnya terdiam sesaat. Matanya melotot tidak percaya dengan apa yang disaksikannya. "Mungkinkah dia..."

Kalimat Ezekiel terputus karena empasan angin yang kuat. Tanah-tanah itu hancur karena tidak kuat menahan gelombang energi Xavier.

Kekuatan kegelapan yang tadi berpencar, kini bergerak lebih teratur, merayap dan menyatu menjadi padatan tersuspensi yang mengurung tubuh Xavier. Lapisan gelap itu menyelubungi tubuhnya, bentuknya bundar dan sedikit lonjong, seperti telur.

Mereka dapat melihat partikel-partikel hitam melayang di sekitar telur hitam itu, membentuk spiral yang tinggi ke langit. Warna jingga di senja hilang ditelan oleh awan hitam yang baru terbentuk. Petir tampak menyambar-nyambar dari gumpalan hitam pekat tersebut.

Angin menjadi bertiup sedikit lebih kencang, suasana di desa seketika kembali mencekam.

Di bagian tengah desa itu kini terdapat sebuah telur hitam, ada benang-benang hitam di sekitarnya yang menempel ke tanah, seakan menjadi penyangga agar cangkang hitam itu tetap dalam posisi berdiri.

Hugo dan Wagyo keluar dari kerumunan penduduk desa, keduanya menghampiri Kirana dan Ezekiel.

"Apa yang terjadi?" tanya Wagyo pada kedua orang tersebut.

Kirana menggeleng. "Tidak tahu, tadi kami baru sampai, tiba-tiba saja Xavier menjadi seperti itu."

Hugo memperhatikan bentuk selubung hitam tersebut. Ia kenal ciri-ciri fenomena tersebut. Energi besar yang tersuspensi di satu titik, pelindung yang aktif untuk melindungi inangnya saat masa 'perubahan', dan kalau dilihat dari besarnya efek yang ditimbulkan, Hugo yakin kalau Xavier tidak dalam bahaya.

"Dia berevolusi," kata Hugo.

Wagyo tercekat. "Bukankah dia Bestial tahap empat?"

"Tidak lagi," Hugo menunjuk selubung itu. "Setelah cangkang itu pecah, dia akan menjadi Bestial tahap kelima."

Ezekiel mengelus dagunya. "Sudah kuduga, tidak mungkin setelah pertarungan seperti itu dia tidak berubah."

"Hugo," panggil Kirana. "Apakah itu artinya Xavier akan baik-baik saja? Dia tidak akan berubah menjadi Shan atau Bestial yang kehilangan akalnya kan?"

"Tenang, Kirana," Hugo tersenyum. "Ini justru baik untuknya."

"Syukurlah kalau begitu, aku sudah cemas tadi." Mata Kirana berkaca-kaca, ia pun menghela nafas lega.

"Aku akan mengabari ke penduduk desa dulu agar mereka tidak panik," kata Wagyo sambil berbalik ke arah kerumunan penduduk.

"Setelah ini bagaimana?" tanya Kirana.

"Menunggu," jawab Hugo. "Dia akan keluar dari sana dalam beberapa hari."

***

Tiga hari berlalu sejak telur hitam itu muncul. Xavier masih belum keluar. Penduduk desa beraktifitas seperti biasa setelah mereka tahu bahwa telur itu hanya bagian evolusi dari Xavier. Namun, tetap saja mereka penasaran ingin melihat seperti apa wujud Bestial ular itu ketika keluar nanti.

Menurut Hugo, tidak semua orang bisa melihat Bestial tahap kelima. Itu karena jumlah mereka yang sangat sedikit dan tidak semua hidup di Forest Area. Bestial yang hidup dalam teritori khusus bersama rombongannya—seperti Suku Cervid, memiliki kesempatan yang sangat kecil untuk bertemu mereka. Makanya bisa dibilang, para penduduk itu ikut antusias dengan evolusi Xavier.

Kirana setiap hari duduk di depan telur hitam tersebut. Setelah ia selesai membantu para penduduk desa atau setelah makan malam, ia akan pergi ke depan cangkang Xavier dan duduk di sana. Bahkan kadang ia ketiduran dan harus Ezekiel ajak pindah ke dalam rumah. Kadang, di siang hari, Wage dan anak-anak rusa duduk mengelilingi telur itu, mereka menyanyikan lagu berisi lirik penuh doa kesembuhan.

"Semoga Paman Xavier bisa segera sembuh!" seru Wage, menutup nyanyian anak-anak tersebut. Mereka lalu berlari-lari di sekitar cangkang itu menirukan tarian ritual penyembuhan, membuat Kirana dan Gigi yang menonton dari kejauhan tertawa geli.

Malamnya, seperti biasa, Kirana duduk di depan telur hitam tersebut. Gadis itu duduk dengan lutut dilipat, matanya menatap lurus ke arah selubung hitam lonjong di depannya. Dirinya bertanya-tanya kapan Xavier akan keluar dari sana.

Hugo datang menghampiri Kirana dan duduk di sebelahnya.

"Hai, Hugo," sapa Kirana. "Ada perlu apa?"

"Tidak ada," jawab Hugo, santai. "Aku hanya ingin menemani. Aku bawa timun, kau mau?"

"Tidak, terima kasih, aku masih kenyang," balas Kirana sambil tersenyum.

"Ini kejadian yang tidak bisa kau lihat setiap hari," kata Hugo sambil mengunyah timun yang diambilnya dari sisa makan malam. "Saat paling rentan seorang Bestial—bahkan yang terkuat sekali pun adalah ketika mereka berevolusi."

"Kenapa?"

"Menurutmu, jika aku menyerang cangkang itu, apakah Xavier bisa melawan?"

Kirana menggeleng. "Tidak, aku bahkan tidak yakin dia tahu kita ada di dekatnya saat ini."

"Itu benar, saat aku berevolusi, aku tidak merasakan apa pun. Rasanya seperti tenggelam dalam tidur panjang, tapi kau tidak bisa bangun kalau prosesnya belum selesai. Dalam posisi tidak sadar, siapa pun bisa datang dan membunuhmu kapan saja."

Kirana mengangguk paham.

"Berarti biasanya Bestial tidak berevolusi di tempat terbuka ya?" tanya gadis itu.

"Hmm..," Hugo tampak berpikir mencari kalimat yang tepat. "Tergantung. Kalau dirimu adalah Bestial yang hidup berkelompok, kau biasanya akan dilindungi oleh sukumu, tapi kalau Bestial yang hidup soliter seperti Suku Serpent, kau harus mencari tempat persembunyian yang aman saat berevolusi."

"Mendengar penjelasanmu membuatku jadi lega karena Xavier berevolusi di dalam desa," Kirana menghela napas panjang. "Jika ini terjadi di luar sana, aku tidak tahu harus berbuat apa untuk melindunginya."

"Umumnya, Bestial mendapat semacam firasat kalau dirinya akan berevolusi jadi mereka sudah dari jauh-jauh hari mencari tempat aman, tapi yang terjadi pada Xavier ini sepertinya mendadak sekali," komentar Hugo sambil mengelus dagunya.

"Benar juga, saat aku melihatnya terakhir kali, ekspresinya seperti terkejut," ingat Kirana.

"Itu sangat jarang terjadi."

Kirana manggut-manggut. Ia lalu melirik Hugo. "Kamu sendiri bagaimana? Apakah berevolusi di dalam telur juga?"

Hugo tertawa. "Haha, tidak-tidak. Tubuhku ditelan oleh pohon besar selama tiga hari."

"Ternyata setiap Bestial beda-beda ya."

"Tentu saja."

Mereka berdua melanjutkan mengobrol sampai larut malam. Setelah Kirana mulai sedikit mengantuk, Hugo pun mengantarnya kembali ke rumah Gigi agar gadis itu bisa beristirahat. Sebelum masuk, Kirana berbalik dan melihat ke arah telur hitam itu.

Bahkan walau Kirana tidak mau mengakuinya, tetapi di dalam hati, ia tahu kalau dirinya merindukan Xavier. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top