Bab 25: Keluar dari Desa

Manusia-manusia setengah gagak datang dari arah Barat, membawa tombak dan panah. Mereka mengepung kubah perlindungan, sementara sebagian mulai melancarkan serangan ke aula tempat Gigi dan para Bestial rusa merah merawat petarung yang terluka.

"Hujan anak panah!" Gigi berseru saat melihat serangan dilontarkan dari langit.

Wagyo yang baru sampai di aula langsung mengerahkan kemampuan elemen tumbuhannya. Ia menumbuhkan akar-akar keras yang mengelilingi aula untuk menangkis anak-anak panah tersebut.

Tiba-tiba terdengar ledakan besar dari arah kubah perlindungan. Seorang Bestial gagak tahap kedua menembakkan bola energi cahaya dan menghancurkan dinding pelindung tanahnya.

"Ah, kubahnya!" para Bestial di aula panik melihat tempat pertahanan terakhir mereka dijebol. Para Bestial gagak itu terbang memelesat ke dalam kubah, terdengar teriak dan jeritan orang-orang tua dan anak-anak.

"Wage ada disana, bagaimana ini?" Gigi berbicara pada suaminya, wajah Bestial itu pucat. Wagyo pun cemas, tetapi ia saat ini berkonsentrasi membuat pertahanan di sekitar aula. Padahal Kepala Suku Cervid itu ingin sekali pergi ke kubah untuk mengecek kondisi penduduk dan putranya.

"Aku akan kesana!" Kirana menyahut dari belakang Gigi.

Gadis itu tadinya sedang membantu Gigi memasangkan perban yang terbuat dari tanaman obat khusus kepada Bestial yang terluka, tapi saat melihat Gigi dan Wagyo tidak bisa bergerak leluasa, Kirana merasa harus berbuat sesuatu.

"Kirana tunggu, kau tidak bisa bertarung," Wagyo berusaha mencegahnya tapi Kirana sudah merunduk dan menyelinap keluar dari dinding pembatas akarnya.

"Jangan khawatir, aku akan berhati-hati!" seru Kirana sambil sedikit menoleh ke belakang. Ia lalu memelesat secepat mungkin ke kubah perlindungan.

Saat Kirana sampai, bagian atas kubah itu sudah geroak. Beberapa Bestial gagak tampak membawa tubuh Bestial rusa yang sudah sepuh dengan kaki mereka yang berbentuk cakar burung ke langit. Namun, tidak lama dari arah Selatan tiba-tiba muncul belati dari petir dan menancap di dada para Bestial gagak itu. Mereka yang tertusuk seketika kejang dan tubuhnya mengeluarkan asap.

"Ezekiel!" Kirana berseru lega. Manusia-elang harpy itu terbang dengan cepat dan sempat menangkap Bestial rusa yang berjatuhan tepat sebelum menghantam tanah.

"Kirana?" Ezekiel terkejut melihat Kirana ada di tempat tersebut. "Bukankah kau seharusnya di aula?"

"Aku ingin mengecek kondisi di kubah ini, menggantikan Wagyo. Dia harus berjaga di aula."

Ezekiel mengangguk paham. Namun, pemuda itu memiliki kekhawatirannya sendiri. Kirana tidak memiliki kekuatan dan ia rentan menjadi incaran Bestial mana pun. Apalagi, Ezekiel sudah bertekad tidak akan membiarkannya berbuat sesuatu yang berbahaya.

"Jangan memancing para Bestial itu, Kirana. Jaga dirimu agar tidak terlihat oleh mereka, berhati-hatilah!" pesan Ezekiel.

Kirana mengangguk. Bestial elang harpy itu tersenyum kecil sebelum kembali terbang ke langit. Ia lalu melemparkan beberapa serangan petir lagi untuk menghalau kedatangan Bestial gagak lainnya.

Sementara Kirana masuk ke dalam kubah. Wajahnya sedih saat melihat Bestial yang sudah tua dan anak-anak menangis ketakutan, meringkuk di sudut kubah. Beberapa pria tampak berdiri paling depan membentuk barikade, melindungi para perempuan dan anak-anak di belakang mereka.

Tiba-tiba terlihat kilatan menyilaukan di langit. Kirana menengadah, seberkas cahaya membentuk bilah pedang membelah petir Ezekiel. Tubrukan kedua elemen menghasilkan flash yang menyilaukan sesaat.

Ezekiel tidak menyangka serangannya bisa ditangkis oleh Bestial gagak di hadapannya. Ia adalah Bestial gagak tahap kedua. Levelnya sama seperti Ezekiel.

"Jangan sombong kau gagak!" ujar Ezekiel sambil mengalirkan energi petir ke tangan kirinya. Tampak listrik memercik dan mengeluarkan suara seperti kicauan burung.

"Seperti biasa, elang memang selalu banyak bicara," Bestial gagak itu menyeringai tanpa rasa takut. Ia menciptakan bola cahaya yang berpendar dan mengeluarkan hawa panas.

Keduanya berseru bersamaan dan melontarkan serangan elemen masing-masing. Saat perseteruan itu berlangsung, beberapa Bestial gagak tahap satu melihat kesempatan untuk menyerang kubah lagi. Mereka meluncur dalam jumlah banyak dan mulai menyambar satu per satu orang di dalam kubah. Anak-anak rusa adalah incaran favorit mereka, kaki-kaki burung itu dengan mudahnya mengambil tubuh-tubuh kecil yang tidak dijaga ketat oleh Bestial rusa dewasa.

"Lindungi anak-anak!" tiba-tiba Kirana bersuara dari tempatnya berdiri, menyadarkan sebagian Bestial rusa dewasa yang tadi hanya diam dan ketakutan. Mereka langsung meraih anak-anak yang belum di tangkap dan memeluk mereka.

"Tolong!"

Kirana mengenal suara itu. Ia melihat ke sumber suara. Wage dibawa oleh seorang Bestial gagak. Anak rusa jantan itu menangis dan meronta-ronta, berusaha keluar dari cengkraman erat Bestial gagak.

"Wage!" Kirana langsung berlari keluar kubah, mengejar Bestial gagak yang hendak membawa Wage pergi.

"Kirana?" Ezekiel yang sedang bertarung melihat gadis itu berlari melewati dinding kayu yang sudah rusak, mengejar Bestial gagak yang membawa Wage. "Kirana! Jangan keluar dari desa!"

"Kau masih sempat-sempatnya melihat ke arah lain?" Bestial gagak yang sedang bertarung melawan Ezekiel merasa terhina. Ia menembakkan cahaya panas dari kedua tangannya dan mengenai sayap Ezekiel.

"Argh!" Ezekiel meringis menahan perih. Ia tidak bisa mengejar Kirana, ia sendiri harus fokus dengan pertarungannya. Bestial gagak tahap kedua itu jauh lebih kuat daripada dugaanya. Bisa dibilang, kemampuan bertarung mereka seimbang.

Ezekiel mencoba berpikir cepat, semua pasukan Shan sibuk bertarung di desa. Seharusnya, tidak ada Bestial lain yang menyadari Kirana keluar desa. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Kirana bisa bertahan, setidaknya, sampai ia menyelesaikan pertarungannya dulu.

"Aku tidak punya banyak waktu," ucap Ezekiel pelan. Aliran petir terlihat memercik dari tubuhnya, dari kepala sampai kaki. Ia akan menggunakan kekuatan penuhnya untuk mengakhiri pertarungan itu lebih cepat agar bisa segera menyusul Kirana.

Kedua mata Ezekiel menyala terang. Ia lalu menjatuhkan anak-anak petir dari langit. Kilatan-kilatan ungu menyambar dengan kecepatan tinggi, mengenai tanah dan menyetrum beberapa Bestial kadal dan coyote yang masih tersisa. Sebagian petir itu juga menghalangi gerakan Bestial gagak, menyambar siapa pun yang tidak cukup gesit menghindarinya.

***

Kirana mengejar Bestial gagak yang membawa Wage, ia sudah berada cukup jauh dari desa. Entah kemana gagak itu akan membawa Wage, tetapi ia harus segera menghentikan pegerakan Bestial itu sebelum terbang makin jauh dari desa.

"Hei! Berhenti gagak!" panggil Kirana, tetapi tidak dihiraukan Bestial gagak itu. Sebenarnya, sejak tadi Kirana sudah mencoba memanggilnya, tetapi tidak ada respon apa pun. Wage pun terlihat sudah kecapaian menangis, tapi masih ada perlawan kecil dari anak rusa tersebut.

"Ayo berpikirlah," Kirana mendesak dirinya sendiri. Pasti ada cara untuk mengalihkan perhatian gagak itu. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Gadis itu seketika mengeluarkan pisau pemberian Ezekiel dari tasnya. Ia goreskan mata pisau pada ujung jempolnya. Sedikit perih, namun ia bisa melihat cairan merah kental merembes dari lukanya.

Ia tahu aroma darahnya akan sampai ke Bestial gagak itu.

Benar saja, Bestial gagak itu tiba-tiba berhenti di udara. Ia celingak-celinguk seperti mendeteksi aroma sedap yang ditangkap hidungnya. Ia menoleh ke belakang, kepalanya turun ke bawah, sumber aroma yang diciumnya berasal dari sana.

Seperti binatang yang gelap mata, Bestial gagak itu kehilangan kontrol akan dirinya dan terbang menukik ke arah Kirana. Cakar kakinya mengendur dan tubuh Wage terjatuh, tapi untungnya anak rusa itu mendarat di atas salah satu kanopi pohon yang lebat.

Kirana sudah bersiap di posisinya, ia tadi sempat meraih kayu sebesar tongkat baseball. Ketika Bestial gagak itu hampir meraihnya, ia ayunkan batang kayu itu sekuat mungkin dan tepat mengenai kepala Bestial gagak itu. Bestial gagak terhempas ke samping, tubuhnya gemetaran karena kaget, tapi masih ada sedikit kesadaran yang tersisa.

Gadis itu sudah berniat menghantam kepalanya dengan batu besar, tapi, hatinya tiba-tiba ragu. Ia melihat Bestial gagak itu menggelepar kesakitan, ia menjadi tidak tega. Kirana mengurungkan niatnya untuk membunuh Bestial itu, tapi dari arah berlawan, tiba-tiba Wage yang berhasil turun dari pohon berlari ke tempatnya dan merebut batu besar itu dari tangan Kirana.

"Hyaaaa!" Anak rusa itu berteriak. Ia menghantamkan batu ke kepala Bestial gagak itu sampai penyok. Darah merembes dari sisi lain kepalanya, menyebar ke area rumput disekitar mereka.

"Hentikan! Sudah cukup, Wage!" seru Kirana. Ia menarik tubuh kecil rusa yang tengah mengamuk tersebut. Napas Wage memburu, ia sudah berhenti mengayunkan tangannya. Batu itu ia jatuhkan ke tanah.

"Wage, kenapa kau membunuhnya? Dia sudah tidak bisa bertarung," ucap Kirana setelah anak rusa itu sedikit tenang.

"Kata Paman Xavier, kita harus membunuh sebelum dibunuh." Wage mengulangi ucapan Xavier, tampak kebanggan terpancar di matanya. Dahi Kirana mengerut seketika saat tahu kalau ternyata tindakan Wage didasari pesan dari Xavier.

"Lebih baik memang menjauhkan Xavier dari anak kecil," gumam gadis itu diiringi helaan napas panjang. "Ayo, kita kembali ke desa." Kirana menggandeng tangan Wage, keduanya melangkah cepat kembali ke desa.

Tanpa Kirana sadari, angin yang berembus malam itu ternyata cukup kencang dan membawa aroma darahnya sampai ke tempat Shan dan Xavier bertarung.

Beberapa kilometer dari tempat Kirana berada, dua Bestial yang tengah bertarung tiba-tiba berhenti saling serang. Konsentrasi mereka pecah oleh aroma memabukkan yang samar-samar terbawa oleh angin. Pupil hitam Shan melebar berbarengan dengan seringainya yang memamerkan deretan taring.

"Ini darah manusia! Gadis itu ada di sekitar sini! Hahaha!"

Tawa Shan terdengar seperti alunan musik horor di telinga Xavier. Bestial harimau itu tiba-tiba mengabaikannya, ia melompat-lompat dengan cepat di atas pohon, mengikuti sumber aroma tersebut. Sementara Xavier dengan wajah yang lebih pucat dari biasanya, berusaha mengejar Shan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top