Bab 16: Situasi Genting
Kirana panik saat Hugo mengungkap identitas aslinya sebagai manusia. Gadis itu mencoba mengelak.
"Manusia apanya? Haha... aku kan dari Suku Pongo." Ia melirik Xavier, berharap Bestial ular itu mau berimprovisasi menutupi kebohongannya. Tetapi Xavier hanya menghela napas seakan ia ingin bilang, percuma berbohong.
"Kau memang mirip Bestial kera, tapi aromamu berbeda dari mereka, lekuk tubuhmu juga lebih sempurna, aku tidak melihat ciri khas Suku Pongo pada dirimu," selidik Hugo. "Kau terlihat berbeda daripada Bestial kebanyakan, satu-satunya yang terlintas dipikiranku adalah manusia."
Kirana menyerah, ia memang tidak pandai menutupi sesuatu, apalagi kalau sudah terbongkar sejak awal.
"Baiklah, kau benar," akunya, penuh rasa bersalah. "Aku manusia."
Hugo memijat kepalanya, lagi-lagi hal ajaib yang membuatnya terkejut. "Aku hanya pergi sebentar, sekarang di desaku sudah ada seorang manusia, Bestial ular dan Bestial elang yang terluka parah."
"Jangan lupakan Shan," imbuh Xavier.
"Ah, iya dan Shan!"
"Shan, siapa itu?" Kirana menoleh bergantian kepada mereka berdua.
"Orang yang berbahaya dan merepotkan," jawab Hugo. "Akan kujelaskan nanti, sekarang kita sembuhkan temanmu itu dulu."
Mereka bertiga pun bergegas meninggalkan hutan dan pergi ke tempat Ezekiel dirawat.
***
Kirana menunggu di luar rumah Kepala Suku dengan cemas. Xavier berdiri di sampingnya menemani bersama Wagyo dan Gigi. Sekitar rumah mereka ditumbuhi berbagai jenis tanaman merambat yang sulur-sulurnya masuk ke dalam rumah, memberikan supply energi alam untuk Hugo.
Saat Bestial rusa itu masuk ke rumah, ia langsung memeriksa Ezekiel. Tidak butuh lama, ia berhasil menganalisis kondisinya dan berkata kalau kondisinya tidak seburuk yang ia bayangkan. Setelah itu, ia meminta semua orang menunggu di luar selama ia melakukan proses penyembuhan kepada Ezekiel.
Bias berwarna hijau yang lembut perlahan memudar dari sekitar rumah Kepala Suku. Beberapa saat kemudian, Hugo menyingkap gorden daun dan keluar dari sana. Ia langsung menghampiri Kirana dan yang lainnya. Pria itu tidak berekspresi apa pun, membuat jantung Kirana berdebar tidak karuan saking tegangnya.
Hugo mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar, "Kondisinya baik-baik saja, aku berhasil menyembuhkannya."
Kalimat itu disambut ucapan selamat oleh Wagyo dan Gigi, sementara Kirana langsung menangis saat mendengar itu. Perasaanya begitu lega.
"Terima kasih Hugo," ucapnya, bahagia. Hugo jadi tersipu karena ucapan tulus Kirana, ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Aku hanya melakukan kewajibanku," ucapnya malu-malu. "Ini semua juga berkat Xavier, ia yang menyelamatkanku dan membawaku ke desa."
Xavier membuang muka, tidak berani menatap Kirana. "Sebenarnya dia juga tidak akan seperti itu kalau bukan karena perbuatanku."
"Maksudmu?" Hugo mengerjap, tidak paham.
"Mereka bertarung," jelas Wagyo. "Kau tahulah, sebentar lagi musim kawin, haha." Pria itu menunjuk-nunjuk Kirana yang berdiri di sampingnya. Seketika Hugo mengerti keseluruhan konflik yang terjadi di antara mereka bertiga.
"Ah, jadi begitu," Ia manggut-manggut. "Tidak mengherankan, sih."
"Hugo, jangan ikut-ikutan seperti mereka !" Kirana jadi gemas sendiri. Ia masih tidak bisa menerima konsep saling membunuh untuk memperebutkan pasangan kawin di dunia ini. Maksudnya, ada banyak perempuan, tapi kenapa harus saling membunuh hanya untuk memperebutkan satu orang.
"Masalah Ezekiel sudah selesai. Sekarang bukankah waktunya kau menceritakan soal Shan?" kata Xavier, mengingatkan kondisi genting yang saat ini ada di hadapan Suku Cervid.
"Kau benar," raut wajah Hugo berubah menjadi serius. "Kepala Suku, ada hal penting yang harus aku sampaikan, bisakah kau mengumpulkan seluruh penduduk di lapangan malam ini?"
"Saat makan malam kan?"
"Benar, semuanya, tanpa terkecuali," Hugo menekankan. Kepala Suku mengangguk menurut. Ia pun segera melaksanakan permintaan Hugo dan menemui setiap perwakilan keluarga untuk perkumpulan nanti malam.
***
Api unggun besar menyala di tengah lapangan, Hugo berdiri di depannya menghadap ke seluruh penduduk desa yang duduk berkumpul di satu sisi, termasuk Kirana dan Xavier. Pria berpostur besar itu tampak serius. Mungkin akan sulit untuk menyampaikannya, ia hanya berharap mereka percaya dengan informasi itu dan tidak panik.
"Desa kita dalam bahaya." Itu adalah kalimat pertama yang meluncur dari bibirnya. Raut cemas menghiasi wajah-wajah para Bestial yang hadir.
"Kemarin, aku bertemu dengan salah satu Bestial Langka yang sudah berevolusi sampai tahap keempat, namanya Shan."
Suara riuh rendah terdengar, para penduduk mulai berbisik, mereka yang mengenal nama Shan mulai memperlihatkan gurat khawatir di wajah.
"Mungkin ada sebagian dari kalian yang belum tahu, hanya ada tiga Bestial Langka di Kerajaan Animal dan Shan adalah salah satunya," lanjut Hugo. "Bestial Langka terkenal bergerak sendiri dan tidak berkelompok, tetapi yang sering menjadi ancaman bagi Bestial lainnya, mereka ini memiliki kecenderungan untuk menciptakan teritori sendiri, termasuk mengklaim wilayah yang sudah dihuni oleh suku lain."
"Leluhur kita beberapa kali menceritakan, di generasi mereka bahwa selalu ada Bestial Langka yang bersikap egois dan memperluas wilayah jelajahnya, Shan pun mengulangi hal yang serupa dan kali ini kita adalah salah satu target yang diincarnya."
"Shan berkata kepadaku bahwa ia berniat menciptakan teritorinya sendiri di sini, Ia sudah berhasil mengklaim beberapa suku menjadi pengikutnya, dan jika kita menolak, entah kapan, tetapi ia pasti akan datang untuk merebut wilayah ini dengan tangannya sendiri."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya salah seorang warga.
Hugo terdiam cukup lama, ia berat untuk mengatakannya. Sebagai Bestial terkuat, penduduk desa memang sering menggantungkan keputusan kepadanya dan Kepala Suku. Bagaimana pun, opsi ini hanyalah saran darinya, keputusan tetap ada di tangan Kepala Suku dan seluruh penduduk.
"Bertarung atau mati," ucap Hugo, tegas. "Kalau pun kita hidup, aku yakin mereka hanya akan menjadikan kita sebagai stok makanan mereka."
Suara gusar terdengar dimana-mana, anak-anak kecil yang mendengar hal tersebut langsung menangis kencang. Beberapa tampak berpelukan seakan malam itu adalah hari terakhir hidup mereka.
"Maaf jika ini menakuti kalian," ucap Hugo. "Selama ini kita hidup dengan tenang dan damai, aku tidak pernah menyangka akan ada hal seperti ini."
"Hugo benar," sahut Wagyo. Ia bangkit dan berjalan ke depan warganya. "Jika ada Bestial yang berniat mengambil wilayah kita, sudah dipastikan hanya akan ada kematian jika kita menolaknya, entah mati saat mempertahankan diri atau nanti akan mati sebagai makanan mereka."
"Tetapi, Kepala Suku," seorang warga mengangkat tangannya. "Bagaimana caranya kita mempertahankan desa ini? Melawan Bestial predator biasa saja kita sudah kewalahan, apalagi ini Bestial tahap keempat."
Matanya tampak berkaca-kaca, pria itu seketika memeluk istri dan anaknya yang masih kecil yang belum mengerti apa pun.
Sesuatu seperti mengiris hati Kepala Suku. "Kita akan mencoba untuk bertarung, sambil membawa pergi wanita dan anak-anak dari sini."
"Mereka bisa berlari lebih cepat dari kita," sela Gogo. "Lari tidak akan bisa menyelamatkan kita semua. Lagipula, kita akan lari kemana? Memasuki wilayah suku lain justru akan menimbulkan konflik baru."
Ucapan Gogo ada benarnya, Kepala Suku itu menunduk sambil mengurut keningnya.
Kirana prihatin dengan apa yang menimpa mereka. Walau ia bukan bagian dari suku itu, tetapi, mereka sudah sangat baik terhadap Kirana. Mereka juga mau merawat Ezekiel dan memaafkan kekacauan yang Xavier timbulkan. Ia tidak bisa membayangkan orang-orang di suku tersebut dibantai oleh Bestial bernama Shan tersebut.
"Xavier," bisiknya kepada manusia ular di sampingnya. "Kita harus membantu mereka."
"Ini bukan urusan kita, Kirana, lebih baik tidak ikut campur," saran Xavier.
"Mereka sudah menolong kita."
"Aku tidak pernah merasa minta bantuan mereka."
Kirana cemberut, "Setidaknya hargailah kebaikan mereka."
Xavier tampak tidak tertarik, ia hanya menghela napas. Gadis itu tampak sudah bulat dan yakin dengan keputusannya, kalau Xavier menolak lebih lanjut, nanti malah Kirana marah lagi padanya.
Selain itu, ia khawatir kalau Shan sampai tahu ada Kirana di desa ini, Bestial rakus satu itu pasti akan mengincarnya untuk dijadikan pasangan kawin. Kirana adalah manusia, semua Bestial yang tahu betapa istimewanya manusia pasti rela saling membunuh untuk menjadikannya pasangan.
Shan berada di level yang berbeda dengan Hugo dan Ezekiel, jika Xavier sampai terlibat pertarungan pasti nanti akan sangat merepotkan. Ia hanya ingin mengamankan Kirana, tetapi, jika Shan tidak dikalahkan, cepat atau lambat jejak mereka pasti akan terendus. Pada akhirnya, tetap tidak ada pilihan lain selain bertarung.
Xavier merevisi keputusannya. Ia memang harus ikut bertarung sekarang, bukan demi Suku Cervid, tetapi untuk melindungi Kirana.
"Shan itu, dia pasti akan mengincarmu kalau sampai tahu kau manusia," kata Xavier sambil memandang Kirana. "Aku tidak akan membiarkannya menyentuhmu."
Kirana mengerjap, bingung. "Jadi, kau akan ikut bertarung?"
"Hanya sekali ini saja, untuk menjamin tidak akan ada ancaman lain yang mengincarmu."
"Tunggu, ini Suku Cervid yang menjadi target, kenapa tiba-tiba membahas diriku?"
"Karena dirimu manusia," Xavier menegaskan. "Manusia itu spesial, Kirana. Jika Bestial seperti Ezekiel saja rela mati untuk dirimu, kau kira Shan tidak akan melakukan hal yang lebih berbahaya?"
Kirana terdiam. Pada akhirnya, manusia tetap akan jadi incaran mahluk-mahluk di dunia ini. Ia kini bisa menghubungkan antara ancaman Shan dan dirinya. Ia punya bahaya lain yang harus diwaspadai.
"Aku akan bertarung melawan Shan, sisanya, biarkan Hugo dan Suku Cervid yang urus," putus Xavier.
Mendengar kalimat tersebut, senyum Kirana merekah. "Itu sudah lebih dari cukup. Sekarang, aku juga akan membantu."
"Apa yang akan kau lakukan?"
Kirana mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menarik perhatian Wagyo dan Hugo. "Anu.. aku punya rencana, jika kalian mau mendengarnya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top