Bab 13: Harimau Putih

Kirana duduk di samping Ezekiel yang belum sadarkan diri. Wajah pria itu pucat dan bibirnya kering karena dehidrasi. Kirana mendesah, ia resah karena perasaan bersalah yang amat dalam. Seharusnya ia tidak pergi bersama Gigi dan yang lainnya. Jika ia berada di desa saat itu, ia bisa mencegah Ezekiel bertarung dengan Xavier lebih cepat.

"Kirana." Manusia-ular yang sedang dipikirkan oleh Kirana tiba-tiba muncul. Kepalanya menyembul dari celah-celan gorden daun. "Kau belum makan sejak tadi."

"Aku tidak lapar," balas Kirana, dingin. Nafsu makannya memang menghilang sejak ia melihat Ezekiel terkapar bersimbah darah.

"Mau aku bawakan buah?" tawar Xavier.

"Tidak perlu." 

"Kau harus makan sesuatu."

"Kubilang aku tidak lapar!" sentak Kirana, kesal. "Berhentilah menggangguku! Kau bisa mencari makananmu sendirikan? Dan tidak usah ajak aku!"

"Makananku mudah dicari, tetapi diri—"

"Tidak usah sok peduli padaku!" Kirana memotong. Sambil terisak ia berkata, "Andai kau bisa menahan diri, Ezekiel tidak akan ... ." Ia menghentikan kalimatnya sambil mengelap air mata. "Sudahlah, Bestial sepertimu tidak akan mengerti."

Xavier terdiam, ia mencerna baik-baik perkataan Kirana. Pria itu menatapnya, lurus. "Apa yang tidak ku mengerti?"

Kirana tertawa miris. "Kau bahkan tidak bisa menunjukkan belas kasihanmu pada mahluk lain, jangan harap kau bisa peduli kepada manusia sepertiku." Gadis itu melanjutkan lagi. "Pergilah, aku tidak ingin melihatmu untuk saat ini."

Kirana berbalik lalu kembali duduk di samping Ezekiel. Ia memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya disana. Ia benci berkata seperti tadi, ia tahu Xavier juga pernah menyalamatkannya dan berusaha merawatnya. Tetapi, tidak mengabaikan fakta, ia kadang takut dengan Xavier. Ia tidak suka melihat kekerasan seperti yang Xavier lakukan pada Ezekiel dan gadis itu tidak bisa memaafkannya karena hal tersebut.

Maaf, Xavier. Kumohon, beri aku ruang dulu untuk saat ini. Gadis itu memejamkan matanya. Tidak terdengar suara balasan dari Xavier. Ketika ia menoleh ke arah pintu, sosok Bestial ular itu sudah menghilang.

***

Hari dengan cepat berganti malam. Kondisi desa tampak hening karena semua warga sudah tertidur. Lampu obor di sekeliling desa memberikan pencahayaan minim, tidak semua warga menyalakan penerangan di rumah saat mereka tidur. Salah satu rumah yang masih memancarkan bias berwarna kekuningan adalah rumah Kepala Suku.

Gigi dan Wage tidur di rumah lain, sementara rumah mereka dijadikan tempat untuk merawat Ezekiel. Gigi bilang hal tersebut sudah biasa. Banyak warga yang sakit pernah dirawat di rumahnya dan ia tidak keberatan. Kirana sangat berterima kasih dengan kebaikan Bestial wanita itu.

Sambil memperhatikan api yang meliuk-liuk dari kepala obor, Kirana mulai bertanya-tanya kemana gerangan Xavier. Pria itu belum kembali, bahkan saat makan malam di desa wajah pucat pria itu tidak tampak sama sekali. Kemana perginya Xavier? Apa dia marah padaku?

Lamunan Kirana disela oleh suara erangan kecil. Kedua mata gadis itu berbinar saat melihat Ezekiel menunjukkan sedikit gerakan di wajahnya. Pria itu membuka mulut, mengeluarkan suara yang nyaris seperti bisikan. "Air.. air..," ucapnya berulang kali.

"Kau mau minum?" Kirana langsung mencari-cari gelas di sekitarnya. Di atas meja kecil terdapat gelas dari tanah liat dan kendi, tetapi setelah dicek ternyata isinya kosong. "Tunggu sebentar, aku ambilkan air!"

Kirana bangkit dengan semangat. Sambil membawa kendi, ia berjalan ke samping rumah, tempat dimana Gigi meletakkan gentong air. Kirana sebenarnya agak merinding melihat desa yang sepi sunyi seperti ini, tetapi ia enyahkan perasaan takut tersebut.

Terdengar suara cucuran air yang masuk ke dalam kendi. Kirana mengisi tempat minum itu dengan cepat. Setelah menutup gentong , gadis itu berbalik, berniat untuk kembali ke rumah. Tetapi matanya menangkap sesuatu di dalam kegelapan.

Rumah Kepala Suku memang terletak di pinggir, agak sedikit menjorok dan dekat dengan tepi hutan. Beberapa meter darinya, Kirana yakin melihat sepasang mata berwarna kuning. Ia mengira kalau itu adalah Xavier.

Kirana meletakkan kendi di atas gentong, lalu berjalan mendekat ke tepi hutan. Kirana tidak kesulitan melihat jalan karena di dekat tepi hutan itu terdapat sebuah tiang obor yang menyala.

Ia sampai di tepi hutan dan mencoba memanggil pemilik mata itu. 

"Halo? Apakah ada orang?" 

Hening, tidak ada jawaban. Kirana jadi cemas. "Xavier, apakah itu dirimu?"

Terdengar suara geraman dari balik sana. Sepasang mata itu melangkah mendekat, jejak kakinya terdengar sampai tempat Kirana. Gadis itu menelan ludah, ia tahu kalau Xavier tidak pernah mengeluarkan jejak suara yang berat seperti itu saat berjalan. Dalam wujud setengah ularnya pun, biasanya hanya terdengar suara kulitnya yang bergesekan dengan tanah.

Bulu kuduk Kirana merinding saat ia melihat seekor harimau putih keluar dari tepi hutan. Tubuh harimau itu sangat besar, menyamai tinggi Kirana. Seingatnya, harimau di dunia manusia tidak ada yang sebesar itu.

Harimau itu menggeram, tetapi tidak menunjukkan niat untuk menyerang. Seperti mendapat stimulasi, insting Kirana mengatakan kalau harimau itu tidak bermaksud jahat. Gadis itu pun memberanikan dirinya mendekat.

"Apakah kau juga Bestial?" tanyanya, penuh kehati-hatian. 

Harimau itu tidak menjawab selain mengeluarkan suara dengkuran yang mengingatkan Kirana dengan suara kucing saat sedang merasa nyaman di sekitar manusia.

Gadis itu semakin yakin. Ia mencoba menyentuh tubuh harimau itu. Tangannya sudah terulur ke depan, hampir menyentuh bulu-bulu putih keperakan dengan belang-belang abu tersebut.

Tetapi tiba-tiba harimau itu menggeleng, ia berbalik dan langsung berlari kembali ke dalam hutan. Kirana terhenyak. Ia cukup terkejut dengan gerakan tak terduga itu. Sesaat ia kira harimau itu akan menyerangnya, tetapi ternyata tidak.

Kirana terdiam beberapa saat. Matanya mengikuti ke arah harimau itu pergi. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya harimau putih itu cari, kenapa datang ke desa Cervid jika ia tidak berniat menyerang siapa pun. Jika ia Bestial, apa yang sebenarnya ia cari?

***

Ratusan meter dari desa tempat Kirana berada, di pinggir sebuah sungai besar, seekor harimau putih keluar dari dalam hutan. Harimau itu lompat ke atas salah satu batu sungai yang besar. Ia melihat ke permukaan air sungai yang memantulkan wajahnya.

Tubuh harimau putih itu bergejolak, posturnya berubah menjadi tegap, seluruh bulu-bulu ditubuhnya menyusut dan menyisakan kulit berwarna putih. Kedua tungkai belakangnya berubah menjadi sepasang kaki manusia, begitu pun dengan tungkai depannya yang menjadi sepasang tangan kekar.

Harimau itu berubah menjadi seorang pria dengan rambut pendek kelabu. Pria itu tersenyum, matanya yang tajam dan licik memandang ke arah desa Cervid. Ia bergumam pelan, "Ternyata dia sumber aroma enak yang ku cium belakangan ini."

Ia tiba-tiba menoleh ke arah pepohonan di seberang sungai, salah satu bawahannya baru saja tiba. "Apa informasi yang kau dapat?" tanyanya.

Seorang pria lain berambut coklat dan mengenakan pakaian terusan sampai kaki mengatupkan kedua sayap besarnya ke punggung. Ia berjalan tertatih menghadap pria harimau itu. "Bestial ular itu tidak ada di sekitar sini, kami sudah mencarinya kemana-mana."

"Kurasa bukan hanya kita yang mencarinya, dia juga pasti sudah menyadari kehadiranku."

"Tetapi dia belum berhasil menemukan Tuan."

"Cepat atau lambat, kita pasti akan bertemu," Bestial harimau itu tertawa kecil.

Ia memandangi bulan yang tampak penuh. Matanya menerawang, terbang jauh mengenang masa lalu. "Ah, Xavier, bukankah sudah seratus tahun berlalu sejak pertemuan di Istana Zoophara? Aku berharap banyak padamu." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top