a bad purpose|| 7
Letta baru saja pulang kerja dan menghempaskan dirinya pada tikar lusuh di lantai rumahnya ketika ayah tahu-tahu mendobrak pintu dan mengejutkan dirinya.
"Ayah...." Letta terpekik, saat melihat wajah ayah yang begitu garang dan sangar menatap ke arahnya. Berjalan mendekat kepadanya dan tahu-tahu menarik tangannya, sehingga Letta berdiri kembali saat ayah menyeret dirinya.
"Ikut ayah cepat..." ayah menarik Letta keluar dari rumahnya, tidak mau tahu kalau putrinya masih lelah karena baru saja pulang bekerja.
"Tapi... tapi Ayah kita mau ke mana?"
Ayahnya tidak menjawab tanya Letta, ayah malah dengan kasar dan tergesanya menarik Letta, untuk mengikuti langkahnya. Letta jadi bingung dengan sikap ayahnya, tapi dia yang ditarik terpaksa mengikuti langakh ayahnya yang entah akan membawanya ke mana?
"Ayah...berhenti, Yah, sebenarnya Ayah mau bawa Letta ke mana?" Letta bertanya, sudah setengah merasa emosi dan jengah pada ayahnya. Kalau saja Letta tidak ingat perkataan ibu ustazah yang menasehatinya untuk tetap berbakti pada ayahnya, meski sebesar apapun kesalahan ayahnya, Letta sudah pasti akan menjadi anak durhaka saat itu juga. Saat di mana ayahnya dengan kejamnya menghabisi nyawa ibunya.
"Sudah jangan banyak tanya, ikut saja nanti juga lo tahu?" Ayahnya menaiki motor matic miliknya, menghidupkan mesin motornya dan menoleh pada Letta kembali. "Ayo naik, cepetan!" suruhnya galak dan tidak sabaran.
"Tidak! Letta tidak akan naik sebelum Ayah mengatakan ke mana Ayah akan membawa Letta!!" tolak Letta berusaha untuk tidak berteriak atau mengumpat di depan ayahnya.
"Gue bilang naik ya naik. Buruan naik!" Ayahnya membentak, wajahnya sudah merah padam membuat Letta seketika takut menatapnya.
"Enggak, Yah, nggak mau. Bilang dulu kalau ayah mau bawa Letta ke mana?" Meski takut tapi Letta tetap kekeh, berusaha melawan ayahnya yang selalu bersikap semaunya terhadap dirinya.
Ayah Letta menarik kuat tangan Letta agar gadis itu naik ke atas motornya. "JANGAN MEMBANTAH, CEPAT NAIK!" Letta menggelengkan kepalanya dan berusaha melepaskan genggaman kasar Ayahnya.
Sekuat tenaga Letta menahan air matanya agar tidak mengalir. Hatinya terus bertanya apakah kesalahan yang telah Letta lakukan sehingga Letta terlahir dari ayah yang begitu kejam. Tidak ada lagi sosok penyayang dan pelindung dalam diri ayah. Yang ada hanyahlah sosok yang kejam, Letta tidak pernah menginginkan lahir dari seorang ayah yang tak pernah berlaku baik pada keluarganya. Tapi yang namanya takdir, Letta bisa apa, selain harus menerimanya dengan hati yang lapang. Terlebih lagi ketika ayahnya yang tidak memiliki rasa tanggung jawab, selalu membentak dan mengkasarinya. Ia hanya bisa sabar.
"Lo minta gue kasarib, ya, cepat naik atau lo akan menyesal!" Ayahnya menatap Letta dengan tatapan menyeramkan, mengancam putrinya sendiri, seolah Letta bukanlah darah dagingnya.
"Tapi kita mau ke mana Ayah?" sambil kembali bertanya Letta dengan terpaksa naik ke motor matic itu. Dia duduk di balik punggung ayahnya dengan perasaan tidak enak. Ayahnya mulai melajukan motornya membelah jalanan, entah akan membawa dirinya ke mana? Letta tidak tahu. Tapi yang jelas perasaan Letta mendadak semakin tidak enak.
Satu jam kemudian Ayah memberhentikan laju motornya di depan rumah besar yang nampak asing untuk Letta. Rasanya dia tidak pernah memiliki saudara yang tinggal di daerah ini apalagi komplek tersebut rata-rata di tempati oleh keluarga kalangan atas terlihat dari setiap rumah yang mereka lewati tadi sangatlah mewah dan megah.
"Ayah....kita...kita ngapain di sini, Yah?" Jantung Letta berdetak kencang, saat pikiran tidak enaknya semakin mengambil alihnya. Melihat rumah mewah itu, menimbulkan pertanyaan di kepala Letta
Rumah siapa? Pikirnya.
Ada urusan apa ayahnya di rumah semewah ini?
Apa ayahnya memiliki kenalan di rumah ini?
Tapi kalau pun mengenal pemilik rumah ini, untuk apa ayahnya membawa dirinya ke rumah ini?
Letta tersentak, saat ayahnya menarik kuat tangannya ke arah pintu utama rumah megah itu, rumah itu dijaga oleh dua orang penjaga pintu utama yang langsung membukakan pintu untuk mereka.
"Silahkan! Tuan sudah menunggu anda di dalam." Kata penjaga yang berdiri di sebelah kanan Letta.
Ayah Letta mengangguk, "Terimakasih," ujarnya pada penjaga yang hanya menganggukkan kepalanya pada ayah. Pintu kembali tertutup saat Letta dan ayahnya sudah masuk ke ruang utama rumah ini. Saat berada di dalam
Letta dibuat ternganga ketika melihat setiap sudut rumah ini, di mana desain dan interior rumah ini dihiasi oleh berbagai macam lukisan mahal, lengkap dengan guci-guci besar yang juga memiliki harga fantastis. Letta mungkin hanya orang miskin, tapi semiskin apapun dia jelas tahu yang mana produk mahal.
"A..Ayah....Kenapa kita ke sini, Yah?" Letta mengalihkan tatapannya pada wajah sang ayah dan kembali bertanya.
"Yah," Rasa takut mulai Letta rasakan, beberapa saat sebelum suara dingin itu terdengar menusuk pendengarannya.
"Kupikir Anda tidak akan datang, Arya!" ujarnya dingin dengan posisi membelakangi ayah dan Letta.
Suaranya membuat bulu kuduk Letta merinding seketika. Suara itu? Letta berpikir, dia seperti pernah mendengar suara itu. Suara yang tidak asing lagi untuk Letta, tapi tidak ingat di mana Letta pernah mendengarnya.
Saat pria itu membalikkan tubuhnya menghadap pada Letta dan ayah, saat itu mata Letta membelalak.
"Dia?"
Tubuhnya menegang, merasa kaku dan lemas setelahnya. Saat sadar dengan lelaki di depannya. Mata coklatnya membulat sempurna.
Dia lelaki yang tidak di kenalnya, yang pernah melecehkannya di hari pertamanya bekerja.
Pria yang saat ini telah berdiri angkuh di hadapannya. Menyeringai menatap dirinya. Tiba-tiba saja rasa takut kembali Letta rasakan, ia bahkan berkali-kali lipat takutnya. Seringaian pria itu menunjukan sebuah rencana jahat yang Letta tidak tahu apa? kenapa ayahnya membawanya kehadapan pria itu? Lagi Letta bertanya-tanya.
Bagaimana bisa ayahnya mengenali pria berengsek itu?
Dari mana mereka saling mengenal?
Atau dari mana awalnya mereka bisa saling kenal?
Begitulah yang ada di kepala Letta.
"K...Kamu!" Lidah Letta mendadak kelu saat melihat pria itu berjalan lebih mendekat kepada dirinya dan ayah.
Sementara Letta sedang merasa gugup dan ketakutan, pria itu justru tersenyum sinis dan lagi-lagi kembali menyeringai kepadanya. Melihat tatapan terkejut dari gadis yang pernah dilecehkannya, membuat pria itu tersenyum miring. Gadis sok jual mahal itu sebentar lagi akan masuk ke dalam jeratannya.
"Kamu masih mengingatku rupanya?" Ujarnya pria itu tersenyum dingin pada Letta. Bagaikan hewan buas yang sedang kelaparan saat melihat mangsanya, pria itu menatap tubuh Letta dari atas ke bawah. Melecehkan Letta sekali lagi melalui tatapannya.
Letta jadi kesal melihatnya, ia tidak senang dengan pria berengsek ini, merasa jijik melihat tatapan penuh nafsunya yang terarah kepadanya.
"Bagaimana aku bisa lupa dengan pria yang sudah kurang ajar terhadapku," Letta membalas perkataan pria itu dengan keberaniannya. Ia tidak sadar jika suatu hari keberaniannya itulah yang akan membawa dirinya pada kehancuran hidupnya sendiri.
Karena Letta tidak tahu, kalau pria yang di depannya itu begitu dendam dan tidak senang dilawan apalagi di tolak olehnya. Entah bagaimana caranya atau memang suatu kebetulan, pria itu mendapatkan kemudahan untuk membalas penghinaan Letta atas penolakan gadis sok lugu itu.
"Arya Anda tidak lupa bukan dengan janji Anda?" Kata pria itu yang tidak lain adalah Fano, Fano bertanya pada ayah Letta, mengabaikan keberanian Letta terhadapnya.
Ayah tersenyum pongah, Letta merasa heran dengan perkataan pria bajingan itu pada ayahnya.
Janji?
Hal apa yang dijanjikan oleh ayahnya kepada pria ini? Letta bertanya-tanya, tiba-tiba saja perasaan Letta fkembali merasakan perasaan tidak enak.
"Saya tidak akan lupa, Tuan, seperti janji Saya sebelumnya jika Saya tidak bisa melunasi hutang-hutang Saya maka Saya akan memberikan putri Saya kepada Tuan...." kata ayahnya begitu enteng seolah tak keberatan sama sekali memberikan anaknya.
Letta terkejut mendengar penuturan ayahnya, dia menoleh cepat pada ayahnya. "Ayah!" Dia memanggil ayahnya. Jantung Letta mendadak berdetak lebih cepat. "Apa...apa maksud Ayah?" Letta mengambil mendekat pada ayahnya. Meski sudah tahu apa maksud dari kalimat itu, Letta mencoba memastikan kalau pikirannya tentang ayahnya salah besar, berharap Letta salah dengar dan ayahnya tak pernah mengatakan itu.
Namun harapannya itu sia-sia, karena ayahnya langsung kembali berucap. "Lo sudah gue korbankan buat bayar hutang-hutang gue sama Tuan Fano," katanya seringan kapas, seolah yang dilakukannya hanyalah memberikan sebuah barang yang tidak berharga pada Fano.
"Letta nggak mau, Yah, nggak mau! Letta mau pulang!" Letta ketakutan dan hendak beranjak dari sana namun ayahnya dengan cepat menarik tangannya dan...
Plakkk...
Melayangkan tamparan pada wajah mulusnya.
"Ikuti kata gue dan jangan melawan, sekali lagi lo mencoba kabur, habis lo di tangan gue." Ayahnya mendorong Letta kehadapan Fano, Fano dengan sigap meregkuh Letta. Dan pria itu lantas tersenyum miring melihat kelemahan gadis ini yang tak bisa melawan.
"Lepaskan aku, Berengsekk!" Semakin membenci pria itu, Letta melepaskan diri dari kukungan tubuh Fano. Saat sudah terlepas Letta memegang wajah bekas tamparan ayahnya. Lalu sedetik kemudian ia menatap ayahnya dengan air mata yang perlahan tumpah.
"Kenapa...kenapa Ayah melakukan ini? kenapa...Ayah jahat sama Letta...?" Ujarnya sesenggukan, "Letta...anak Ayah..bukan barang yang bisa Ayah gunakan untuk membayar hutang Ayah..." tambahnya dengan rasa sesak dan sakit hati yang kembali Letta rasakan atas perbuatan ayahnya.
Dia sudah begitu sabar sebagai anak, saat Letta kehilangan ibunya karena ulah ayahnya, ia masih mencoba sabar dan berharap kalau ayahnya akan berubah. Tapi ternyata kesabarannya itu tak membawanya pada kebaikan. Ayahnya justru semakin keji dengan menjual dirinya pada pria ini, hanya untuk sebuah hutang. Hutang yang Letta tidak tahu itu apa dan untuk apa? Untuk berjudi atau bermain wanita juga minum-minuman. Karena selama ini meski tahu ayahnya berhutang, ayahnya tidak pernah sepeser pun mengeluarkan uang untuk keluarganya.
Ayahnya mengabaikan kalimat putrinya. Seolah hatinya sudah benar-benar mati dan tak memiliki perasaan, dia tak sama sekali iba terhadap anak satu-satunya. Buatnya Letta tidaklah begitu penting untuknya, selain uang.
"Ayah...."
Saat ayahnya mulai melangkah mundur, Letta memanggil ayahnya, Letta tidak mau ditinggalkan di rumah yang tidak ia ketahui ini. Tapi ayahnya lagi-lagi tidaj sama sekali menghiraukan Letta. Dia malah kembali berbicara pada Fano yang sedang melipat tangannya dengan gaya angkuh dan hanya menjadi penonton diantara ayah dan anak itu.
"Saya serahkan putri Saya pada Anda Tuan, Saya tidak memiliki urusan apapun lagi dengannya, jadi terserah Anda akan melakukan apa dengan putri Saya." Katanya tidak memiliki hati. Jika ada seorang ayah yang patut disebut binatang ialah ayahnya. Karena tidak ada seorang ayah mana pun yang tega melakukan ini terhadap putrinya sendiri, hewan saja masih mau menyayangi anaknya, lalu gimana ayahnya yang lebih dari binatang.
"Selamat bersenang-senang, Tuan..."
Tambah ayah yang terakhir sebelum benar-benar melangkah mundur dari hadapan Fano dan meninggalkan Letta bersama pria itu.
"Ayah... Ayah... jangan tinggalin Letta di sini, Yah, Ayah......" namun teriakannya tak sama sekali didengar oleh ayahnya, membuat Letta menangis kencang--mulai meratapi nasib buruk yang kembali mempermainkan hidupnya.
Apa yang akan terjadi padanya setelah ini? Letta tidak tahu, semoga saja kebaikan masih bisa didapatkannya setelah ini. Meski Letta tidak yakin, ia berharap pria bajingan itu mau melepaskan dirinya.
######
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top