# 7 My Girl Friend Has Another Close Guy Friend

Sama seperti orang yang ditakdirkan jatuh cinta, aku percaya setiap orang juga ditakdirkan untuk berteman.

(Love Playlist 3- Pu Reum)

****

Agustus 2017

"Setelah ini kita akan ke warnet. Kamu mau ikut Ha Min?" tanya Ki Hyun sambil menggandeng tas ranselnya.

Ki Hyun membalas lambaian dari teman sebelahnya saat dia pamit pulang. Lalu mengulang pertanyaannya pada Ha Min. "Kamu ikut atau tidak? Cepat putuskan nanti warnet penuh kalau kita telat."Dia mengecek jam tangannya.

"Tidak bisa. Setelah ini aku ada kelas tambahan," ujar Ha Min sambil menutup bukunya. Ia lanjut meringkas barang.

"Ah, kelas untuk anak ranking tinggi. Kamu juara dua, bukan?"

"Hm-m." Ha Min mengenakan tas. Lalu mengangkat sebelah alisnya. "Lagi pula aku tidak punya waktu untuk main game."

"Menjengkelkan," rutuk Ki Hyun, membuat Ha Min terkekeh. Dia membalas, "Bilang saja kalau kamu tidak tahu main game."

Ha Min tersenyum miring, dalam hati membenarkan perkataan Ki Hyun. Di saat anak-anak lain main game dia harus berkutat dengan buku pelajaran dan les. Hidupnya memang membosankan.

"Kamu main sama siapa? Si Woo?"Dia melirik Si Woo. Cowok berekspresi datar yang duduk di depannya menggeleng. "Atau, pacarmu?"

"Tidak! Dia bukan pacarku! Dia teman wanita, teman yang kebetulan seorang wanita!" sembur Ki Hyun menggebu-gebu.

"Benarkah? Tiap hari kamu selalu cerita soal dia?" Ha Min berusaha mengingat-ingat. "Siapa lagi namanya Yeo Bo Ram? Kamu tidak mungkin menyukainya, kan?"

"Mustahil! Dia hanya hebat bermain game jadi aku suka-" Dia memutus perkataannya, matanya bergerak liar, lalu ia melumat bibir. "kagum! Maksudku itu kagum!" Dia mengoreksi, tapi sepertinya Ha Min dan Si Woo tidak percaya. "Aishhh!!"

Ki Hyun berlari keluar dengan wajah merah padam. Si Woo dan Ha Min yang ditinggal, lantas berpandangan, mereka terkekeh begitu tahu pikiran keduanya sejalan. Ki Hyun benar-benar payah berbohong.

Si Woo dan Ha Min berpisah di kelas dan Ha Min langsung pergi menuju gedung setelah, tempat kelas tambahan berada. Kelas tambahan diadakan usai pulang sekolah, selama dua kali seminggu. Hari ini adalah pertemuan pertama mereka untuk semester satu. Dan pertemuan pertama bagi anak kelas sepuluh, sepertinya.

Sesampainya di sana, kelas sudah hampir terisi penuh. Sepertinya banyak orang cepat-cepat datang untuk mengambil posisi terbaik. Keuntungan dari kelas tambahan terletak pada materi yang bermutu, latihan soal, dan guru yang kompeten. Karena itu, banyak siswa yang ingin masuk ke kelas ini. Kelas ini hanya tersedia untuk top 10 tiap jurusan.

Ha Min mengitari kelas, sedang mencari kursi kosong. Dia tidak peduli lagi dengan lokasi yang strategis, punya tempat di sini saja sudah cukup. Dia menemukan kursi kosong yang berada di urutan tengah dekat jendela. Seseorang sudah menempati kursi sebelahnya.

Ha Min meletakkan tas di kursi, sedang matanya mengamati gadis yang sedang belajar di sampingnya. Dari penampilannya, Ha Min bisa mengatakan gadis itu menarik. Wajahnya menyerupai rusa cantik yang muncul dalam dongeng, dengan mata yang besar, wajah kecil, dan bentuk wajah yang manis. Rambutnya yang panjang bergelombang tergerai, poni ratanya menutupi dahi. Dia cantik.

Tiba-tiba, murid-murid yang tadinya berdiri di lorong menyembur masuk. Mereka menyebar ke tempat duduk masing-masing sebelum guru kelas datang dan menutup pintu. Dia berdiri di belakang meja depan kelas, menyampaikan sepatah kata penuh motivasi, lalu mengabsen murid.

"Kim Byung Chan." Seorang murid mengangkat tangan begitu namanya disebut.

"Kim Ha Na." Gadis di sebelahnya mengangkat tangan. Mata Ha Min melebar mengamati gadis yang sedang menurunkan tangan itu.

Kim Ha Na. Nama peringkat satu seangkatan, jurusan liberal arts. Murid yang hanya selisih sepuluh poin dengannya. Dia tidak mengira gadis di sebelahnya adalah murid itu.

"Kim Ha Na," panggil Ha Min, setengah berbisik.

Gadis itu menoleh. Ha Min mengulurkan tangannya. Dia menarik bibir, membentuk senyuman.

"Namaku Ha Min. Kelas 1-2."

Kim Ha Na mengamati tangan Ha Min sebentar, lalu menjabatnya dengan kaku.

"Kim Ha Na. Kelas 1-1."

"Kamu di sebelah kelasku, tapi aku tidak pernah melihatmu." Dia berusaha mengingat-ingat.

"Iya. Aku tidak begitu sering keluar kelas."

Guru kelas telah selesai mengabsen dan menyuruh siswanya membuka buku halaman 25. Kim Ha Na kembali pada posisi semula dan membuka buku cetaknya. Ha Min melakukan hal yang sama.

Pertemuan berikutnya, mereka menjadi teman sebangku lagi. Berbeda dengan kali sebelumnya, Kim Ha sedang mengobrol dengan teman wanita di depannya.

Ha Min tak sengaja melirik tabung gambar yang disandarkan di dinding, di sebelah gadis itu. Sampai sekarang Ha Min tidak mengerti pikiran siswa akademi seni yang membawa tabung gambar kemana-mana. Mereka seolah ingin mengatakan bahwa mereka setingkat spesial dari yang lain.

"Kamu ikut akademi seni?" Ha Min memulai pembicaraan saat gadis itu mengambil botol air, hendak minum.

Dia mengangguk.

"Kudengar akademi seni cukup berat. Kamu tidak kesulitan mengikutinya sambil belajar?"

"Tidak juga," ucapnya, lebih terdengar seperti gumaman. Wajahnya menggambarkan dirinya tidak nyaman, seperti ingin sesegera mungkin mengakhiri pembicaraan ini. Ha Min bisa menebak gadis ini tidak terbiasa berbicara dengan laki-laki, atau mungkin orang asing.

"Kalau butuh sesuatu, katakan saja. Kita teman kelas di sini."

"Iya.." balasnya masih dengan suara pelan. Setelahnya, gadis itu membuka buku dan meninggalkan percakapan mereka sampai di sana.

Berbeda dari tampaknya. Gadis ini sangat pemalu. Sepertinya akan sulit mendekatinya.

****

Secara ajaib, hari-hari berikutnya mereka selalu duduk berdampingan. Atau, mungkin tidak secara ajaib...

Ha Min memandang gadis berambut cokelat bergelombang yang duduk di sebelah jendela, lewat jendela kelas. Gadis itu meletakkan bukunya di meja sampingnya. Dia sedang mengobrol dengan teman di bangku depan dan obrolan itu berhenti ketika seorang gadis menepuk pundaknya dan menunjuk kursi di sebelahnya. Gadis itu menggeleng lalu berbicara sesuatu padanya. Setelahnya orang itu pergi.

Ha Min tersenyum. Dia masuk ke kelas dan pergi ke meja sebelah gadis itu. Begitu melihatnya, ekspresi gadis itu berubah ceria.

"Untukmu." Ha Min menyerahkan snack almond di atas buku Kim Ha yang terbuka seraya menarik kursi. "Kamu tidak bisa ujian tanpa itu. Bukan?"

"Thanks." Dia mengambil snack itu.

"Hari ini kamu juga telat," kata gadis itu ketika Ha Min duduk. "Kamu beruntung masih ada tempat duduk tersisa di sini, kalau tidak kamu pasti dapat di belakang."

"Mm." Dia mengusap puncak kepala gadis itu lalu berkata, "Aku memang sangat beruntung."

Kim Ha memegang kepalanya. "Jangan begitu, nanti tatanan rambutku rusak."

"Iya, iya." Ha Min mengusap kepalanya lagi.

"Hei!" Kim Ha protes, tangannya terangkat ingin memukul.

"Oke, oke." Ha Min menenangkan. Kemudian menyentuh rambut gadis itu ketika gadis itu ingin mengambil notesnya. Gadis itu memukul lengan Ha Min.

****

Ha Min mengerling pada Kim Ha yang sejak tadi duduk diam di sampingnya. Gadis itu bersedekap, dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi taman. Wajahnya menggambarkan dirinya tidak ingin berada di sana.

"Cepat katakan apa yang ingin kamu bicarakan, aku sedang sibuk," katanya dingin.

"Tentu saja kamu sibuk, kamu juara satu," gumam Ha Min, setengah bercanda.

Kim Ha menatapnya dengan alis berkerut tidak percaya, "Ini alasanmu memanggilku?"

"Tidak. Tapi aku ingin mengatakan itu sekali saja," katanya bercanda.

"Kamu benar-benar tahu cara memperburuk mood orang," ketusnya.

Laki-laki itu menarik sudut bibirnya. Kim Ha yang melihat senyuman tersungging di bibirnya, ia melebarkan mata tak percaya.

"Kamu senyum? Kamu pikir aku sedang melucu?" Kerutan di dahi Kim Ha semakin dalam ketika melihat senyumannya membesar.

Ha Min berhenti tersenyum. Dia memandang dengan tatapan teduh gadis di depannya yang sedang memasang wajah serius. "Tidak. Aku hanya merasa lucu, sebelumnya aku tak mengira akan sedekat ini denganmu. Tapi lihatlah kita berdua, bertengkar karena hal sepele."

Kim Ha mencibir, walau begitu wajahnya tidak kaku lagi. Dia melepas dekapannya, menegakkan punggungnya, dan kedua tangannya bertumpuan di kursi.

Ha Min mencondongkan tubuhnya ke depan, menopangkan kedua siku di kakinya, dan tangannya saling meremas. Dia menarik napas dalam-dalam seakan sedang menguatkan diri, sebelum berkata, "Kamu membenciku?"

Kim Ha mengerutkan alis. "Tidak." Dia mengoreksi perkataannya. "Kuakui kamu memang menyebalkan, tapi aku tidak membencimu."

Ha Min tersenyum miring. "Setelah aku berkata kasar padamu?"

"Aku tahu kamu tidak serius," gumamnya. Lalu ingin kembali ke inti pembicaraan, "Kenapa kamu tiba-tiba memanggilku?"

"Aku ingin minta maaf sudah membentakmu hari itu. Padahal kamu cuma khawatir tapi aku malah berprasangka buruk padamu."

Ha Min mengulangi perkataannya. "Sekali lagi, maaf."

"Aku juga sudah bersikap berlebihan." Ha Min menoleh padanya. Sambil meremas tangannya dengan gugup dia berkata, "Maaf sudah memaksamu bercerita."

Kim Ha tersenyum kecil. "Sekarang kita impas, kan?

"Mm," jawabnya. Ha Min melipat tangannya di dada. "Kecuali di bagian kamu yang mengabaikan pesanku selama seminggu. Bukankah itu keterlaluan?"

"Kamu yang keterlaluan! Kamu tidak tahu betapa menakutkannya wajahmu pas marah.." Kim Ha menggeleng dan bergidik saat mengingatnya.

"Sampai membuatmu menangis?"

"Tidak! Aku tidak menangis!"

Ha Min menatapnya dengan tatapan menantang. Dia menunjuk Kim Ha. "Matamu berkaca-kaca waktu itu."

"Tidak! Kamu salah lihat. Itu karena..."

Bunyi ponsel menyelamatkan Kim Ha saat itu. Dia merogoh kantung roknya dan tersenyum melihat nama pemanggilnya. Segera dia mengangkat telepon itu sebelum dering berikutnya. Dia menyapa dengan suara riang.

"Joo Ha-ya, wae?" Dia lanjut bicara begitu mendengar jawaban dari si pemanggil. "Tidak, aku sedang di depan perpustakaan sekarang."

Ha Min memasang telinganya menguping pembicaraan itu.

"Kalian menyuruhku datang ke sana untuk mengajar?" Kim Ha menatap Ha Min untuk meminta ijin. Ha Min menggerakan mulutnya menanyakan dengan siapa dia akan pergi. Kim Ha menutup ponselnya dengan tangan lalu menjawab Ha Min. "Jooha, Bo Ram, dan Ki Hyun." Ha Min mengangguk. Lalu Kim Ha membalas, "Oke. Setelah ini aku akan ke sana."

"Kalian mau belajar di rumah Joo Ha?" Ha Min bertanya lagi pada Kim Ha saat Kim Ha memutus panggilan.

"Iya. Mereka stuck di pelajaran Matematika, jadi kurasa aku harus membantu mereka." Kim Ha memasukkan ponselnya di tas dan menggandeng tas melintangi badannya.

"Aku tidak tahu kalau kalian dekat." Ha Min menyeletuk. Kim Ha mengedip tidak mengerti jadi Ha Min meluruskan. "Kamu dan Joo Ha."

"Entahlah. Kami tiba-tiba dekat. Joo Ha orang yang baik, dia mau menemaniku pergi ke eskul fair di universitas Soyeon."

"Eskul fair di universitas Soyeon?" ulang Ha Min, Kim Ha membalasnya dengan anggukan. "Kamu mau masuk ke sana?"

"Iya. Aku mau mengambil jurusan mass communication." Kim Ha mengembangkan senyuman. "Kalau bukan karena Joo Ha aku pasti belum tahu mau masuk jurusan apa."

Ha Min mengerutkan kening ketika nama itu disebut. "Joo Ha juga tahu?"

"Iya." Kim Ha mengecek jam tangannya. "Kurasa aku harus ke sana sekarang, kamu akan pergi ke ruang belajar kan dengan temanmu?"

Sebelumnya Ha Min memang sudah memberitahunya kalau setelah bertemu Kim Ha dia langsung ke ruang belajar untuk kerja kelompok. Jadi dengan terpaksa, Ha Min mengangguk.

"Aku duluan ya."

Kim Ha baru saja bangkit dari kursi ketika tangannya dipegang oleh seseorang. Kim Ha menoleh dan mendapati Ha Min sedang memegang tangannya.

Dia berusaha melepas tangannya. "Min-"

"Kamu menganggap Joo Ha sebagai teman?" timpal Ha Min.

Aku yang bertanya.

Kim Ha mendengar pertanyaan itu dengan jelas tapi dia tetap mengernyit.

"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya soal itu?"

Aku yang tidak ingin mendengar jawaban.

Meskipun begitu, aku mengharapkan kamu menjawab sesuai harapanku.

"Kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku."

Ha Min berkata lagi, kini dengan lebih yakin.

"Kamu menganggapku sebagai apa?"

****

Butuh satu tahun untuk membangun pertemanan, satu menit untuk mengakhiri pertemanan dan satu kata "maaf" untuk menyelamatkannya.

****

> Next: # 8 The Confession

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top