#1. Pertanda Nasib Buruk

06:20
Rumah Kim Ha Na

Sinar matahari masuk dari celah tirai jendela, mengusik tidur seorang gadis bertubuh mungil yang sedang meringkuk di balik selimut. Dahinya mengerut, merasakan silaunya sinar matahari. Perlahan kesadarannya kembali. Matanya membuka, kemudian menutup kembali, tak bisa menatap sinar itu lebih lama.

"Jo Yeon-a, ayo makan," panggil neneknya dari luar kamar.

"Ne, halmoeni," jawabnya lirih.

Kim Jo Yeon atau biasa dipanggil Kim Ha Na, bangkit dari tidurnya. Ia meregangkan badan, tanpa sengaja melihat jam dinding yang berada di samping pintu kamar. Matanya membulat melihat jarum jam yang menunjukkan pukul 6.20. Dia mengambil jam wekernya, jarum jam menunjuk angka 1, detiknya tidak bergerak. Pantas saja dia tidak mendengar alarm ternyata jam wekernya rusak. Dia hanya punya waktu lima belas menit untuk bersiap. Hari ini ujian tengah semester, dia tidak ingin terlambat. Dia melempar selimutnya ke sembarang arah lalu buru-buru bersiap-siap.

"Jo Yeon-a, kamu tidak makan?" tanya nenek memperhatikan Kim Ha yang sedang memakai kaos kaki.

Kim Ha sudah siap berangkat. Rambutnya yang panjang dan bergelombang digerainya. Ia merapikan poni yang terbelah lalu mengambil mantel yang diletakkan di sebelahnya. Seragam musim dinginnya sudah tidak terlihat lagi.

"Tidak, Nek. Aku bisa makan pagi di sekolah." Kim Ha melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 6.40. "Aku hampir telat. Nek, Hana berangkat dulu."

Jarak antara rumahnya dan halte bus cukup berjauhan. Biasanya dia memakan waktu dua puluh menit untuk sampai ke halte bus, tapi hari ini dengan ajaibnya dia dapat sampai ke halte hanya dalam waktu sepuluh menit. Mungkin ini namanya keajaiban orang telat. Kim Ha mengatur napas begitu sampai di halte bus. Ia mengecek jam tangannya. 6.50. Bus berikutnya harusnya akan sampai jam segini.

Pertanda nasib buruk.

Semua orang pasti punya satu atau dua pertanda nasib buruk yang meramalkan apa yang mungkin terjadi pada hari itu. Biasanya terjadi pada pagi hari, waktu kita mengawali hari. Contohnya, cangkir yang tiba-tiba retak, atau tersandung di jalan yang rata.

Untukku, melihat cermin retak. Dan sekarang aku sedang menatap cermin tikungan yang retak di seberang jalan.

Kim Ha mengecek jam tangan lalu mengamati jalanan yang masih sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 7.00, tapi sampai sekarang dia tidak melihat mobil kotak berwarna hijau itu datang. Orang-orang mulai berdatangan memenuhi halte. Mereka datang dengan rasa lega, menunggu, kemudian menunjukkan ekspresi yang sama dengannya. Gelisah.

Pada pukul 7.07, bus itu akhirnya datang. Semua orang masuk ke dalam bus, Kim Ha sendiri memilih duduk di pojok belakang. Pak Supir meminta maaf atas keterlambatan jalur ini karena alasan pribadi. Kim Ha menahan kekesalan dan kegelisahannya dengan menatap layar ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 7.10 ketika bus berangkat dari halte.

****

Gadis dengan papan nama Yeo Bo Ram menguap lebar-lebar lalu mendekap tas punggungnya, menjadikannya bantal tidur. Pacarnya, Cha Ki Hyun berdecak tak percaya. Hari ini hari ujian tengah semester dan sejak pagi ia panik karena hanya belajar setengah dari bahan ujian akibat ketiduran. Berbeda dengan pacarnya yang kemarin seharian main game. Dia bersikap sangat santai. Ki Hyun membalik halaman bukunya, yang sudah sepuluh menit ini dia baca.

"Aku menonton channel youtube-mu kemarin," ujar Ryu Joo Ha, pemuda yang duduk di depan Bo Ram.

"Benarkah? Jadi bagaimana menurutmu?" Mata Bo Ram berbinar-binar.

"Lumayan. Tapi sepertinya kamu harus menambah konten supaya lebih menarik."

"Setuju," celetuk Ki Hyun. "Aku juga merasa konten youtube-mu kurang menarik. Kamu harus menambahkan sesuatu yang fresh, mungkin dengan..."

"Kalau kamu tidak suka dengan channel youtube ku tidak usah nonton saja sekalian! Padahal aku sudah membuatnya susah payah..." Bo Ram mengerucutkan bibir.

"Bukan., aku cuma menyampaikan pendapatku. Kenapa kamu marah padaku tapi tidak marah padanya?" Ki Hyun balik marah.

"Kamu menyebut channel youtube ku tidak menarik! Kamu...," Bo Ram menghela napas tak percaya. "Kamu pacarku apa bukan, sih? Benar-benar menyebalkan." Bo Ram menjatuhkan kepalanya di atas meja, tak ingin menatap Ki Hyun.

Ki Hyun menyentuh lengan Bo Ram dengan jari. "Bo Ram-a..." Bo Ram menangkis tangannya. "Bo Ram-a..." Ki Hyun menggoyangkan tangan Bo Ram, tangannya ditangkis lagi.

Joo Ha tertawa melihat dua sejoli itu kembali berdebat. Mereka selalu berdebat tentang apapun, dan anehnya mereka berkencan. Tatapannya lalu beralih pada kursi sebelahnya yang kosong. Tidak biasanya Kim Ha Na belum datang jam segini. Sebentar lagi ujian akan dimulai.

Bunyi pintu kelas yang dibuka terdengar. Orang yang membukanya tak lain adalah Kim Ha Na. Gadis itu berjalan lunglai menuju tempat duduknya. Keringat membasahi dahinya, napasnya memburu, sepertinya dia baru saja mengeluarkan segenap tenaganya lari menuju kelas.

Bo Ram memberinya tissue. "Gomawo," ucap Kim Ha lalu mengelap keringat.

"Tumben kamu telat. Kamu terlambat bangun? Wow..., Kim Ha ternyata juga manusia." Bo Ram memberikan dua jempol pada Kim Ha. Kim Ha menarik sudut bibir membentuk senyuman, masih mengelap sisa keringat.

"Jangan bilang...," Bo Ram mengangkat sebelah alisnya, menatap curiga. "Kemarin kamu belajar sampai subuh makanya sekarang telat bangun? Bukan, kan?"

Kim Ha menggeleng. "Jam wekerku rusak jadi aku telat bangun."

"Ah, begitu.., untunglah bukan seperti yang kukira, kalau iya aku sebentar lagi akan seratus persen panik." Kim Ha mengerjap bingung. "Aku tidak belajar," katanya polos.

"Kim Ha." Cha Ki Hyun memanggil.

"Aku lupa menanyakannya kemarin. Kamu kan dekat dengan Min. Apa belakangan ini dia dekat dengan seseorang?" selidik Ki Hyun.

Kim Ha sesaat berpikir, meski dia nyatanya tidak tahu jawabannya. Sejak Ha Min pindah ke jurusan science, hubungan mereka merenggang. Kim Ha bahkan tidak ingat kapan terakhir keluar dengan Ha Min.

"Tidak tahu. Kenapa? Apa kamu kenal seseorang yang lagi dekat dengannya?" tanya Kim Ha setengah bercanda.

"Bisa dibilang begitu," kata Ki Hyun sambil menatap ponselnya.

Jawaban Ki Hyun membuat Kim Ha penasaran. Sejauh yang dia tahu waktu Ha Min cukup tersita dengan belajar, sama sepertinya. Orang-orang seperti mereka hampir tidak punya waktu untuk hal semacam itu, apalagi di tahun senior mereka.

"Siapa orangnya? Katakan padaku," ucap Bo Ram penuh semangat. "Dasar Min, sudah kuduga setelah pindah kelas dia akan dekat dengan wanita selain Kim Ha. Dengan sikapnya seperti itu dia bisa saja membuat anak orang jatuh cinta padanya seperti Do-"

Kim Ha menendang kaki Bo Ram, lalu menggeleng ketika Bo Ram menatapnya. Tidak ada yang tahu teman mereka, Do Ha Na, pernah menyukai Ha Min sebelum berpacaran dengan Si Woo. Ki Hyun, SiWoo, dan Ha Min berteman dekat. Pasti aneh kalau seandainya Ki Hyun atau bahkan Si Woo tahu kalau Do Ha pernah menyukai Ha Min.

"Seperti, Do?" ulang Ki Hyun.

"Tidak, aku tidak mengatakan Do. Aku mengatakan Kim. Kim." Bo Ram mengulangi agar terlihat meyakinkan.

"Do Ha Na?" Joo Ha menebak.

Tebakannya tepat sasaran karena selanjutnya Kim Ha dan Bo Ram langsung menoleh padanya.

"Daebak! Do Ha pernah menyukai Min?" Ki Hyun terkejut. Matanya membelalak.

"Tidak. Maksudku Kim Ha pernah menyukai Min." Bo Ram menyangkal.

"Hei, aku tidak menyukainya," bantah Kim Ha.

"Do Ha pernah menyukai Min..., kalau Siwoo mendengarnya entah apa yang terjadi..." gumam Ki Hyun.

Pembicaraan tanpa arah itu berakhir ketika wali kelas masuk. Ia membawa kertas ujian dan mengumumkan untuk setiap siswanya menyimpan buku di tas mereka.

"Setelah selesai, tolong kumpulkan kertas ujian dan tugas kalian ke meja depan."

Kim Ha mengorek isi tasnya untuk mengambil tempat pensil dan kertas tugasnya. Tidak ada. Dia tidak membawa kertas tugasnya, padahal seingatnya tadi malam dia sudah memasukkannya di sana. Ah, dia ingat. Kertas tugasnya ketinggalan di meja belajar waktu sedang mengecek kembali jawaban tugasnya.

Setiap kali pertanda buruk terjadi maka perasaan tidak tenang itu mulai muncul. Kamu mulai lebih teliti pada setiap hal yang kamu lakukan agar sisa hari berjalan sesuai keinginanmu.

Namun ketika satu hal tidak berjalan baik, perasaan tidak tenang itu kembali muncul dan membuatmu khawatir dengan sisa harimu.

Wali kelas menyalakan timer dan ujian dimulai.

****

"Hmm..." Bo Ram berpikir keras hingga alisnya hampir menyatu.

"Aku pilih yang kanan. Kamu?" tanya Ki Hyun.

"Tunggu dulu aku sedang berpikir."

"Kita tidak punya banyak waktu."

"Ssst, ssht..., diamlah. Aku sedang berpikir!" bentak Bo Ram.

Ki Hyun memutar bola mata. "Aku yang bayar. Cepatlah memilih."

"Benarkah?" Mata Bo Ram berbinar.

Bo Ram mengambil kedua snack keripik kentang lalu meletakkannya di meja kasir. Ki Hyun menghela napas lalu menggeleng. Gara-gara ketahuan membuat channel youtube tentang game, ibunya tidak memberinya uang jajan. Ini semua karena adik pacarnya yang tukang mengadu itu. Kadang dia kasihan pada pacarnya yang tabah menghadapi adiknya itu.

"Kamu sedang apa? Cepat bayar," perintah Bo Ram. Ki Hyun tersenyum sabar. Dia mengeluarkan dompet.

Di bagian korner makanan, Kim Ha sedang memilih snack untuk cemilan tengah malam. Dia mengambil kacang almond, snack kesukaannya. Joo Ha yang memperhatikannya sejak tadi menyadarinya.

"Kamu selalu makan snack yang sama waktu minggu ujian. Apa itu semacam jinx?" Jooha menunjuk snack kacang almond di tangan Kim Ha.

"Ah, ini? Bisa dibilang begitu. Ini caraku untuk menghalangi nasib sial saat ujian," jelas Kim Ha. Meskipun hari ini dia tidak sempat melakukan ritual sebelum ujiannya itu dan ada sedikit masalah dalam manajemen waktunya, tapi dia cukup bisa mengerjakan semua soal sampai selesai.

"Sepertinya aku harus mengikutinya," canda Joo Ha membuat Kim Ha tersenyum. "Kopi?"

"Ah, kopi." Dia berjalan ke bagian minuman untuk mencari kopi. Kopi merek Re-feel tidak ada.

"Permisi," panggil seseorang dibelakangnya. "Kalau kamu belum memilih, boleh minggir sebentar?" tanyanya hati-hati.

"Ah, iya." Kim Ha mengambil sembarang kopi lalu menutup pintu kulkas. Padahal itu kopi kesukaannya. Sayang sekali.

Kim Ha berhenti di depan kulkas sebelahnya. Dia berpikir sebentar lalu mengambil ponselnya.

Kim Ha : Min-a, lagi apa?

Tidak butuh waktu lama, Ha Min sudah membalas.

Ha Min : Belajar. Kenapa?

Kim Ha : Mau belajar sama-sama? Bo Ram, Ki Hyun, Joo Ha, dan aku mau belajar bersama di perpustakaan.

Kim Ha mengambil susu kotak di dalam kulkas lalu membawanya ke kasir. Joo Ha yang baru saja selesai berbelanja mengantri di belakangnya.

"Oh," celetuknya. "Jinx mu sudah berubah? Biasanya kamu tidak minum susu."

"Ini bukan untukku. Aku ingin memberinya pada seseorang," jelas Kim Ha lalu membayar sesuai jumlah yang tertera di mesin kasir.

Selesai membayar, mereka menghampiri Ki Hyun dan Bo Ram yang sedang berdiri di depan mesin pendingin es krim. Lagi-lagi pasangan itu berdebat tentang es krim mana yang terenak. Joo Ha mengajak dua temannya itu untuk pergi dari sana sebelum penjaga minimarket menegur mereka.

Sekarang mereka sedang dalam perjalanan ke perpustakaan. Perpustakaan tidak jauh dari minimarket hanya berjarak sepuluh menit untuk berjalan kaki. Ki Hyun dan Joo Ha sedang mengobrol tentang film yang akan tayang di bioskop, di belakang mereka Bo Ram dan Kim Ha berjalan dalam diam. Bo Ram sedang mengetik sesuatu dengan ponselnya.

"Kim Ha," panggil Bo Ram. "Kamu tidak pernah merasakan perasaan spesial pada Min?"

Kim Ha tersenyum geli. "Kenapa kamu tiba-tiba bertanya begitu?"

"Tidak ada. Hanya penasaran. Kalian kelihatan sangat dekat dan Min orangnya baik. Kamu tidak pernah memikirkannya?"

"Tidak, kami hanya teman biasa."

"Benarkah?" Bo Ram kemudian memaklumi. "Yah, memang sih tidak semua teman bisa jadi pacar. Terutama ketika pacarmu adalah teman yang dulunya menyebalkan." Ia mendengus sambil menatap Ki Hyun yang sedang bercerita seru tentang game dengan Joo Ha.

Ponsel yang berada di kantong Kim Ha bergetar. Itu pesan dari Ha Min.

Ha Min : Sepertinya aku tidak bisa menyusul kalian. Aku sedang di ruang belajar.

Ekspresinya berganti sendu, ia mengetik 'oke' sebagai balasan. Entah kenapa ia berharap Ha Min bisa datang ke perpustakaan. Sudah lama mereka tidak belajar bareng.

"KIM HA!" Bo Ram berteriak di samping telinga Kim Ha, membuat gadis itu kaget. Kim Ha memegang dadanya, jantungnya hampir melompat.

"Kenapa kamu kaget sekali? Memangnya kamu memikirkan apa?"

"Semua orang pasti kaget kalau kamu berteriak di telinganya," celetuk Ki Hyun. "Ayo masuk. Nanti kita tidak dapat tempat duduk di perpustakaan."

"Kamu berbicara seperti akan belajar rajin saj-"

Ki Hyun menatap tajam.

Bo Ram mengangkat bahu dan meraih lengan Kim Ha. "Ayo."

****

Hari sudah hampir larut malam ketika mereka pulang dari perpustakaan. Ki Hyun mengantar Bo Ram pulang duluan, setelah mereka berdua ketiduran di perpustakaan. Katanya, suasana perpustakaan begitu sepi dan nyaman, membuat mereka merasa ngantuk.

Kim Ha berjalan sendirian menuju halte terdekat. Tadinya, Joo Ha menawarkan diri untuk mengantarnya sampai ke halte, tapi dia menolak. Rumah Joo Ha dekat dengan perpustakaan jadi dia tidak enak untuk menyuruhnya jalan menemaninya sampai halte.

'Masih ada orang' kata Kim Ha dalam hati ketika melihat dua orang sedang menunggu bus di halte. Tadi dia sudah takut akan menunggu sendirian. Suasana malam begitu sepi. Hanya beberapa mobil yang lalu lalang di jalan raya.

Langkahnya terhenti ketika menyadari siapa kedua orang yang sedang menunggu di halte. Ha Min, dan seorang gadis yang tidak ia kenal.

Tanpa sadar, Kim Ha bersembunyi di balik semak-semak. Dia memperhatikan kedua orang itu dari antara dedaunan. Mereka tampak akrab. Apa dia orang yang sama dengan yang dibicarakan Ki Hyun?

Gadis itu berambut panjang dengan poni yang menutupi seluruh dahinya. Ia cukup kurus namun sweater tebal yang dikenakannya membuat tubuhnya berisi. Wajahnya manis. Bisa dibilang gadis itu menarik.

Tunggu.

Sepertinya gadis itu tidak asing. Dimana dia pernah melihatnya?

Ah, benar! Anak kelas satu yang pernah bertengkar dengan Bo Ram di kantin! Pantas saja wajahnya tidak asing.

Ha Min tampak tersenyum mendengar celotehan gadis itu dan mengelus puncak kepala gadis itu dengan sayang. Mereka kembali tampak terlibat suatu obrolan menarik. Kim Ha tidak pernah melihat Ha Min seakrab itu dengan seorang cewek semenjak mereka naik kelas tiga. Tak lama kemudian, bus datang. Gadis itu berlari masuk ke dalam. Ha Min melambaikan tangan sampai bus itu pergi.

Kim Ha keluar dari tempat persembunyiannya ketika Ha Min berjalan pergi dari halte. Dia menatap kantungan plastik di tangannya, tepatnya pada susu kotak di dalamnya yang sudah menghangat setelah lama di luar mesin pendingin.

Pada akhirnya tidak ada yang namanya nasib buruk.

Nasib buruk hanya kata lain dari kata 'kejadian tak terduga'. Kejadian yang mungkin terjadi ketika kamu mengabaikan hal-hal di sekelilingmu.

****

Annyeong yeorobun, ini ff pertama author, pada suka gak sih?

Jangan lupa comment ya :D

Kamsahamnida ~

> Next chapter : #2. Rahasia Yang Terungkap

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top