SATU-8A

SATU

Suara alarm bersahut-sahutan di setiap kamar asrama membuat seluruh penghuni kamar mau tidak mau membuka matanya untuk mulai menjalani keseharian. Satu per satu alarm dimatikan diikuti dengan dipadamkannya lampu tidur, beberapa orang keluar dari kamarnya menuju ke toilet dan ada juga yang menuju beberapa alat olahraga yang disediakan.

Seorang cewek bersandar di dinding toilet untuk mengantri, matanya langsung tertutup karena masih mengantuk.

"Jangan tidur lagi Aanaya, ntar antrian lo diserobot," kata Aafia, teman Aanaya yang berdiri di belakang, ikut mengantri.

"Gue masih ngantuk, Fi," gumam Aanaya tanpa membuka matanya.

"Siapa sih di dalam, lama banget," gerutu cewek yang mengantri di belakang Aafia.

"Aurel," jawab Aafia.

Cewek itu mendengus karena tau bagaimana kebiasaan Aurel, temannya yang satu itu pasti akan lama jika sudah berada di dalam kamar mandi, entah apa yang dilakukannya.

"Aurel! Cepetan! Antrian panjangnya, nih!" seru Aqilla sambil menggedor pintu toilet.

"Siapa suruh lambat ke kamar mandi, kalau mau cepat ya datang duluan." Terdengar sahutan dari dalam yang membuat Aqilla jengkel. Bagaimana Aurellia tidak sampai lebih dulu? Kamar asramanya tidak jauh dari toilet berada.

"Setidaknya pengertian Aurel, antrian udah panjang banget."

Tidak ada sahutan lagi dari dalam, mungkin Aurel sudah malas meladeni ocehan teman-temannya. Tidak lama kemudian salah satu bilik toilet terbuka.

"Cepat Nay," kata Aafia sambil mendorong tubuh Aanaya pelan agar temannya itu membuka matanya.

"Ini Aurel ngapain, sih?" gerutu Aqilla yang memang kurang menyukai Aurel, menurutnya Aurel itu terlalu seenaknya sendiri dan tidak mau memikirkan teman-temannya yang lain.

"Jangan recokin Aurel mulu, Qil, bilik lain juga masih ada orang lain," kata Fia yang tidak mau Aqilla dan Aurel bertengkar.

Satu bilik lagi terbuka dan Aafia langsung masuk, di toilet tersebut tersedia lima bilik, seharusnya Aqilla tidak perlu mengomeli Aurel karena teman-temannya yang lain pun belum selesai menggunakan toilet, cuma ya kalau bawaannya sudah sensi mau bagaimana lagi.

Aurel keluar dari dalam toilet menggunakan handuk kimononya, rambutnya yang basah ia keringkan menggunakan handuk kecil.

"Keramas mulu lo tiap hari," cibir Aqilla.

"Yaiyalah biar rambut gue wangi, nggak bau apek kaya rambut lo," balas Aurel. "Udah bau apek, lepek lagi," lanjut Aurel membuat emosi Aqilla terpancing.

"Cepetan dong, Qil, kalau lo mau berantem sama Aurel biar gue yang makai toiletnya." Teguran itu membuat Aqilla mengurungkan niatnya untuk membalas cibiran Aurel dan langsung masuk ke dalam toilet.

"Saat antri toilet pun lo masih belajar, Vi? Rajin banget teman gue satu ini," kata Aurel ketika melihat Aadvika mengantri sambil memegang handuk, peralatan mandi, dan sebuah buku pelajaran.

Aadvika tidak membalas ucapan Aurel, ia hanya tersenyum untuk merespon.

"Yaudah gue duluan, semangat Vika." Aurel bukanlah orang yang jutek dan suka mencibir orang lain, dia bersikap tergantung orangnya siapa, jika itu Aqilla maka Aurel tidak akan menyamakannya dengan Aadvika si kalem.

Sebelum kembali ke kamarnya, Aurel berkeliling sebentar untuk melihat kegiatan teman-temannya, lagipula bisa sambil mengeringkan rambutnya yang lembab. Di atas treadmill, seorang temannya tengah berlari-lari kecil sehingga Aurel menghampirinya.

"Udah banyak keringat netes, Yara, mending lo mandi sana, antriannya udah panjang."

"Gue nggak ada kelas pagi, jadi nggak usah mandi sekarang," jawab Yara sambil terus berlari. Keringatnya menetes hingga mendarat di atas treadmill.

"Lo nggak ada kelas pagi?" Yara balik bertanya karena Aurel tidak pergi dari ruangan tersebut, malah sibuk menatapnya membuat Ayara merasa risih.

"Ada, tapi rambut gue belum kering," jawab Aurel.

"Ada benda bernama hair dryer, dan gue yakin kalau lo punya," balas Yara yang ingin Aurel segera pergi.

"Oh iya, yaudah, bye Yara." Sebelum meninggalkan Ayara, Aurel meningkatkan kecepatan treadmill tersebut sehingga Yara kewalahan dan segera menurunkannya.

"Dasar Aurel!" umpat Yara.

🌺🌺🌺

"Gue pengen keluar dari sini." Rengekan itu tidak dipedulikan oleh siapapun yang mendengarnya.

"Kapan sih gue lulusnya, lama banget." Tadi merengek dan sekarang mengeluh, khas seorang Aileen membuat orang-orang di sekitaran mendengus.

"Kalau lo mau ngerengek lagi, sana pergi ke Aurel, sama-sama nggak guna kalian ada di sini. Menuh-menuhin kuota asrama doang," cibir Aqilla.

"Lo pikir gue mau tinggal di asrama kayak gini, hah?! Kamarnya sempit, toilet antri, mau makan aja repot," balas Aileen dengan sengit.

"Yaudah sana keluar," tantang Aqilla membuat Aileen terdiam, dia tidak bisa pergi dari asrama ini, bukan karena merasa betah, tetapi ibunya mengancam akan menikahinya jika keluar dari asrama dan tidak lulus tepat waktu.

"Kenapa diam? Sana lo langsung ngundurin diri, nggak ada efeknya kalau lo cuma ngeluh disini." Aqilla kembali melanjutkan.

Aileen cemberut dan menyandar pada kursi. Menatap orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya.

"Aurel!" panggil Aileen.

Aurel yang sedang berjalan bersama tunangannya langsung berhenti dan menatap Aileen yang tadi memanggilnya.

"Hai, Liam," sapa Aileen pada tunangan temannya itu. Liam hanya merespon dengan senyuman tipis dan menatap lurus ke depan, membiarkan Aurel berbicara dengan temannya.

"Bolos, yuk, gue males masuk kelas. Suntuk," ajak Aileen tanpa ragu tetapi Aurel langsung melotot karena Aileen terang-terangan mengajaknya bolos di hadapan Liam.

Aurel meletakkan telunjuknya di depan bibir agar Aileen diam lalu menggerakkan mulutnya tanpa suara agar tidak terdengar oleh Liam. Aurel meminta Aileen untuk menunggunya di kantin.

"Sorry Aileen, gue mau masuk kelas," kata Aurel untuk mengelabui Liam.

Aileen yang mengerti dengan siasat Aurel langsung mengikuti. "Yah, padahal gue lagi malas banget, yaudah deh gue pergi dulu. Bye, Aurel, semangat belajarnya."

Aurel melambaikan tangannya pada Aileen dengan senang.

"Jangan coba-coba bolos, nanti lo nggak lulus tepat waktu," kata Liam.

"Lo nggak denger gue bilang apa ke Aileen tadi?" balas Aurel dengan sinis, sejujurnya Aurel sama sekali tidak menyukai Liam karena cowok itu suka sekali mengatur Aurel sesuai keinginannya.

Tanpa mendengar balasan dari Liam, Aurel langsung masuk ke dalam kelasnya. Setelah memastikan Aurel benar-benar masuk ke dalam kelas, Liam menghampiri beberapa orang yang duduk di kursi.

"Aadvika," panggil Liam. "Kalau Aurel bolos, boleh tolong kabari gue?" pinta Liam.

Aadvika mengangguk sambil tersenyum, benar-benar tidak suka berbicara jika tidak diperlukan dan hal tersebut sangat disukai oleh Liam. Namun cowok itu sadar jika dia telah memiliki Aurel yang jauh sekali dari tipenya.

"Kalau lo liat Aurel mau bolos, tolong cegah, ya," pinta Liam lagi.

Sekali lagi Aadvika mengangguk untuk menjawab permintaan Liam, setelah itu Liam melihat ke dalam kelas untuk memperhatikan Aurel sebelum pergi ke kelasnya sendiri.

"Kenapa lo iyain sih permintaannya Liam? Itukan ngerepotin, lo," protes Aqilla yang tidak menyukai jika Aadvika menyetujui setiap permintaan yang diajukan oleh Liam, memangnya cowok itu berpikir dirinya siapa bisa menyuruh temannya itu.

"Enggak ngerepotin, Qilla. Lagipula kita sekelas dengan Aurel, apa salahnya ngebantuin Liam?"

"Karena sekelas dengan Aurel atau karena lo suka sama Liam?" tanya Aafia membuat Aadvika terdiam.

"Lo masih suka sama Liam? Dia udah tunangan sama Aurel, lo jangan coba-coba berharap kalau nggak mau sakit hati," kata Aqilla memperingatkan.

"Enggak, kok. Gue tau kalau Liam udah tunangan sama Aurel, gue cuma sekedar nolongin, lagipula Liam itu teman lama gue, nggak ada salahnya dong kalau gue bantuin."

"Asal lo ingat batasan aja, sih."

🌺🌺🌺

Minggu, 1 Januari 2023

Semoga cerita ini selesai sebelum tahun 2024, ya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top