07

Masalahnya kompleks sekarang. Pertunangan, cinta, persaudaraan, belum lagi ditambah dengan ujian sekolah yang menanti.

Park Eunbi, seorang siswa berumur 16 tahun sedang mengalami drop mental. Syukurnya ia masih punya Lee Yura, sepupu tercinta yang sekarang juga memiliki permasalahan cinta.

Lagu IU feat Zico - Soulmate terputar di mobil milik SungCheol, di kursi tengah ada Mingyu dan Eunbi yang sedang duduk berjauhan. Di depan, Sungcheol sedang mengendarai mobil dan nyonya Park sedang memainkan ponselnya.

Malam ini hujan, sama seperti hati Eunbi yang sedang dilema, rasanya ingin keluar saja. AC yang dingin, suasana dingin, bahkan keringat dingin Mingyu menambah penasaran Mingyu.

Eunbi mengetik untuk Hansol, tekadnya sudah bulat. Lebih baik jujur dibanding berbohong.

Bi
Hansol-sshi, aku nggak tahu. Aku ngerasa lebih dari teman, tapi kuharus jujurkan?

Nama Hansol kembali online seketika. Pesan dari Eunbi juga langsung dibaca. Eunbi menarik napas, kembali membulatkan tekad untuk mengetik hal sesungguhnya.

Bi
Lebih baik jujur dibanding bohong

Bi
Kak Rin sering bilang gitu 😅

Bi
Aku bertunangan. Ini gak ada hubungannya sama elu sih. Aku cuma pengen bilang itu.

Hansol
Gue ga salah bacakan?

Bi
Nggak. Aku ga bisa buat apa-apa. Aku mohon tolong dipertimbangkan ucapanku.

Mingyu tak bergeming, namun dapat membaca dari sisi kaca Eunbi.







Bi
Bantuin gue kabur

Mingyu cuma tersenyum tipis melihat ke arah Eunbi yang kini sedang terduduk bosan.

Setelah lima lagu terputar di mobil, mereka sampai di rumah nyonya Park. Mingyu membawa turun koper milik Eunbi, namun Eunbi langsung buru-buru memegang kopernya.

"Jangan lupa besok ada pr," ucap Mingyu berganti peran sebagai guru. "Bodo amat, nyalin dari temen aja."

Mingyu cuma terdiam tak menjawab, cuma tersenyum tipis. "Nak Mingyu mau tidur semalam disini?"

Nyonya Park dan SungCheol menghampiri mereka berdua. Eunbi cuma ngalihin pandangan.

"Nggak tante, udah larut malam belum kabarin mama."

"Mamamu udah tahu kok kalau tante yang bawa,"

Mingyu menggeleng, "nggak tante, saya pulang dulu ya." Mingyu menyalami Nyonya Park. Eunbi kini menggembungkan pipi kiri lalu kanan secara berturut-turut.

Mingyu pergi dengan moge-nya (motor gede). Eunbi sudah lama sekali nggak kembali ke rumah ini. Terakhir pas smp.

"Kamarku masih di atas kan? Kunci mana?"

SungCheol memberi kunci kepada Eunbi. "Makan malam udah ada di meja makan ya--" Eunbi tidak mendengar ucapan Nyonya Park, malah langsung masuk. Ia mencium aroma kayu manis saat memasuki rumah.

Sudah berapa lama ia meninggalkan rumah ini semenjak Ayahnya meninggal? Bahkan catnya saja sudah berubah. Dulu warna kuning ceria, sekarang warna hijau emerald yang elegan. Sama sekali tak menggambarkan kehangatan. Bunga hias berwarna hijau merekah yang ia rawat dulu juga sudah tak ada.

"Nak Eunbi?" Seorang lelaki berparas dewasa, kaos putih, mirip seperti orang yang ia kenal.

"Bunda mana?" tanyanya, menghampiri Eunbi. Dengan isyarat tangan dia menunjuk ke arah pintu. Buru-buru pergi ke tangga tanpa memberi salam kepada lelaki itu. Meski ada rak sepatu, tetapi Eunbi membawa sepatu putihnya itu.

Kopernya terlalu berat untuk disebut ringat juga terlalu ringan untuk disebut berat. Ia membawa kopernya hingga sampai di lantai 2. Lorong yang pendek itu terlihat berdebu. Namun ada tanda-tanda kehidupan terutama ruangan yang berada di depan kamar Eunbi.

"Ah... ini lantai atau tumpukan debu sih..." celotehnya pelan. Eunbi gak suka sama aura-aura mistis jadi dia buru-buru buka pintu kamarnya.

Begitu terbuka, kamarnya sudah tersusun rapi. Lantainya berkilau, cat putih yang masih sama seperti dulu, semuanya masih terletak di tempat yang sama. Hanya saja ada karpet bulu warna pink yang baru di bawa tempat tidur lama Eunbi.

"Bener-bener disiapin..." celoteh Eunbi lagi. Ia menutup pintu dan menguncinya kembali. Meletakkan koper di dekat lemari lamanya yang terbuat dari kayu pohon yang mengilap. Ia belum niat untuk membuka koper itu, malah pergi ke daerah pintu kaca yang tertutup tirai. 

Kedua tangannya membuka tirai itu. Tampaklah balkon yang langsung menggambarkan suasana malam daerah rumahnya. Hotel tinggi dari kejauhan juga kelihatan. Tetapi, lantai balkon itu terlihat berdebu dan tak terurus. Banyak sarang laba-laba di dekat pagar balkon. Eunbi pergi ke dinding yang terdapat photo. Photo itu photo ayah kandungnya dan dia.

"Kalau gak salah..."

Ia membuka bingkai photo itu dan mendapatkan kunci, itu kunci pintu balkon. 

"Sekarang dimana sapunya?"

Eunbi sama sekali nggak menemukan sapu di kamarnya. Terpaksa ia harus keluar lagi dari zona nyamannya. Perlahan melangkah keluar, kebetulan SungCheol sedang berjalan di lorong depan kamarnya.

"Gimana kamarnya?"

"Sapu sama kain pel dimana?"

"Oppa ada di kamarku." Sungcheol membuka pintu yang berada tepat di depan pintu kamar Eunbi. Itu biasanya kamar kalau ada sepupu datang menginap.

Eunbi menyilangkan tangan di atas dadanya, mengikuti Sungcheol ke dalam ruangan itu. Kini telah bercat putih dan satu sisi di dekat tempat tidur single tersebut berwarna merah.

"Gak jelek seleramu," gumam Eunbi.

"Dongsaeng, ini sapunya, ini pelnya."

"Makasih, betewe... laki-laki tadi siapa?"

Sungcheol memikir sebentar, "maksudmu bapakku?"

"Oh itu suami baru nyonya park?"

"Kau gak pernah manggil ibumu dengan panggilan ibu?" Sungcheol mengernyit. Ia mengerutkan dahinya ke arah Eunbi yang sedang memegang sapu serta kain pel dan berdiri di depan pintu.

"Aku gak pernah datang kepernikahan Nyonya Park, dia juga gak pernah datang di acara kelulusanku." Eunbi memutar pandangannya, ia mengangkat bahunya sedikit lalu berkata, "ibu itu seseorang penuh kasih sayang, bukan wanita yang sudah memanggilku pelacur tiga tahun yang lalu."

"Bi? Kalo kamu ada masalah sama Ibu, kau bisa bicara sama aku kok."

"Memang iya, lo abang baru gue. Cuma gue lebih suka cerita sama Yeonrin unnie dibanding sama lo."

Eunbi balik jalan ke dalam ruang kamarnya, sekali lagi mengunci perlahan. "Mari kerja," gumamnya.

Dimaksukkannya ponsel yang sudah terpasang earphone ke dalam baju overall rok cokelat buff dengan kantung depan. Rambut pendeknyapun di ikat satu lalu memulai bekerja. Gadis itu membersihkan balkon rumahnya seirama dengan lagu My Pace - Stray Kid.

"Jorok amat sih."

Setelah menyapu dan memasukkan semua debu dan sampah di balkon ke dalam plastik hitam besar, ia kemudian mengepel. Keringat bercucuran dari pelipisnya.

Hampir satu jam telah terbuang, kini lantainya sudah bersih dan kinclong. Pagarnya juga bersih tak terkira.

Suasana balkon itu mengingatkannya padah Ayahnya. Park Hui-seon, seorang dokter yang meninggal secara damai. Lelaki tadi yang ia temui saat memasuki rumah bernama Park MinJun. Selama ini Eunbi hanya pernah mendengar namanya saja, karena Eunbi tak pernah datang ke upacara pernikahan ibunya itu.

Ia duduk di atas tempat tidur lamanya yang sudah bersih, kondisinya masih sama. Perut Eunbi berbunyi sedetik kemudian, "laper..."

Dia beneran gak mau makan malam sama keluarganya.

'Ini kue tadi siang kakak beli, makan kalo lapar ya.'

Baru aja kak Yeonrin ngomong begituan tadi siang. Dibukanya koper berwarna merah itu, ada bekal di atas tumpukan buku dan baju.

Tok tok

"Bi, kamu gak makan?" suara samar-samar terdengar dari balik pintu. Alih-alih menjawab, ia malah diam. Suara tersebut milik Sungcheol, "Kamu udah tidur?"

"Bunda sama ayah nyariin kamu."

Eunbi yang sedang duduk di atas karpet bulu berwarna pink, di depan koper itu cuma terdiam. Ia membuka bekalnya tanpa memikirkan ucapan Sungcheol.

"Ayah pengen jumpa sama kamu."

'Dia bukan ayahku,' batin Eunbi seraya melihat ke arah kue tiramisu. Ia mengambil secuil kue dengan tangannya dan mulai mengunyah.

"Kalo kamu ga jawab bakal kubuka paksa."

Eunbi  kaget seketika, dia langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu, membukanya sedikit.

"Eh-" Sungcheol ikutan kaget. "Kuy makan, Bunda sama ayah udah nungguin kamu."

"Gue gak lapar, gue juga harus nyiapin pr. Bye," Eunbi segera menutup pintu dan menguncinya. Terlalu kasar mungkin. "Gue jahat banget ya..."

"Selamat pagi, Park Eunbi."

Burung berkicau, suasana yang masih dingin, mentari sudah terlihat dan sebuah moge berada tepat di hadapannya, "Lo ngapain kemari?"

"Hati-hati ya sayang~" Ibu Eunbi berkata sambil melambaikan tangannya.

"Tuh, ibumu sayang sama lo." Mingyu tertawa kecil dengan  senyumannya.

"Kalo bukan karna lo ada di depan gue. Gua ga akan naik kereta lo," ketus Eunbi.

Dengan tangan menepuk-nepuk kursi belakang, "Yura pernah duduk sini kok."

Eunbi akhirnya naik dibelakang, tanpa sepatah kata.

Jadi gini cerita, Eunbi akhirnya bangun telat karena gak ada yang ngebangunin. Dia buru-buru mandi. Dia langsung bawa kunci terus turun tangga dan kepleset. Terus pas jatuh nubruk babangnya. Sungcheol baru aja mau naik manggil dia. Eunbi nggak sarapan walaupun ibunya suruh.

Nah, udah sampai. Eunbi langsung turun dari mogenya Mingyu. Walau beberapa siswi yang baru datang ngelihat Eunbi yang barengan sama Mingyu.

Mingyu mengelus kepala Eunbi sekali. "Heh? Ngapain elus elus." Eunbi langsung nahan tangan Mingyu. "Jangan ngelihat gue sebagai Yeonrin!"

Senyuman Mingyu terhenti, ia terbatuk sedikit. "Maaf."

Eunbi langsung balik, jalan ke gedung sekolah sambil sedikit di lihatin. Buru-buru ia berjalan ke dalam kelasnya.

Sosok Jisoo langsung tampak sedang termenung dan banyak pikiran, ia menyapa "Pagi, soo!"  namun Jisoo masih  terlihat bengong dengan buku yang tertutup di depannya, "Jisoo! Selamat pagi!" ulangnya

"Pagi, bi. Apa kabar?"

"Kabar buruk," dengar kata Eunbi aja, Jisoo tahu kalau ada sesuatu. Kalau kata pepatah sahabat itu punya kontak batin. "Mau bicara dimana? Aku siap dengerin macam biasa."

"Sini aja... lagian si Hansol belum datang kan?"

Ini masih pagi buat siswa yang biasa datang tepat sebelum bel. Eunbi datang cepat karena Kim Mingyu.

"Jadi gini... kau tau kan soal tunanganku..." Jisoo cuma ngangguk ke arah Eunbi yang ngambil tempat duduk di depan cowok itu. Wajahnya muram, seperti menanggung beban yang sangat berat. "Dia itu pak Kim... Ssaem Kim Mingyu."

"Eh serius?" Jisoo terkejut. Benar-benar terkejut gak tau mau bilang apa. "Iya... gitu. Aku juga gak nyangka. Padahal aku gak mau di jodohin."

Jisoo mengelus kepala Eunbi seperti biasa. Tangan lelaki itu benar-benar hangat, Eunbi sudah sering digituin. Ingat, mereka sahabat bukan pacaran.

"Oh iya, Soo."

"Ya?"

"Kamu udah tau kan, Yura baru aja pacaran sama si Jun."

"Ooh... jadi?" Eunbi natap Jisoo gitu. Tatapan tajam, gak tahu mau bilang apa ngeliat sikap Jisoo. "Kamu gak apa gitu?"

"Pacaran sama Yura? Kami cuma teman, Eunbi."

"Jis, lu kok buta banget ya sama namanya cinta?" tanya Eunbi kesal. "Kenapa? Cinta itu kan terhadap tuhan, alam, keluarga, teman--"

"Diem deh... Jis... intinya KAMU itu gak kenal yang namanya suka sama orang!"

"Iya dek cantik, aku suka sama kamu, aku suka sama ketua kelas, aku suka sama bukuku-"

"Diem.. diem! Kutanya sama kamu ya..." Eunbi kesal. Ia menatap Jisoo dalam-dalam, seolah melihat ke batinnya. "Kalau misal nih... Yura tunangan sama macam aku-Kau bakal sedih? Kau bakal kecewa? Ada perasaan selalu ada pengen di sampingnya?"

"Uh..." Jisoo terdiam. Hanya tersenyum tipis sambil mengangkat bahunya, "entah... ?"

Eunbi menepuk meja-menghasilkan suara deras. Namun, satu kelas sudah mulai terbiasa dengan sikap Eunbi.

Jari Eunbi menunjuk ke Jisoo. Dahinya mengerut, alisnya menajam. Eunbi mengecam, "ingat ya Jis! Lu gak bakal bisa bohongin diri lu sendiri! Yang namanya cinta... kasih sayang... itu gak bisa dibuat-buat! ...sayang Jis, lu punya kesempatan... tapi gak dimanfaatin. Beda sama aku..." Eunbi terdiam, menurunkan jarinya. Ia menatap ke bawah. "Aku sayang sama Hansol, kau tahu itu kan. Cuma... cuma gara-gara wanita itu.. ibuku sendiri, yang buat aku sama Mingyu tunangan..."

"Eunbi? Kau tunangan?"

Jisoo menegakkan pandangannya ke lelaki itu, begitu juga Eunbi. Wajahnya berubah menjadi semakin sedih. Hansol... lelaki itu Hansol, seseorang yang memiliki hati Eunbi.

"Jadi... kau tunangan, hah?"

Eunbi menggigit bibirnya sendiri, menahan emosi yang mau meluap sebentar lagi. Jisoo cuma terdiam dengan wajah melongo.

"Aku mau pergi bentar... aku permisi.."

Eunbi pergi meninggalkan kelas tanpa melihat ke arah Hansol untuk kedua kalinya. Ia gak mungkin gak balik lagi. Akhirnya dia jalan balik ke arah kelasnya sekali lagi.

"Jun udah punya pacar loh-"

Desas desus terdengar di sepanjang koridor sekolah selama Eunbi jalan menuju kelasnya. Perasaan Jisoo gimana? Eunbi juga gak tahu.

Eunbi membuka pintu kelas, ia melihat ke arah Hansol yang duduk dengan kepala yang ditidurkan di atas tangannya.

"Akh! Lo balik! Pinjem pr kimia."

Celoteh Jisoo. Eunbi pergi ke bangkunya, mengambil buku kimia. "Nih..."

Jisoo mengambil buku dari tangan Eunbi lalu menyodorkan ke punggung Hansol.

"Hansol-ya! Nih pr kimia yang lo tanya."

"Hasol..." gumam Eunbi. Kepala Hansol tertegak lalu menoleh ke Eunbi saat ia memegang buku.

"Pinjem ya."

"Kau gak marah sama aku kan...?"

"Itu salah ibumu kok... bukan salahmu."

Hansol mengalihkan pandangan lagi. Hansol buru-buru ngerjain, karena 5 menit lagi mau bel masuk.

"Kau sibuk gak sore ini?" tanya Eunbi kepada teman sebangkunya itu. "Hah gue?" Joshua melihat ke arah Eunbi.

"Mau ke perpus, nyari materi buat mapel sejarah."

"Gila, rajin amat sih..."

"Kalo aku mah ada les," celetuk Seungkwan yang duduk di samping Vernon. "Gak ada yang nanyak elu," ucap Vernon sambil nulis.

"Ku hanya pemberi kabar, mana tau mau ngajak jalan jalan aku free tiap hari selasa, rabu sama sabtu dan minggu~"

"Sip sip," ujar Eunbi. Eunji, salah satu siswi di kelas ngehampiri meja Joshua dan Eunbi. Mereka gak akrab, cuma memang sering cewek numpang bicara sama Joshua. Karena itulah, Eunbi gak nanggepin kehadiran Eunji.

"Paan, ji?" tanya Joshua. "Bukan-bukan, kali ini aku mau bicara sana Eunbi."

Eunbi langsung naikin kepalanya, memfokuskan matanya ke arah Eunji dan menunjuk ke dirinya sendiri.

"Aku?"

"Iya kamu," kata Eunji.

"Aku?... hah?"

"Iya kamu... kamu looh.."

"Paan?"

Eunji mendekatkan dirinya kepada Eunbi, "Kau dekat sama pak Mingyu?"

Vernon yang sudah siap nulis, Seungkwan yang tadinya memerhatikan pembicaraan Eunbi, Joshua yang awalnya biasa aja, mereka bertiga langsung fokus ke ucapan Eunji.

"Nggak deket, cuma kakakku itu kawan dia aja."

"Ooh... kukira kamu pacaran sama dia.."

Joshua langsung ketawa awkward gitu, nutupin kecanggungan si Eunbi. "Hahaha~ mana mungkin, lagian Eunbi ga selera sama om om. Ya kan?"

Joshua memijak kaki Eunbi lalu mereka berdua tatapan, Eunbi langsung tertawa sambik memukul pundak Joshua, "Hahaha~ bener banget!"

"Kalo gitu... menurutmu aku bisa nembak Kak Mingyu gak?"

"Hah?" gumam Joshua dan Eunbi bersamaan. "Ndak tahu... coba aja, kau pasti bisa kok, Ji." Eunbi tersenyum lebar.

"Makasih! Nanti kita tukaran kontak yuk."

Bel berbunyi...

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top