06

Kak Yeon Rin tepat menyampiriku di depan pagar. Baru saja kakiku melangkah, baru saja aku merasa senang di samping Hansol. "Eunbi... ibumu datang."

Kalimatnya bergetar di kepalaku. Villain di kehidupanku... sedang apa dia disini? Kenapa dia tiba-tiba datang? Bukankah dia sudah hidup tenang dengan keluarganya yang baru?

"Itu gak bener kan?"

"Eunbi dengerin kakak." Kak Yeonrin memegang tanganku dan menatap mataku yang lemah. "Kamu pasti bisa menyelesaikan ini."

"Gimanapun--apapun... Paman dan Tante Lee, Yura, ataupun Kakak. Semua ada untukmu."

Mataku terasa lemah, jantungku terasa tertusuk. Aku merasa jiwaku tak disana. Meskipun aku berdiri di depan kak Yeonrin, pikiranku sudah melayang kemana-mana. Tentang Hansol, tentang sekolah, tentang diriku--pikiran itu buyar ketika tangan kak Yeonrin menepuk pundakku.

"Hoi..." ucapnya pelan. "Temui ibumu. Baru akan ku bantu kau menyusun baju."

"Kau memang niat ngusir aku kan kak?"

"Memangnya kau tau rencanaku gimana?"

Aku terdiam, dia memang dikejurusan seni. Namun, otak Park Yeonrin memang cerdas. Aku sudah tau itu. Karena kami telah lama tinggal bersama, aku sampai lupa keunggulan kak Yeonrin.

Kakiku melangkah ke arah pintu ruang tamu atau ruang keluarga. Kaus kaki ini terasa lembab, mungkin cuma halusinasiku. Ada SungCheol, anak tiri ibu... Ibu, dan laki-laki yang mukanya familier.

"Maaf, kalian menunggu aku?"

Ketiga pasang mata mengalihkan pandangannya ke asal suara. SungCheol berdiri, tersenyum manis dan memegang pundakku.

"Eunbi! Kami menunggumu--"

Tangan lelaki yang lebih tinggi dariku itu, ku turunkan dari kedua pundakku. "Aku habis pergi kencan. Kenapa? Bukannya lo udah tau soal itu?"

"Siapa pacarmu?" tanya ibuku. "Bukan urusan anda."

"Duduk dulu..." bisik Sungcheol.

Aku mengambil langkah baru duduk di depan mereka bertiga, SungCheol, Ibu, dan lelaki itu.

"Ah, sayang--" ucap mulut palsu wanita itu. "Oh? Tumben manggil sayang? Biasanya pelacur?"

"Park Eunbi--!" tegur SungCheol.

"Ada apa? Aku cuma mengatakan sebutan kalian untukku saat telepon kita terakhir... oh ya! Tepatnya di bulan juli saat aku masih kelas 10."

"Park Eunbi jaga ucapanmu!"

Aku memberikan tangan terbuka untuk lelaki tinggi berpostur bagus itu. "Namaku Park Eunbi. Kau tunanganku kan? Sebut saja ini kontrak tunangan. Toh aku juga gak cinta sama kamu."

Dia menjabat tanganku, tangan itu juga besar. Wajahnya semakin kuingat. Tepat disaat dia mengucapkan namanya, "Kim Mingyu... uhm.."

"Spesialisasi kimia. Ya kan?"

Pria itu mengangguk. Tentu saja Kimia, dia itu Pak Kim pengganti guru Kimia kami. Aku tak berapa mengenal wajahnya karena aku selalu tidur saat pelajaran dia.

"Mingyu, ketik idmu disini. Aku bakal ngehubungin kamu lewat chat aja."

Aku menyerahkan handphoneku lalu ia mengetik. Disaat itu ibuku berbicara, "kemasi bajumu. Kau harus tinggal di rumah kita."

"Kita? Rumah anda sama Sungcheol. Itu bukan rumahku, Nyonya~ mana mungkin pelacur tinggal di rumah sebagus itu."

"Anakku, ibu minta maaf soal itu."

"Oh? Karena kau sendiri pelacur? Kau sendiri yang menggoda pria lain? Sehingga kau meninggalkan Ayah? Jangan minta maaf kepadaku. Minta maaf sama keluarga Ayah." Aku berdiri karena emosi yang tak tertahankan. Emosi ini terlalu meluap.

"Eomma tidak menggoda ayahku!"

"Jadi apalagi Oppa? Ayahmu itu kaya. Perusahaan dengan banyak cabang. Kau masih belum sadar? Kita lihat saja waktu berjalan. Lambat laun, dia juga bakal selingkuh dengan yang lain--"

Tamparan melambai ke wajahku. Itu tangan ibu. Tangan yang selalu menyiksaku dari kecil. Wanita ini bertingkah manis di depan Ayah. Ia pernah berkata untukku,

"Kau cuma buat hartaku hilang sialan!"

Mingyu terdiam, merasa entah apa yang ada dipikiran keluarga ini. "Anu... lebih baik... Eunbi kemas barang saja dulu..." saran Mingyu pelan. Eunbi hanya menyengir lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

"Nak Mingyu, maafkan keributan kami... ah, tolong jangan dimasukin ke hati," ucap Wanita bermarga park tersebut. "Tolong jangan..." ucap SungCheol pelan.

Gua kok bisa tunangan sama keluarga beginian? Apa yang ada di pikiran ibu gua pas kecil astaga,

batin Mingyu selagi ia tersenyum dan berkata, "iya.."

Yeonrin datang membawa talam yang di atasnya ada tiga cangkir teh dan gula. Bukannya tak membawa kue kering, tetapi kue kering itu sudah ada si toples meja di ruangan itu.

"Ini tehnya. Silahkan di minum Sung Cheol, Tante.. Mingyu"

"Makasih ya, Yeonrin," ucap Ibu Eunbi. Yeonrin baru saja mau meninggalkan ruangan ini namun, "kau tak mau balik ke rumah utama? Ibu dan Ayahmu baru saja menginap di rumah utama."

"Maksudnya... rumah tante? Tidak-tidak. Aku masih harus nyelesaikan tugas kuliahku. Sungcheol tau soal itu."

"Kau yakin, nak?" Yeonrin hanya mengangguk dan tersenyum.

Mingyu menegur,"permisi... kamar mandinya dimana?"

"Oh mari saya antar."

Ya, Mingyu dan Yeonrin keluar dari ruangan yang panas itu.  Mingyu merasa lega karena ia mau bicara langsung ke kakak seniornya itu.

"Gua gak mau ke kamar mandi. Cuma mau bicara sama Lo."

"Apaan? Lo mau gua manggil lu Oppa gitu? Gua tahu kalo lu itu lebih tua dari gua. Tapi gua gak mau dipaksa kek sebulan yang lalu."

Mingyu ceritanya disini, telat setahun karena dia sakit gara gara nyentuh alat berbahaya. Gak jadi kuliah setahun jadinya.

"Bukan itu, Yeonrin."

"Jadi apa? Soal Eunbi?"

"Iya itu..."

"Dia itu udah jatuh cinta sama yang namanya Choi Hansol. Lu liat aja lah di daftar absen, kan lu guru di sekolah adek gua."

"Anak ipa 3?"

"Ntah, aku juga gak tau. Katanya teman sekelas Yura."

"Kalau dia udah suka sama orang kenapa dia di jodohkan?"

"Lu liat sendirikan gimana ibunya dia? Gimana mau lari dari tunangan kalo begitu."

"Lagian, Rin. Dia kan masih SMA."

"Keluargamu orang hebat kan? Cita-cita tanteku buat keluarga yang sempurna..."

Yeonrin memekik dengan bahasa tangan. Pupil berwarna merah itu menyala terang. Dadanya terasa sesak dibalik pakaian rumah itu.

Tenang, Yeonrin cuma pakai croptop tangan panjang dan celana tidur sepanjanh semata kaki dan setinggi pinggang atasnya. Tidak memakai hal yang sesak kok. Itu cuma kiasan ('~'  )

Mingyu menutup mulutnya dengan tangan kanannya, perlahan mengusap wajah dan rambutnya akibat frustasi.

"Kalo misal lu mau tau lebih dalam... kita bisa telponan."

"Beneran? Lagian... gua juga gak suka sama tunangan ini. Gua juga udah suka sama seseorang."

'Hansol-sshi. Besok aku bakal berangkat.'

Ungkapan pesan singkat Eunbi kirim kepada Hansol. Dengan suara Yura yang sedang berada di telpon. Eunbi masih dipojokan tersenyum pelan dengan mata cokelat penuh kesedihan.

VHansolV
Kau mau kemana?

Bi
Tepatnya aku bakal tinggal di rumah tanteku.

Ah.. gak bakal lama kok. Paling 2 minggu.

Eh

Lama ya

Hahaha

VHansolV
Rumah itu rumah si Yura?

Bi
Iye, ortunya ngijinin aku tinggal disini

yekan TT

Bi
Mungkin...?

VHansolV
Kok ragu

Bi
Aku g bakal tau apa yg ada di pikiran ibuku...

Bisa iya bisa nngak

Nggak*

Ya aku juga gak bakal tau pasti

VHansolV
Bi...

Bi
Ye?

VHansolV
Hubungan kita apaan?


"Mam-- hm. Astaga."

Eunbi terdiam. Malu mencampakkan ponselnya. Ia menepuk-nepuk pipinya. Ia sadar Yura udah keluar dari kamarnya, ia sadar kalau dia bakal pergi dari rumah ini untuk sementara.

Eunbi mengetik jawabannya, namun Hansol deluan mengirim pesannya.

VHansolV
Gua suka sama lu Bi

• Tbc •

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top