03 -Cinderella-

Bel berbunyi lebih cepat dari biasanya. Alasannya... entahlah Eunbi juga gak tahu jelas soal itu.

"Baiklah, saya Kim Mingyu. Sebagai guru kalian, akan mengakhiri pelajaran kali ini. Selamat sore."

"Baik, Ssaem!"

Semuanya berhamburan keluar kelas kecuali Eunbi, Seungkwan, Jisoo dan Vernon.

"Eunbi, uh... nanti Yura-sshi ada urusan gak?" tanya Jisoo.

"Nope."

"Nanti aku ke rumahmu yak, see ya~"

Jisoo melambaikan tangannya dan keluar dari kelas dengan senyuman tertampang di wajahnya.

"Ah.. Hansol, apa kau jadi nginap di rumahku?" tanya Seungkwan seraya menyandang tasnya.

"Iya.. cuma.. aku ada janji mau pergi sama Eunbi."

"Akh- Jinja(seriusan)?"

Eunbi cuma ngangguk sambil senyum. Melihat wajah Seungkwan menjadi aneh, Eunbi melambaikan tangannya sambil cepat.

"Aniya~! Bukan gitu maksudnya... anu.. kami cuma mau belajar bareng gitu."

Seungkwan menepuk pundak vernon seraya tersenyum.

"Ah... baiklah. Aku ke ekskul tari dulu yak! Annyeong~"

"Annyeong, Seungkwan!"

Tempat dimana mereka duduk adalah ruang tamu yang kemarin dimana mereka mengerjakan tugas kelompok. Rumah ini sepi, tidak begitu sepi karena ada Yeon-rin yang sedang bermain dengan kucing tetangga di halaman rumah Yura.

"Jadi... um... kita jadi belajar gak sih?"

Ucapan Eunbi cukup terdengar jelas di ruangan itu. Apalagi cuma mereka berdua di ruangan itu. Jatuh cinta pandangan pertama itu kadang sakit, menurut Hansol begitu.

"Eunbi lapar gak?"

Sebelum Eunbi dapat menjawab pertanyaan Vernon, Yeon-rin masuk ke rumah dan masuk ke ruang tamu. Dengan baju rumahnya dan Sweatpants-nya, ia memanggil Eunbi.

"Pergilah ke kedai setempat, beli bahan ini ya. Ini uangnya... soal Hansol, kakak bakal nemenin dia."

"Eonnie-"

"Udah cepetan, kau mau makan kue sama dia kan?"

"Oh oke! Aku pergi dulu ya, Hansol-sshi."

Eunbi pergi meninggalkan rumah itu. Tinggal kecanggungan menggelapkan Hansol. Hansol tak tahu apakah kakak Eunbi itu mengizinkan Hansol bersama Eunbi.

Yeon-rin menyajikan teh hangat untuk Hansol dan duduk di depan Hansol di sofa yang berbeda.

"Kau tau? Kau cowok pemberani yang pernah mendekati Eunbi."

"Mianha-"

Ucapan vernon dipotong begitu cepat. Bahkan Yeon-rin belum memberikan ia kesempatan untuk berbicara.

"Kalau kau memang serius dengannya... jangan pernah sakiti dia. Adek-adek sepupuku... mereka berdua orang yang mudah jatuh cinta. Eunbi bukan seorang gadis yang dapat menerima kenyataan bahwa ia dicintai."

Yeon-rin menghela napas diketegangan yang dirasakan oleh Hansol. Sungguh, Hansol memerhatikan baik-baik ucapan wanita itu.

"Kau tau... main dish akan selalu lezat diakhiri dengan makanan pencuci mulut yang terkadang pahit. Kehidupan Eunbi layaknya makanan full course. Hati Eunbi itu mudah rapuh seperti sayap kupu-kupu... mencintai itu pahit. Kalau kau memang serius, aku mohon jaga dia. Jangan pernah sekali saja kau buat dia mengeluarkan air mata kesedihan. Sekali saja hal itu terjadi... aku takkan pernah memaafkanmu."

Hansol cuma terdiam. Siapa sangka dibalik sosok yang sangat lucu itu, wanita itu dapat berubah menjadi 180° dari biasanya.

"Ah... satu lagi... apapun yang terjadi, tetaplah berpegang teguh dan tetaplah mempertahankan Eunbi disisimu. Aku mohon berjanjilah kepadaku."

"Aku... berjanji.."

Yeon-rin bangkit dan tersenyum. Berkata, "Begitu dong!" dengan semangat. Wanita itu seperti orang bipolar.

Eunbi datang dengan banyak bahan makanan. Di sertai dengan suara Jisoo yang membuat Hansol sedikit kaget.

"Hansol-sshi, apa kau menunggu lama? Miane."

"Nggak apa-apa kok. Jisoo-ya, kau kenapa kemari?"

"Eh? Kau lupa aku udah janji mau kemari juga? Sorry lah ya, aku ga mau ngacauin date kalian."

"Ini bukan date, Jisoo-ya~!"

Eunbi menepuk punggung Jisoo beberapa kali. Hansol cuma bisa liat tanpa ngucapin apapun. Hansol tau betul dari Jisoo, kalau Jisoo dan Eunbi sudah bersahabat sejak sd. Itu normal bagi mereka untuk berpelukan atau memukul satu sama lain.

"Jangan cemburu, Hansol! Aku dan Eunbi cuma sahabat kok."

Jisoo terus melontarkan kalimat yang mengganggu pikiran Hansol, hingga ia berkata.

"Kalau aku memang suka sama Eunbi kenapa? Aku pengen ngejaga dia, itu salah?"

"Ah... Hansol-sshi..." gumam Eunbi.

Oof, Hansol terbawa emosi melihat kedekatan keduanya. Hansol bangkit dan menyandang tasnya.

"Mau kemana Hansol-ya?!" tanya Jisoo.

"Mau pulang. Sofia nunggu dirumah."

Suara Hansol seperti orang membara. Tentu, Hansol dimakan kecemburuan yang membutakan perasaannya sendiri.

"Liat apa yang kau perbuat Jisoo. Kau membuat dia pergi!" bantah Eunbi sambil menepuk berulang kali badan Jisoo.

Disamping itu, Hansol ditahan oleh Yeon-rin sendiri di halaman. Sebuah kotak makanan diserahkan kepadanya.

"Apa ini?"

"Kalau menurutmu Eunbi tak punya perasaan pada cowok aneh sepertimu. Eunbi minta aku membuatkan kue cokelat untukmu dan dia. Kau lari begitu saja, hah? Pengecut."

"Itu pujian atau ejekan sih Noona?"

"Pulang sana, Sofia-sofia itu nunggu kan."

"Sofia itu adikku, tolong perjelas ke Eunbi. Aku mohon kak."

Yeon-rin cuma tertawa kecil. Sebab, cinta monyet anak sma sungguhlah lucu dan polos.

"Oke la."

Balik ke Jisoo dan Eunbi. Sebab itu, Eunbi merajuk ke Jisoo.

"Eunbi... Yura mana?"

"..." tak ada balasan Eunbi.

"Ayolah Eunbi aku nunggu disini ya... cowokmu itu pergi, Yura-ku juga belum datang... kita adil oke!"

Mata Eunbi menatap Shok. Ucapan Jisoo tadi mengalihkan perhatian Eunbi 100%

"Yura-mu? Kau pacaran dengannya? Hah? Cowok kudel sepertimu mau pacaran sama sepupuku?"

"Aish, kalo gitu... cewek manja kayak kamu mau pacaran sama teman ganteng kayak Hansol?"

Ucapan itu mewarnai ruangan itu dengan tawa mereka berdua. Kue cokelat yang disajikan oleh Yeon-rin juga mewarnai itu.

"Apa kau tau? ...sepupumu itu udah ngewarnai masa jomblo-ku."

"Kau mau nunggu disini? Bentar kutelpon ya-"

"Percuma sih... sudah dari tadi kutelpon atau apapun itu, pesanku aja gak dibaca."

"Aish... Yura kau kemana sih," gerutu Eunbi.

Sudah dua jam mereka berbincang. Wajah Jisoo meninggalkan rasa kekecewaan. Fakta bahwa Yura belum juga kembali, itu juga membuat Eunbi marah.

"Jisoo-ya..."

"Kayaknya aku balik aja ya. Makasih makanannya... Noona aku pulang ya!"

Jisoo pamitan dengan Yeon-rin dan Eunbi dengan kekecewaan.

"Dasar Yura..."

Pintu rumah terdengar lumayan j
elas dari kamar Eunbi. Eunbi jelas marah dengan Yura. Gadis ini berjalan cepat menuju kamar Yura. Eunbi membuka pintu kamar Yura dengan wajahnya yang marah.

"Apa kau sudah kehilangan akal?!"

"Apa maksudnya, Bi-"

"Kau! Kenapa sih gak mau buka hpmu?"

Yura yang tadinya tiduran, ia kini duduk fokus dengan ucapan Eunbi.

"Jelaskan yang baik, aku masih gak ngerti kau ngomong apa."

"Jisoo datang dan menunggumu selama dua jam! Kau gak liat apa pesan dia?"

"Hp-ku mati. Tadi aku belajar di kafe..."

"Ugh.. untung kau punya alasan. Kalau enggak, kau orang pertama yang tak akan kuhubungi saat aku nonton konser!"

"Kalem atuh.. aku juga ga tau apa-apa.."

"Makanya bawa powerbank."

"Kan elu pakai punyaku."

"Oh iya, hehehe... lupa. Guek balik ke kamar ya, mau baca novel."

"Bye."

Eunbipun melangkah meninggalkan kamar Yura. Dengan sendal rumahnya yang sederhana, ia berjalan pelan menuruni anak tangga. Perjalanan ke kamarnya masih meninggalkan pikiran bahwa apa yang dilakukan Hansol tadi sore sangat membuat hati Eunbi berdebar.

'Kalau aku memang suka sama Eunbi kenapa? Aku pengen ngejaga dia, itu salah?'

Kalimat itu masih terngiang di pikiran Eunbi. Apalagi Yeon-rin sudah memberitahu kalau Sofia adalah adik perempuan Hansol.

Ini sudah jam sembilan malam. Waktunya orang untuk tidur. Tetapi handphone Eunbi berbunyi ketika ia masuk ke kamarnya.

'Choi Vernon Hansol'

Nama yang tertampang di layar telepon pintarnya itu. Segera diangkat tanpa memikirkan apapun.

"Yoboseo?"

"Yoboseo, Eunbi-sshi... ah soal tadi... aku.."

"Aku minta maaf.. kami berdua memang sering begitu... tapi kalau itu mengganggumu, aku gak bakal buat begitu lagi."

"Tidak... bukan begitu. Aku seharusnya yang minta maaf karena sudah kasar sama kamu."

Suara Hansol begitu berat seperti orang baru bangun tidur. Rasanya hati Eunbi berubah menjadi hangat ketika mendengan Hansol peduli kepadanya.

"Hasol-sshi... kau baru bangun tidur?"

"Aku gak bisa tidur karena ingat ekspresimu pas itu. Mianhe."

"Ahh... gak apa-apa kok!"

"Um... soal kue cokelatnya... makasih ya. Sofia dan aku suka. Makasih udah minta kakakmu buatin."

"Ah.. apa Eonnie bilang soal itu? Akh.. Jinjja.. memalukan banget."

"Ayolah... itu membuatku senang.. Sofia juga suka. Dia minta rasa jadiku kasih."

"Aku senang kalau adekmu suka."

Entahlah, telepon kali ini sangat menyenangkan hati Hansol dan Eunbi.

"Eunbi-sshi... kau tau? Aku merasa sangat denganmu... walaupun kita cuma baru bertemu beberapa saat lalu."

"Ah.. uh.. akh... beneran? Iya.. kita cuma bertemu beberapa hari lalu."

"Kau mau kita pegangan tangan besok sambil nonton film komedi besok?"

"...Hachuu (bersin)... Hah? Uh?...Aigoo-... P-pegangan tangan? Aku... aku kira aku salah dengar... tapi ternyata enggak- Eh? G-gak! Gak! Gak! Gak mungkin!"

Eunbi menjadi salah tingkah gara-gara ucapan Hansol tadi. Rasanya pipinya menjadi panas. Hansol tertawa melihat reaksi menggemaskan dari Eunbi disebrang sana.

"Gak boleh! Akh.. sungguh.. pipiku panas macam aku mau demam gitu... jadi- uh- hahaha... Hansol-sshi, mau gak aku bacain cerita sampai kau tidur?"

"Boleh, kalau kau mau."

"Ah.. um.. cerita apa ya? Oh.."

Eunbi mencari di rak bukunya. Terdapat sebuah buku cinderella.

"Ini cerita Cinderella. Aku sering baca ini saat aku masih kecil. Mungkin akan membosankan untuk cowok... siap?"

"Tentu saja, Eunbi-sshi."

"Baiklah..ehem," Eunbi berdehem lalu melanjutkan ceritanya itu.

"Pada suatu hari, hiduplah seorang anak perempuan. Dia hidup bahagia dengan kedua orang tuanya... pada suatu saat, ibunya meninggal. Lalu, ayahnya membawa ibu tiri serta saudara tiri kerumahnya untuk membawa kebahagiaan anaknya."

Suara napas Hansol terdengar teratur ditelepon. Eunbi rasa ia sudah tertidur.

"Hansol? Kau sudah tertidur?..hahaha.. aku rasa kau tertidur.. baiklah."

Eunbipun ikut tiduran di tempat tidurnya dari posisi awalnya yang duduk itu.

"Akh... um.. semua perempuan mau jadi cinderella kan? Bahkan mungkin sofia juga mau jadi cinderella... hidup bahagia dengan seorang pangeran yang mempesona..."

Eunbi menghela napasnya dan berbicara sambil menutup mata.

"Tapi menurutku... aku adalah cinderella."

'Jadi anak kok bodoh sekali!'

"Orang tuaku... orang tuaku bukan orang yang buruk... hanya saja, aku tumbuh besar dengan cobaan yang susah dan banyak."

Rasanya udara malam terlalu terbuka untuk Eunbi untuk menyatakan perasaannya.

"Hansol-sshi... kau tau? Lalu aku bertemu dengan seorang pangeran tampan. Seseorang yang kuat dan indah seperti pangeran itu..."

Senyuman Eunbi tertampang diantara perkataan pelan ditelpon Eunbi dan Hansol yang masih berlangsung.

"Itu adalah dirimu."

"Aku selalu ingin mengungkapkan hal itu saat pertama kali bertemu denganmu. Aku seperti tersihir saat pertama kali kau mendekatiku. Tidak seperti kata ajaib ibu peri... sihir ini... aku harap akan terus berlangsung dikehidupan kita."

Dalam sekejap mata Eunbi basah akan air matanya. Eunbi benar-benar berusaha memperoleh kebebasan dalam hidupnya.

"Ah... Hansol-sshi. Aku harap kau juga menyukaiku. Aku harap kau akan menjadi orang yang selalu berada disampingku. Hansol-sshi... selamat tidur."

"Tentu aja bukan date, siapa bilang itu date. Kau pengen ngedate sama sahabatmu sendiri?" Kata Yura sarkastis.

"YA!! Biasa aja dong! Aku tau jelas kalau aku ini gak pernah punya pacar. Iya, aku tau aku itu pacaran sama hp."

Dibalik pertengkaran di pagi itu, ada Yeon-rin yang sibuk memainkan hp-nya sambil mengaduk pelan sereal cokelat miliknya. Udah bosan dengar mereka berantam.

"Eonnie! Yura pergi nge-date!" Seru Eunbi dengan jarak hanya satu meter di antara mereka berdua dengan Yeon-rin.

"Sama siapa?"

"Jisoo! Tapi itu-dia.. dia.. kami gak ngedate. Ini cuma permintaan maaf karena kemarin aku udah ngecewain dia."

"Setidaknya kau sadar kalau kau buat kesalahan," cibir Eunbi.

Pagi ini, masih mereka bertiga, duduk di ruang keluarga, nonton televisi dan menghabiskan waktu menganggu Yura.

"Kau gak ada niat pakai liptint gitu?" tanya Eunbi.

"Oh iya. Lip tintku kan habis dipakai Eonnie."

"Udah dibeli kemarin, liat aja di lemari kakak," ucap Yeon-rin sambil menatap malas adiknya itu.

"Malas ah naik lagi. Mending aku gini aja deh."

"Kau itu suka ya sama Jisoo?" tanya Eunbi.

"Hei, maksudmu apaan? Kami cuma temenan yeh."

"Perasaan sama temenan itu beda lho. Bisa aja temen tapi nyatanya kamu cinta banget sama dia."

Perkataan Yeon-rin cuma bisa didiamin oleh kedua sepupunya itu. Pasalnya, wanita itu memang sudah sering bicara terlalu to-the-point.

"Sering ngalamin nih kan?-"

Bel rumah berbunyi nyaring.

"Si jisoo kali," kata Eunbi.

Yura dan Yeon-rin bangkit. Kata Eonnie-nya itu, dia harus memberikan uang tambahan untuk Yura dan berpesan kepada Jisoo untuk menjaga Yura.

"Aku... gak mau balik kemasa lalu," gumam Eunbi pelan. Baginya, masa lalu ada sebuah mimpi buruk yang selalu mengganggunya hingga sekarang.

Teriakan Yura terdengar jelas pamitan dengan dirinya, makanya ia menjawab "Nde!"

Kakaknya kembali dan menemani hari malas-malasannya didepan televisi.

"Eonnie gak ada urusan kuliah hari ini?"

Yeon-rin cuma menggelengkan kepalanya.

"Walaupun sama Jihoon itu?"

"Nggak, mau si Jihoon lah, atau Mi-sook lah... Gak ada."

Yeon-rin melihat ke arah Eunbi dan mengganggunya, "kau suka sama yang namanya Hansol kan?"

Tidak-tidak. Wajah tomat Eunbi muncul lagi.

"Berarti tebakanku benar. Ada kabar baik kalau begitu..."

"Aigoo~ aish... apa itu?"

"Jam tiga, kata Jisoo sih. Jam tiga Hansol mau datang jemput kamu."

"Jinja?!"

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top