( 𝟡 ) °• 𝓱𝓪𝓷 𝓼𝓮𝓾𝓷𝓰𝔀𝓸𝓸 .

ada foto badut di bawah⚠️⚠️

alur maju mundur! dibaca pelan-pelan, karena tiap segmen menggambarkan jalan waktu yang berbeda!

.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.

Deru mesin mengalun di udara. Satu kendaraan dengan nilai mahal melesat, membelah jalanan sepi dengan santainya, tanpa sekalipun merasa takut jika harus mengalami kecelakaan dan tewas detik itu juga. Di balik setir kemudi, sang pemilik mobil tertawa lepas tanpa beban. Tawanya terdengar sakit, bukan tawa manusia normal pada umumnya bahkan ketika dalam keadaan di atas euphoria sekalipun.

Beberapa kali telapak tangannya yang terkepal memukul kemudi keras hingga menimbulkan gema yang hanya dapat di dengar dari dalam mobil. Detik setelahnya, wajahnya berubah serius tanpa ekspresi konyol lagi. Senyumnya menghilang. Pancaran matanya yang jernih meredup. Perlahan, genangan likuid jernih tercipta di balik pelupuk matanya. Dalam satu kedip, air mata itu mengalir turun melewati pipi dan terjatuh di atas paha yang terbalut celana berbahan kain. Intensitas tangisnya meningkat, terus naik hingga pandangannya memburam dan nyaris membawanya beserta mobil mahal miliknya menghantam pohon-pohon tinggi di tepi hutan.

Ia mengalah pada keadaan dan memilih untuk menepikan mobilnya. Ia terisak di balik telapak tangan yang mencengkram kemudi dengan erat. Kepalanya terasa pening dihantam oleh fakta juga kejadian yang ia alami.

Bukan, bukan ini yang Seungwoo mau.

Kenapa hatinya juga berubah tanpa menolak sedikitpun atas apa yang ia alami?

Seungwoo tau, ia telah menyakiti Byungchan, mate yang ditakdirkan hanya untuk dirinya.

.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.

Seungwoo hanya ingin melepas penatnya kala laju mobil membawanya menjauh dari tempat hiburan yang biasa ia kunjungi. Ia kehilangan arah. Memikirkan urusan perusahaan membuatnya stress sendiri. Cukup sudah ia menghajar dua pegawai di kantornya hanya karena kesalahan sepele yang mereka lakukan. Seungwoo mencoba menjadi baik, ia tidak ingin kembali menjadi sosok yang tempramen dan mementingkan sikap buasnya. Menjadi seorang alpha harusnya tidak seperti ini— besikap buruk hanya akan merendahkan citra para alpha semakin jauh, dan Seungwoo tidak ingin orang-orang di luar sana memandangnya sebelah mata.

Seperti saat ini, misalnya.

Seungwoo sudah beranjak turun dari mobil dengan gerakan perlahan. Maniknya memperhatikan bar kelas rendah yang riuh ramai. Para penjaga yang berdiri di depan pintu masuk tampak kewalahan menghalau alpha-alpha berdarah campuran yang berada jauh di bawah kelas seorang Han Seungwoo. Hanya dengan satu lirikan, barisan itu menyingkir dengan sedikit tak rela, memberikan jalan pada Seungwoo untuk mencapai pintu masuk.

Mudah sekali datang ke bar kecil seperti ini. Tanpa perlu mengurus banyak administrasi— atau bahkan tidak ada sama sekali, Seungwoo sudah menginjakkan kakinya di dalam bar yang sama riuhnya dengan keadaan di luar sana. Para penjaga itu tidak melakukan pengecekan apapun pada Seungwoo. Mungkin, mereka tau siapa Seungwoo hanya dari feromon tipis yang melingkupi tubuh pria itu.

Hal pertama yang Seungwoo tangkap melalui visualnya adalah kepadatan yang tak wajar, juga atensi yang terpaku tepat di atas podium kecil yang sudah cukup bobrok. Aroma asing menyusul kemudian, terasa menyegat dan menusuk tepat di indera penciuman Seungwoo. Tujuannya menghindari kejaran rasa sakit di kepala justru berakhir buruk. Ia nyaris terperosok kalau tidak segera berpegangan pada tembok bar guna menopang tubuhnya.

Mate.

Seungwoo menggeram. Sisi buasnya kembali naik dan berusaha mengambil alih tubuh Seungwoo yang memang tidak memiliki kontrol bagus akan sosok wolfnya sendiri. Maniknya mengedar, mencari sumber dari aroma kuat yang terasa mengganggu. Kedua kakinya tidak diam, mereka sudah bergerak dan menyeruak maju ke dalam barisan seraya dua manik tajamnya berkeliaran kesana kemari.

Mate.

Otaknya tidak lagi memikirkan ramai yang terhampar di sekelilingnya. Persetan dengan minuman atau hiburan pelepas penat yang semula menjadi tujuan utama untuk datang kemari. Ia tak ingat lagi dengan status tinggi yang melekat di dalam diri bahkan sejak sebelum ia lahir di dunia aneh ini. Seungwoo abai dengan tatapan menyelidik mereka-mereka yang ada disana— tatapan keheranan akan sosok darah biru werewolf yang kelihatan tersesat dan akan menggila karena sudah siap untuk bertransformasi.

Mate.

Langkahnya terhenti. Satu titik yang juga menjadi atensi seluruh pengunjung nyatanya berhasil menyentuh diri Seungwoo yang paling dalam. Jantungnya berdetak kuat melihat sosok lemah di atas panggung, menggesek diri dengan kedua paha putihnya sembari terisak tanpa mengangkat kepala sedikitpun. Feromon heat sang omega mengetuk sisi paling tidak waras seorang Han Seungwoo, membuatnya tersadar bahwa disana, di hadapannya, apa yang telah Moon Goddess takdirkan untuk menjadi miliknya, justru tengah menangis ketakutan.

Seungwoo memutuskan untuk mencintainya dengan segala kekurangan dan jarak tinggi antara mereka detik itu juga.

.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.

"Kh!"

Telapak mungilnya mengepal erat, menggenggam keberanian yang kian terkikis. Kepalanya yang menunduk kembali ia tegakkan, balas menatap sosok lain di depannya dengan tatapan tajam. Air mata yang mengalir mendatangkan cambukan lain di punggung kecilnya, melebarkan luka menganga yang sudah ada sejak tiga puluh menit lalu. Isak nyaris keluar kalau saja ia tidak ingat bahwa mereka yang ada di ruangan itu tidak mengizinkannya menangis sama sekali.

Cambuk berbalut darah yang berada di genggaman sosok lain itu berpindah, kembali disodorkan di depan mata seorang bocah berusia sepuluh tahun. Sang pemberi tidak juga membuka suaranya. Cambuk itu hanya diayunkan, menuntut bocah sepuluh tahun itu untuk segera meraih alat yang sedari tadi menyakiti dirinya.

Seungwoo menggenggam cambuk berhias darah miliknya perlahan. Tangannya gemetar, takut dan menolak di saat yang bersamaan. Ingin ia menggeleng, menolak untuk menggenggam cambuk itu seperti yang ia lakukan sejak tadi. Namun, rasa takut dan rasa sakit itu mendorong kewarasannya hingga tak berbekas dari tepi jurang pikiran seorang bocah berusia sepuluh tahun.

Telapak kakinya bergerak mendekati sosok mungil yang terikat rantai menjulur dari dinding. Tubuh di depannya gemetar, diikuti tangis kuat tanda penolakan atas kehadiran Seungwoo— atau juga karena cambuk dan dua sosok dewasa yang mengekori Seungwoo, memandangi keduanya datar tanpa rasa kasihan sedikitpun. Mereka abai dengan fakta ikatan darah antara empat orang itu. Pack membutuhkan sosok pemimpin, dan penempaan gelar tinggi itu harus dimulai sejak kecil, sejak dua kakak beradik itu dapat berdiri di atas kaki mereka sendiri.

"Lakukan."

Seungwoo mencengkram cambuknya kuat hingga utas itu bergetar hebat. Lagi, Seungwoo harus melakukan hukuman pada mereka yang dirasa melanggar aturan pack. Tidak ada yang peduli sekalipun pelanggar itu seorang bocah berusia enam tahun yang keluar dari lingkar pack tanpa pemberitahuan hanya karena ingin mencari jamur liar yang tumbuh di hutan. Seungwoo jadi terbiasa menyakiti siapapun, namun ia berusaha menepis perasaan itu. Seungwoo tidak ingin tumbuh menjadi sosok dengan hati yang mati.

"Lakukan, Han Seungwoo."

Telapaknya terayun. Lantunan cambuk mengalun bersamaan dengan jeritan kesakitan adiknya malam itu. Seluruh pack menutup telinga dan hati mereka. Semua yang ada disana terus meyakinkan diri bahwa kelompok bangsawan pantas mendapat pemimpin yang tegas dan kejam, tanpa peduli adanya ikatan batin dan darah disana.

Harusnya Seungwoo menolak.

Harusnya Seungwoo tidak melakukannya.

Mungkin, adiknya tidak harus tewas akibat cambuk kulit yang ternoda darah mereka, kakak adik yang dilahirkan di kalangan yang salah. Semuanya begitu terlambat saat Seungwoo sadar kelopak mata adiknya tidak lagi terbuka dan menatap dirinya dengan tatapan memohon. Tubuh kecil itu tidak lagi bergerak sekedar untuk menarik nafas dan bertahan hidup di sela hukumannya.

Cambukan itu terus berlanjut, menghujani tubuh tak bernyawa adiknya selama beberapa jam ke depan karena belum ada perintah untuk berhenti yang diucap oleh kedua orang tua Seungwoo.

Lagipula, siapa yang membutuhkan adiknya jika seorang pewaris sudah berada disini?

.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.

Keempatnya duduk berhadapan dengan pikiran melayang entah kemana. Ketegangan antara mereka yang duduk di ruangan itu sedikit mereda setelah dua pria kembali dari kegiatan belanja bulanan mereka. Seungyoun adalah yang pertama menjatuhkan paper bag berisi sayuran hanya untuk memisahkan dua serigala di ruang tengah. Hancur, semua benda hancur, namun fokus mereka —Jinhyuk dan Seungyoun— jatuh pada Kookheon yang menindih tubuh serigala Seungwoo dan nyaris menggigit leher pria itu.

Beruntung Seungyoun menjadi salah satu werewolf yang cepat dalam bertransformasi. Tepat sebelum taring tajam Kookheon merobek leher Seungwoo, Seungyoun sudah lebih dulu berlari dan menubruk Kookheon. Serigala muda itu terlempar jauh dan mendengking panjang tanda kesakitan. Perlahan, tubuhnya kembali pada wujud manusianya. Masih dalam posisi serupa, dimana Kookheon bersujud di lantai dan memegangi tulang rusuknya, Jinhyuk datang menghampiri.

"Sudah merasa menjadi jagoan disini?"

Kalimat itu pula ditujukan pada Seungwoo yang juga terengah dalam wujud manusianya. Anyir darah tercium jelas dari tubuh Seungwoo yang memang penuh luka. Seungyoun yang masih dalam wujud wolfnya berdiri di belakang Jinhyuk, menatap dua manusia tolol itu di sela bulu tebal berwarna biru gelap, sebelum akhirnya kembali berdiri dengan dua kaki manusia setelah merasa keadaan membaik.

Dan disinilah keempatnya, berakhir duduk dengan tenang di sofa mereka masing-masing dengan Jinhyuk dan Seungyoun menatap Kookheon juga Seungwoo, meminta penjelasan atas kekacauan yang mereka buat di markas.

"Ada apa ini?"

"Cium aromanya."

Jinhyuk dan Seungyoun mengendus udara, mencari hal lain yang juga menggelitik hidung mereka di antara amis darah. Aroma asing menyapa samar, begitu tipis hingga nyaris susah dibedakan lagi. Kedua pria itu menoleh pada Seungwoo, menyadari bahwa hal asing ini datang darinya. Feromon Seungwoo sudah bercampur dengan aroma segar khas dedaunan basah.

"Hyung ini, tidak— bajingan ini, bajingan ini bermain-main dengan matenya."

"Kau tidak mengerti, Kookheon."

"Bagian mana?," Kookheon menghentak dagunya ke depan, memaksa Seungwoo untuk memberikan jawaban lain. "Bagian mana yang tidak kumengerti dari kegilaanmu? Apa tidak cukup kau melihat kebodohan orang lain karena bermain-main dengan matenya?"

Seungwoo mengepalkan tangan. Ia marah, namun genangan air mata juga rasa sesak yang nyaris menyeruak adalah hal yang harus ia pukul mundur saat ini. Suaranya boleh terdengar bergetar, namun pancar amarah diikuti senyum kecut justru menunjukkan betapa tersiksanya Seungwoo saat itu.

"Kau tidak akan pernah mengerti."

.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.

"Tinggalkan."

Seungwoo meletakkan alat makannya pelan, berusaha tidak tampak emosi di meja makan kebesaran berisi tiga orang itu. Maniknya enggan untuk naik dan berbalas tatapn dengan dua orang lainnya. Ia tetap diam, menunduk, menunggu kelanjutan kalimat penuh hujat yang akan diucapkan setelah titah sang ayah meluncur.

"Matemu seorang pelacur? Tinggalkan."

Ada sudut di dalam hati Seungwoo yang bergejolak marah mendengar bagaimana matenya direndahkan begitu saja oleh keluarganya. Tubuhnya tersengat rasa panas yang menyakitkan. Seugwoo ingat bagaimana Byungchan tersenyum dengan cerah, menyambutnya ramah di pagi hari dengan sikap manja, dan mengatakan bahwa pria itu mencintai Seungwoo dengan begitu besar. Seungwoo mengingat setiap detik yang terasa indah ketika ia melalui hari bersama Byungchan, matenya.

Byungchannya begitu indah. Ia bukan seorang pelacur di mata Seungwoo. Byungchan hanyalah seorang anak kecil yang terperangkap di dunia yang salah, sama sepertinya. Keduanya memang saling melengkapi segala kekurangan pada diri masing-masing. Seungwoo yang tempramen cocok disandingkan dengan Byungchan yang terus tersenyum lebar. Manis, segala hal mengenai Byungchan begitu manis dan memabukkan, membuatnya sendiri lupa dengan jurang yang sudah memisahkan keduanya sejak awal.

Seungwoo tau hari ini akan datang, namun ia mengingkari rasa takutnya. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka akan baik-baik saja.

Seorang bangsawan dan pelacur kelas rendah. Semuanya akan baik-baik saja.

Lucunya takdir mereka.

"Tidak."

Seungwoo tidak pernah seberani ini menghadapi kedua orang tuanya. Tidak pernah sekalipun ia menolak. Segala hal sudah ia lakukan untuk keduanya, termasuk membunuh adik kandungnya di tangannya sendiri. Katakanlah Seungwoo berinvestasi, jaga-jaga kalau saja ia harus menolak permintaan kedua orang tuanya yang tidak pernah tidak keterlaluan. Ketika harinya tiba, Seungwoo tidak pernah dihujani keringat dingin seperti saat ini. Sebuah penolakan yang tentu saja otomatis menghentikan pergerakan dua manusia di meja makan.

"Kali ini tidak lagi," Seungwoo menjernihkan suaranya, mencoba bersikap melawan pada dua bangsawan dan dituakan di pack mereka, yakni orang tuanya sendiri. "Jangan campuri urusanku."

"Lihat? Pelacur itu bahkan sudah mempengaruhi pikiranmu."

Seungwoo tidak ingin menggeram ketika hujatan lain yang ditujukan untuk Byungchan terdengar. Ia kembali menurunkan pandangan, menatap sayuran yang tak lagi menarik nafsu makannya. Emosinya memuncak, namun Seungwoo tidak ingin memperburuk citra Byungchan di hadapan kedua orang tuanya. Seungwoo dilema untuk membela atau juga mengalah demi Byungchan. Ia terjepit pada situasi yang sama sekali tidak menguntungkan.

"Apa menuruti kalian selama ini tidak cukup? Termasuk membunuh Subin?"

"Jangan sebut nama pelanggar yang sudah mati di atas meja makan, Han Seungwoo."

"Kenapa?," Seungwoo berdiri dari duduknya dengan menghentak tubuhnya sendiri. Kursi yang ia duduki terlempar ke belakang dan jatuh, menimbulkan debum yang mengisi hening ruang makan. Ia tersenyum remeh pada kedua orang tuanya yang memandangi dirinya tajam. "Subin bukan lagi anak kalian?"

"Ia sudah mati."

"Ya!," Seungwoo melempar gelas minumnya ke sembarang arah, memecahkan kaca itu karena hantaman kuat dengan benda lainnya. Emosi yang sekian lama ia bendung akhirnya meluap. Seorang Seungwoo yang penurut kini telah berubah jauh menjadi sosok Seungwoo yang tempramen. Telapak tangan kanannya menampar dadanya sendiri kuat-kuat. Bunyi hantaman menyakitkan terdengar berulang akibatnya. "Aku, aku sendiri yang memutus nafasnya. Aku yang membunuhnya karena sikap irrasional kalian hanya untuk masalah jamur sialan itu! Ya, dia mati dan aku yang membunuhnya!"

Jeda keheningan terasa menyesakkan dada. Dua— tiga, tiga feromon alpha mengisi udara, menekan masing-masing untuk tunduk. Seungwoo juga seorang alpha, ia pantas untuk bersaing melawan tekanan dari dua orang tuanya sekaligus. Seungwoo adalah pemimpin pack yang sudah ditempa sejak kecil, dan menghadapi situasi seperti ini jelas bukan masalah, meskipun sang ayah masih berstatus sebagai pemimpin pack mereka, juga sang ibu yang merupakan luna.

"Subin tewas karena kau menghukumnya—"

"Bajingan!"

"—berarti kami juga dapat mendorongmu hingga titik dimana kau dapat membunuh matemu melalui tanganmu sendiri, bukan begitu?"

Seungwoo terpukul mundur dari arena pertarungan hanya karena pertanyaan singkat yang dilontarkan sang ayah. Tidak ada, kesempatan itu tidak pernah ada, sejauh apapun Seungwoo menuruti kemauan gila kedua orang tuanya. Bahkan hingga ia berlari ke ujung dunia sekalipun, Seungwoo tidak akan pernah bisa menolak apa yang orang tuanya perintahkan.

Seungwoo dan Byungchan adalah mate, namun mereka dipermainkan oleh takdir mereka sendiri.

"Ia hanya omega rendah yang tidak akan pernah bisa disandingkan dengan bangsawan seperti kita. Sejauh apapun kau mencintainya, ia tidak akan pernah merasa puas oleh dirimu saja. Ia seorang pelacur, Seungwoo. Kenapa takdirmu harus serendah itu? Apa kematian Subin tidak cukup untuk menyadarkanmu bahwa kau adalah penerus pack ini?"

Seungwoo mencintai Byungchan sebagaimana Byungchan mencintai Seungwoo sebagai sepasang mate.

Harusnya.

⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
⠀⠀⠀

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀

O, 2nd lead.

% Byungchan's.
= harusnya.

% keluarga tepandang kaum werewolf.
= dipastikan kebenarannya. bangsawan dengan darah murni, antara alpha dengan alpha.

% berwatak keras.
= sangat, pengaruh didikan sejak kecil.

% topeng yang mewakilkan betapa berat hidup yang ia jalani.
= dipastikan kebenarannya; penuh luka, cacat besar, aksesori— silt green, lambang keluarga.

% seorang penurut dan pembangkang di saat yang bersamaan.
= dipastikan kebenarannya.

⠀⠀⠀
⠀⠀⠀



7 rings


⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

⠀⠀⠀

⠀⠀⠀

a/n: kalau udah gini, siapa yang kasian? byungchan, seungwoo, atau dua duanya?😭

kasian subin sih..... bAYI KU😭😭😭😭

flashback masih lanjut dong. siapa coba? ya siapa lagi, Kookheon for sure. he's another key of their story lah hm........

bosen ga update sehari dua?:(

With luv,
Jinny.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top