( 𝟙 ) °• 𝓾𝓶 .
ketimbang denger 7 rings, part ini lebih cocok untuk denger Move — SIXC:(
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
Terkadang, hidup dapat menjadi selucu itu.
Tidak ada yang pernah menyukai dominasi― setidaknya bagi mereka yang masih memiliki fungsi otak cukup normal, perilaku mendominasi hanya akan menjadi momok bagi mereka yang tidak memiliki cukup keberanian atau juga kuasa bahkan atas diri mereka sendiri. Banyak tentu yang menentang perihal ini, mengajukan keberatan mereka dihadapan sang pencipta yang justru tampaknya menertawakan mereka dari atas sana. Ia menggelar panggung sandiwaranya sendiri, membentuk sebuah keseimbangan yang sebenarnya tidak adil sama sekali.
Mungkin, ini juga yang menjadi alasan kenapa banyak orang tidak terlalu menyukai alpha.
Mereka dominan― tentu saja, Moon Goddess memang pintar membuat lelucon. Pembawaan mereka yang mengharuskan siapapun yang berada di bawah status mereka untuk tunduk, justru meciptakan karakter beringas secara alami. Alpha itu benar-benar sombong dan menyebalkan. Mereka, kaum tertinggi pada strata sosial, dapat menghancurkan siapapun yang dengan berani menghalangi jalan mereka. Tak jarang para alpha akan saling bersaing demi keinginan mereka dan berakhir konyol― dengan salah satu mati. Alpha sangat keras kepala, tidak akan pernah mau mengalah; mereka diciptakan dengan harga diri setinggi langit, merendahkan begitu saja sosok lain yang berada di bawah mereka.
Alpha tidak mengenal kata mengalah, pada apapun.
"Kembalikan barangku, bangsat!"
Hela nafas meluncur dari pria yang bersandar di ujung ruangan. Kepalanya hanya mampu menggeleng ketika mendengar keributan diantara dua adik-adiknya. Sudah sering, terlalu sering mendengar amukan diantara mereka hanya karena berbagai hal kecil. Bahkan untuk urutan masuk ke dalam kamar mandi pun dapat memancing sisi lain dari diri mereka karena tak ada yang mau mengalah. Jika begini, ia sendiri bingung― ia tidak mungkin memisahkan mereka karena itu akan menyakiti harga diri para pembuat onar, dan ia juga tidak mungkin membiarkan keributan berlangsung semakin parah. Ia tak mau terus menerus memperbaiki markas mereka yang akan rusak di beberapa bagian karena perkelahian para makhluk buas itu.
"Apa lagi yang mereka ributkan?"
Satu pria datang mendekati sosok di sudut ruangan dengan kaleng soda di genggamannya. Pakaian formal masih membalut tubuh tinggi sang pria, menunjukkan bahwa ia baru saja tiba di ruangan itu. Manik keduanya sempat saling bertemu, memindai keadaan masing-masing, kemudian menyaksikan kembali keributan di depan sana. Tampaknya menyenangkan melihat dua sosok saling berhadapan; salah satunya mengeluarkan aura kebencian yang kental, sementara sosok lain di seberangnya hanya duduk dengan kaki menjulur di meja― tanpa sopan santun dan tidak peduli dengan makian yang ditujukan untuknya.
"Kurasa Hangyul menyentuh barang Yuvin. Kau tau, Yuvin tidak pernah suka barangnya disentuh, terutama oleh Hangyul."
"Makhluk bebal," lawan bicara itu tertawa. Dalam satu gerakan, kaleng soda dingin yang belum ia buka telah meluncur, membelah ruangan dan melewati dua sosok muda di depan sana, kemudian remuk karena menabrak dinding. Bunyi desis dan bau khas soda menyeruak dari kaleng yang telah sobek di beberapa sisi. Dua manusia di depan sana menoleh, antara terkejut dan geram karena dikagetkan begitu saja.
"Oh, Seungwoo hyung," sapa pemuda yang terduduk di atas sofa. Kedua kaki jenjangnya turun dari meja, tampak sadar diri bahwa yang tertua sudah hadir di ruangan itu. "Salahkan Yuvin, dia terus saja mengomel dan membentak, membuatku sakit kepala saja."
Yang dipanggil dengan sebutan Yuvin jelas menoleh. Urat-urat lehernya tercetak, menahan emosinya pada Hangyul ―pemuda kurang ajar di atas sofa― karena tidak ingin memancing Seungwoo untuk turun tangan secara langsung. Terakhir ia ingat, dirinya dan Hangyul harus menerima luka berat yang agak sulit disembuhkan karena tak memperdulikan kehadiran Seungwoo diantara perdebatan mereka. Suka tidak suka, Yuvin menarik nafasnya kasar dan menekan raungan marah dari dalam dirinya. Ia benar-benar tidak mau mencari gara-gara dan berakhir mengenaskan hanya karena perdebatan konyol antara dirinya dengan Hangyul.
"Bajingan tengik," gumam Yuvin ketus.
"Lihat?," Hangyul mengerang jengah dan memutar bola matanya. "Yuvin, bukan aku," dan setelahnya kembali menyamankan diri untuk bersandar di sofa.
"Kembalikan barang Yuvin, Hangyul."
Hangyul bergumam pelan, mengucapkan makian sengit begitu mendengar suara lain menyahut setelah memilih untuk diam dan memperhatikan sedari tadi. Telapaknya melemparkan benda tipis yang ternyata merupakan ponsel pada Yuvin dengan cukup keras hingga lawan debatnya mengaduh. Hangyul menatap Yuvin sengit melalui sudut matanya.
"Berterimakasihlah pada Jinhyuk hyung."
Pertengkaran antara dua alpha muda itu terhenti begitu saja. Keadaan di dalam ruangan kembali hening, seakan tidak terjadi apapun sebelumnya. Yuvin sudah memutar langkahnya dan masuk ke dalam ruangan yang memang menjadi miliknya, sementara Hangyul masih terduduk di sofa dan mati-matian menahan diri untuk tidak menaikkan kakinya dengan begitu kurang ajar di hadapan Seungwoo yang masih berdiri di sudut. Hangyul memang keras kepala, tapi untuk Jinhyuk dan Seungwoo, ia akan menurunkan kesombongan dalam dirinya dan mengalah saja.
Ayolah, memang terdengar memalukan. Seorang― atau seekor?, alpha tidak akan pernah menurunkan harga dirinya. Mereka lebih memilih mati ketimbang harus membungkuk dan menaruh hormat pada alpha lain, bahkan jika alpha itu merupakan keluarganya sendiri.
Tapi, hah, tidak. Terima kasih. Hangyul masih mau hidup ketimbang harus menghadapi Seungwoo yang tempramen dan Jinhyuk yang statusnya merupakan pemimpin mereka. Seungwoo saja tunduk pada Jinhyuk― akan jadi apa jika Hangyul memaksa untuk bersikap kurang ajar pada dua sosok itu? Terlebih, pada Jinhyuk, ketika alpha itu sudah angkat suara.
Bukan, mereka bukan pack. Mereka hanya para alpha yang tidak memiliki pekerjaan selain menghamburkan kekayaan masing-masing keluarga. Secara kebetulan, mereka merupakan anak para konglomerat― atau juga petinggi di strata sosial masyarakat yang dipertemukan oleh Moon Goddess untuk kemudian membentuk satu kelompok pertemanan. Mereka jelas butuh seorang pemimpin, meski pada dasarnya secara lahiriah mereka semua pemimpin, karena mereka adalah alpha. Seungwoo adalah sosok yang menunjuk Jinhyuk, alpha pendiam yang sebenarnya cukup baik, untuk menjadi pemimpin mereka.
Tidak ada banyak tanya atau perdebatan ketika Jinhyuk secara mendadak dijadikan sebagai yang nomor satu di kelompok kecil itu. Mereka yang ada di dalam ruangan tidak bertanya, kenapa Seungwoo memilih Jinhyuk. Tidak, mereka tau Seungwoo tidak memilih pria itu sebagai pemimpin hanya karena dirinya dan Jinhyuk sudah berteman sejak kecil. Mereka yang ada di dalam ruangan paham bahwa Jinhyuk memang yang paling pantas untuk dijadikan bintang utama, sebab Seungwoo sudah menentukan demikian.
Seungwoo adalah bencana kalau kau menentang segala keputusannya. Mungkin kau akan berakhir babak belur dengan lebam menghitam― itu sudah sangat bagus, sebab Hangyul sebagai pembuat onar nomor satu di kelompok itu pernah berakhir patah tulang dan nyaris sekarat karena mencoba menghadapi emosi Seungwoo. Dan ya, ini dia akhir dari jalan cerita kelompok kecil itu, dengan Jinhyuk sebagai pemimpin mereka. Jinhyuk tidak pernah turun tangan untuk melerai siapapun yang bertengkar di dalam kelompok, terutama Yuvin dan Hangyul yang sangat sering bertengkar. Tidak, atau mungkin belum. Pria itu biasanya hanya menegur seperti tadi, berbanding dengan Seungwoo yang akan turun tangan langsung dan mengajari adik-adiknya untuk menjadi alpha yang baik.
Kelompok itu cukup unik. Bukan karena mereka memiliki kekayaan yang sanggup meremukkan orang lain, tapi mereka cukup sulit dikendalikan. Tidak, Hangyul tidak membuat onar diluar sana. Mereka membuat onar. Beberapa kegiatan merupakan hal yang baik, contohnya, membantu Seungwoo melenyapkan orang-orang yang hendak membunuhnya dan mengambil alih posisi tinggi di perusahan milik sang pria. Singkatnya, mereka saling mendukung dan melakukan kenakalan layaknya pria muda di usia mereka.
"Hai, hai, hai. Kalian pasti rindu denganku― oh, bajingan mana yang membiarkan kaleng soda itu berakhir mengenaskan di lantai? Tak peduli sekalipun itu Jinhyuk, aku harap dia mau membereskannya― atau itu kau, Seungwoo?"
Terutama pemilik suara itu.
Ia dan Hangyul jelas bukan perpaduan yang bagus. Hangyul boleh saja bersikap kurang ajar, menghancurkan properti pemerintah, melakukan vandalisme hanya karena bosan, atau juga mengacau di dalam kelompok. Tapi tidak dengan pemilik suara itu. Ia jauh, jauh lebih baik untuk dihindari ketimbang si pembuat onar, Hangyul.
Kau tidak mau kepalamu meledak karena bersikap menyebalkan pada pria itu, benar?
"Aku akan membereskannya," Seungwoo mendengus kasar sebagai tanggapan. "Hangyul dan Yuvin berkelahi lagi."
"Menarik! Siapa yang tumbang kali ini? Mana Yuvin? Dia berakhir di rumah sakit?"
"Aku disini, dan aku baik-baik saja!," Yuvin menggeram dari dalam ruangannya, tak terima ketika namanya disebut dan diperkirakan sebagai sosok yang kalah dalam pertarungannya dengan Hangyul. Potong tangan Yuvin kalau ia mengalah pada Hangyul karena keinginannya sendiri. Ia tidak mungkin membungkuk pada sosok Hangyul karena kebencian tertanam jelas di dirinya. Tak peduli mereka kelompok pertemanan atau bukan, sebab Hangyul adalah sosok yang tak akan pernah cocok dengannya. Keduanya bagai air dan minyak― Hangyul akan jadi minyak karena ia selalu menyulut emosi.
"Tidak menarik!," sosok yang baru saja datang melemparkan tubuhnya pada sofa untuk duduk di sisi Hangyul. "Harusnya kau memulainya pertama, Yuvin benar-benar lemah di tengkuknya. Ia pasti akan terpancing setelah itu," bujuk sang pria pada Hangyul.
"Bilang pada Seungwoo hyung dan Jinhyuk hyung. Negosiasi saja dengan mereka."
"Hangyul yang mulai," Jinhyuk masuk dalam percakapan setelah kembali dari dapur dengan dua kaleng soda di tangan. Salah satunya ia berikan pada Seungwoo, mengganti soda yang sebelumnya bernasib menyedihkan. "Dia mengacau dengan menyentuh barang Yuvin."
Ada jeda keheningan sebelum akhirnya satu bogem secara mendadak mendarat di pipi Hangyul, menghempaskan tubuh sang pemuda ke sisi yang berlawanan dengan lawan bicaranya. Hangyul tersungkur di lantai dan mulai terbatuk. Percik darah meluncur diantara batuknya. Sebuah luka sobek di sudut bibir menjadi asal dari tetes darah itu.
Hangyul menggeram. Tangannya terkepal, menahan diri untuk tidak membalas tinju dadakan pria di sofa, sebab sekali lagi― ia tidak ingin berakhir terkapar di rumah sakit. Para perawat beta itu mungkin akan menertawainya karena harus bolak balik berkunjung ke rumah sakit dengan luka pukulan atau juga patah tulang karena mencoba melawan dua― sekarang tiga, melawan tiga sosok di dekatnya kini.
"Untuk anak nakal," jawab sang pelaku pemukulan dengan nada main-main. "Dan Song Yuvin, berhenti tertawa sebelum aku juga melakukan hal yang sama denganmu di kamar itu."
Yuvin mengumpat cukup keras dari dalam ruangannya dan kembali hening.
"Apa yang kau lakukan?," sosok di atas sofa menyandarkan kepalanya ke belakang guna memperhatikan sosok yang duduk diam di anak tangga menuju lantai dua markas mereka. Sosok yang ditanya hanya mengendikkan bahu dan melanjutkan aksinya, memperhatikan keadaan tanpa mau ikut terlibat. Ia menikmati saja rangkai kejadian dimana pada awalnya Hangyul mencuri ponsel Yuvin dan menggunakannya untuk mengakses situs porno, dan terakhir, ketika sosok di atas sofa menghajar Hangyul tanpa peringatan.
"Lebih menyenangkan melihat dari sini, Seungyoun hyung."
Seungyoun hanya mendecak, menanggapi pemuda di atas sana dengan maklum. Memang, Hwang Yunseong tidak akan pernah mau turun dan terlibat pada apa yang terjadi. Pria itu peduli, tapi sangat malas untuk menunjukkan kepeduliannya. Biasanya ia hanya akan mengejek Hangyul yang babak belur setelah berhasil mengundang Seungyoun di dalam pertengkaran yang terjadi. Meski cukup liar, Seungyoun adalah satu-satunya yang berhasil menghentikan keributan di dalam kelompok tanpa kekerasan ―karena Seungwoo sudah lebih dulu menghajar orang yang bertengkar―. Jika Seungwoo dapat menghentikan pertengkaran menggunakan ancaman dan kontak fisik, maka Seungyoun akan menghentikan pertengkaran tanpa menciptakan luka, atau juga meredam Seungwoo agar tidak memperburuk suasana.
Jarang sekali Seungyoun menghentikan perdebatan dengan pukulan. Biasanya ia akan memberikan bogem pada mereka yang menjadi akar masalah ―seperti yang Hangyul alami tadi. Hitung-hitung, pelajaran tambahan.
Dan sekali lagi, tanpa Jinhyuk harus turun tangan secara langsung.
Mencari masalah dengan Seungwoo sama dengan mati. Seungwoo mau melunak pada Seungyoun. Seungwoo segan pada Jinhyuk. Tiga rangkai yang akan menggiringmu pada tiang gantungan jika kau bertingkah sedikit saja dengan salah satu atau bahkan ketiganya.
Seungwoo selalu menunjukkan sisi hewaninya bahkan sekalipun ia berada di wujud manusia. Tipikal alpha yang bertindak dengan instingnya dan tidak repot untuk merasa kasihan. Jika Seungwoo berkata tidak, maka tidak. Jika ia mengatakan ya, maka ya. Apapun itu, yang pertama dijadikan patokan adalah Seungwoo.
"Kau tidak mengabariku ada yang bertengkar disini."
"Malas," jawab Yunseong sekenanya. Khas sekali, karena Yunseong memang tidak pernah berbasa-basi ketika menjawab atau menyampaikan sesuatu. Tak heran kenapa kalimatnya tak pernah lebih panjang dari Seungyoun atau Jinhyuk, atau juga dari Seungwoo ketika pria itu ingin banyak bicara. "Aku tau hyung akan segera sampai."
"Mana Kookheon?"
Oh, satu alpha lain yang melengkapi kelompok bermain ini.
"Tidur," Yunseong yang lagi-lagi menyahut. "Lelah menggunakan otaknya mungkin. Resiko orang jenius. Bukannya seperti Hangyul dan Yuvin yang sibuk kesana kemari."
"Kau mau bilang aku tolol?," Hangyul menoleh tak terima. Maniknya menajam, mengirimkan sinyal pertengkaran lain pada Yunseong yang tak begitu peduli.
"Bagus sudah sadar diri."
Sebelum perdebatan baru muncul, Seungyoun sudah menepuk pundak Hangyul dan merematnya pelan. Ia tersenyum melalui matanya yang membentuk garis lengkung, persis seperti bilah bibirnya yang melebar ke sudut berbeda. Untuk kesekian kalinya pada hari yang sama, Hangyul menekan sikapnya dan menghentikan kemungkinan pertengkaran lain. Padahal, dalam hatinya masih saja menyumpahi Yuvin di ruangannya, dan sekarang ditambah keinginan untuk merobek mulut tajam Yunseong sekali saja dalam hidupnya.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?"
Jinhyuk duduk pada kursi kayu yang terletak tak jauh dari sofa yang ditempati oleh Seungyoun dan Hangyul. Maniknya memang menatap ke dalam kaleng soda miliknya, menelusuri gelembung-gelembung minuman karbonasi itu, tapi senyum tipis yang tersungging di wajahnya cukup menjelaskan bahwa pikirannya tengah bekerja.
Kegiatan lainnya untuk bulan ini setelah mereka berhenti agak lama.
Seungyoun tersenyum lebar, mungkin hendak membentuk garis mengerikan di wajah tampannya. Ia tertawa panjang dan sangat keras hingga suaranya menggema mengisi sudut-sudut rumah yang mereka jadikan sebagai markas. Ia melompat secara tiba-tiba, membawa tubuhnya sendiri untuk berjongkok di atas sofa. Kedua tangannya menumpu di lutut dan saling tertaut, tampak siap mendengar apa yang Jinhyuk rencanakan. Meski ia tau, apapun itu, pasti akan berakhir dengan begitu asyik dan indah.
Seungyoun tidak sabar melihat seni yang Yunseong ciptakan.
Ia tidak sabar menikmati kegilaan yang Hangyul akan ciptakan.
Seungyoun tidak sabar untuk melepaskan dirinya sendiri.
"Kalian pasti bosan," Jinhyuk berbicara dengan nada sedih yang agak menggelikan. Bahkan Seungwoo sudah meluncurkan tawa kecil mendengar kepura-puraan yang menjadi nada bicara Jinhyuk. "Akhir pekan, kita pergi."
"Hell, I'm so ready!"
Seungyoun sekali lagi melompat, kali ini ia berguling ke belakang, melewati sofa, kemudian berlari masuk ke dalam ruangan miliknya. Mungkin, ia akan mempersiapkan segalanya, mengingat akhir pekan berarti tiga hari dari sekarang. Dipastikan pemuda itu hendak melakukan segalanya dengan sempurna, tak ingin membiarkan tangan-tangannya yang haus harus merengek karena tidak puas.
"Yuvin?"
"Akhir pekan bukan masalah," balas pria itu pada panggilan Seungwoo.
Mereka yang tersisa sudah membubarkan diskusi. Yunseong menghilang ketika Seungyoun beranjak. Ia kembali ke kamar miliknya, mempersiapkan lantunan indah yang akan ia perdengarkan pada siapapun di akhir pekan. Senyum tipis terukir di wajahnya sebelum menghilang di balik pintu, senyum akan rasa bahagia menyambut kegiatan kelompok mereka.
Tak jauh beda, Seungwoo dan Hangyul juga masuk ke dalam ruangan mereka. Meski tak banyak yang mereka siapkan, terutama Hangyul, tetap saja mereka ingin untuk tampil tanpa cela kali ini. Mereka ingin penampilan mereka sama baiknya dengan yang terakhir. Ruang tengah kini hanya menyisakan Jinhyuk yang duduk, tak berniat mempersiapkan apapun dan lebih memilih untuk menghabiskan sodanya.
"Pesta lainnya. Sayang sekali."
○
○
○
○ 7 rings. ○
○
○
a/n: ya ampun..... i've told ya guys, flop banget ini pasti huhuhuhu:( ga jelas banget sih aku ngetik apaan:((
Maap ya gaes aneh, pertama kali nulis ABO!vers soalnya. Terus, ABO!vers punyaku bakal beda ya dari yang lain. Aku punya ketentuan sendiri bCS EXCUSE ME THIS IS MY STORY HEHEHEHE🤙🏻
Masih mau baca ga kalian?:(
With luv,
Jinny.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top