( 𝟙𝟜 ) °• 𝓵𝓮𝓮 𝓱𝓪𝓷𝓰𝔂𝓾𝓵 .
stream HINAPIA. oq?💕
ada foto badut di bawah⚠️⚠️
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
Malam terasa lebih dingin dari biasanya. Batang pohon saling menabrakkan diri pada bangunan atau kaca terdekat akibat tiupan angin yang cukup kencang menimbulkan bunyi derak panjang, memecah kesunyian malam kala itu. Bahkan tidak ada satu pun suara hewan malam seperti burung hantu yang biasanya bersahutan.
Sepi, sepi sekali. Jam menunjukkan pukul dua pagi ketika lilin yang dinyalakan kedua pemuda itu menipis. Lilin terakhir mereka sebelum kegelapan menjemput, menyadarkan mereka atas fakta perbuatan yang mereka lakukan. Yang lebih muda tampak meringkukkan kakinya, menepis dingin yang terus saja mengganggu tubuh kecilnya. Di hadapannya, sosok yang tidak jauh lebih tua darinya tengah menatapi lilin tanpa sekalipun merasa terganggu dengan terpa angin malam. Maniknya melukiskan kegusaran dan rasa kesal yang berkepanjangan.
"Apa tidak apa kita kabur seperti ini, hyung?"
Kontak mata dengan bara api terputus. Pemuda dengan balutan baju hitam menatap naik pada lawan bicaranya. Ia tidak langsung menjawab. Sempat terjadi jeda ketika ia menghisap batang nikotin yang terselip di antara jarinya. Rokok terakhir yang mungkin akan ia hisap, sebelum ia harus memutar otak untuk bertahan hidup. Dan kini, beban itu bertambah dengan kehadiran sosok dengan surai hitam yang menatapnya penuh keraguan. Ia paham betul, pemuda itu tidak menyetujui tindakan mereka sejak awal.
"Memangnya kau tahan kalau terus menerus ditanya kemana perginya diriku?"
"Tapi mama—"
"Persetan dengan wanita itu," batang nikotin yang terselip di jari terjatuh ke tanah. Sepatu yang dikenakannya menginjak rokok yang sudah menemui ujungnya, mematikan candu yang selama lima bulan terakhir ini menggelayuti paru-parunya.
Hangyul tidak pernah menyukai gagasan kabur yang dicetuskan oleh hyungnya. Baginya, rumah panti yang ia diami saat ini adalah definisi rumah terbaik yang dapat ia temukan. Melindungi hyungnya yang bertingkah cukup nakal menurutnya sudah lebih dari cukup. Namun, menuruti hyungnya yang lahir di tahun yang sama dengan dirinya tetap saja dilakukan Hangyul muda. Hangyul hanya ingin membuktikan bahwa pernyataan hyungnya mengenai si-penurut-Hangyul adalah salah, pada awalnya.
Kini Hangyul mencemaskan mama yang pasti mencari keberadaan mereka berdua. Atau mungkin hyungnya sebagai anak kandung sang pemilik panti asuhan? Entah. Hangyul hanya ingin kembali, menjemput rumah yang baru ia tinggalkan selama dua puluh jam.
"Aku mau pulang," Hangyul menyerah. Tubuhnya bergetar, tak lagi kuasa menahan terpaan angin malam yang menusuk hingga ke dalam sumsum tulangnya. "Pulang, Kim. Mama pasti memaafkanmu. Selagi kau punya rumah, kembali. Jangan memisahkan diri seperti ini. Kau belum mengerti bagaimana kesepian menghancurkanmu nanti."
Kotak kosong rokok milik hyungnya terlempar, menabrak kepala Hangyul dengan cukup keras, hingga kotak itu terpental dan jatuh kembali di tanah. "Pulang saja sana. Aku tidak mau. Sampai jumpa lagi, Hangyul."
Andai Hangyul tau, percakapan mereka yang dipenuhi emosi kala itu menjadi percakapan terakhir mereka, Hangyul mungkin akan memilih untuk duduk lebih lama dan menemani hyungnya hingga pemuda keras kepala itu menyerah dan kembali ke rumah mereka— rumahnya, rumah pemuda itu.
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
"Selamat datang, tuan muda."
Manik Hangyul naik, tak lagi menatapi sofa yang ia duduki. Irisnya bertubrukkan dengan sosok tinggi bersurai hitam yang baru saja masuk ke dalam rumah. Mereka saling pandang, cukup lama, hingga akhirnya Hangyul menjadi yang pertama memutus kontak mata mereka. Rasa tidak nyaman hinggap di hatinya, mengusik rasa tenang yang berusaha ia bangun sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah megah ini.
Rumah barunya terasa begitu menakutkan. Hangyul sedikit tidak menyukai aura yang melingkari rumah itu; persis seperti jeruji besi yang mengikat hal buruk di dalamnya. Rumah yang Hangyul tinggali selama hidupnya adalah rumah yang nyaman, hangat— rumah yang membuatnya menemukan makna keluarga dan kasih sayang. Ada rasa sakit dalam hatinya ketika mama menjelaskan keadaan finansial yang mendesak mereka karena para donatur mulai mencabut donasi tetap mereka, mengakibatkan sebuah paksaan pada panti asuhan itu untuk mempromosikan adopsi, guna memangkas pengeluaran mereka yang cukup banyak.
Hangyul menjadi korbannya. Entah dapat disebut cukup beruntung atau sial ketika keluarga terpandang kaum werewolf datang ke panti asuhan mereka dan menunjuk Hangyul sebagai anak adopsi ketika manik mereka bertatapan. Hangyul tidak mengerti, apa yang dicari keluarga itu dari sosok sepertinya. Hangyul tidak mau mencoba memahami. Ia merasa dipermainkan oleh takdir, seakan dirinya adalah barang yang akan terus dipindahtangankan.
Hangyul tidak suka perasaan terbuang. Hangyul tidak suka kesendirian. Rasa sepi itu menjadi pecut baginya untuk tersadar bahwa sesungguhnya ia memang tidak memiliki siapapun di dunia ini.
"Duduk, Jinhyuk."
Pemuda yang semula masih berdiri di ambang pintu terdengar menghela nafasnya pelan. Ketukan sepatunya menggema, menggetarkan keberanian yang coba Hangyul genggam. Ada satu hal yang terasa mengganggu Hangyul. Pemuda bernama Lee Jinhyuk itu membuatnya enggan untuk menatap langsung pada matanya. Bahkan duduk berhadapan seperti saat ini terasa menciutkan nyali Hangyul dan memangkasnya tanpa sisa.
"Perkenalkan, adik barumu. Sekarang dia bernama Lee Hangyul."
"Hai."
Hangyul melirik takut-takut dari balik poninya yang cukup panjang. Lagi-lagi, karena mama tidak memiliki uang dan waktu untuk memangkas rambut anak-anaknya, tak terasa Hangyul sudah memiliki rambut sepanjang itu. Setidaknya, dengan begini, ia tidak perlu bertatapan langsung dengan pemuda di depannya tanpa penghalang apapun.
"Hai— hyung."
"Sudah? Aku mau naik."
Jinhyuk beranjak dari sofa, meninggalkan kedua orang tuanya yang berdecak dan memaki sikap tidak sopan yang Jinhyuk tunjukkan. Lega terasa mengguyur ketika kakak barunya beranjak meninggalkan tiga manusia termasuk dirinya. Meski kemudian Hangyul harus menunduk ketika mendengar makian yang cukup kasar meluncur dari bibir kedua orang tua barunya, ia tetap mensyukuri kepergian Jinhyuk dari percakapan mereka.
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
Ada banyak hal yang Hangyul pelajari ketika dirinya resmi berstatus sebagai anak angkat keluarga Lee. Bagaimana dunia bekerja, betapa keras hal yang harus dihadapi, banyaknya kebencian yang menari-nari melingkari setiap insan— Hangyul hanya perlu melihat semuanya di dalam kelompok kecil yang ia sebut sebagai keluarga barunya. Sejak awal, Hangyul sendiri tidak terlalu berharap dirinya akan memulai kehidupan baru sebagai salah satu anggota keluarga konglomerat dengan baik-baik saja. Itu kenapa, dirinya tidak terlalu terkejut ketika kedua orang tua barunya menjerat dirinya dalam jeruji besi.
Kehidupan mewah yang di terima kontras dengan kesehatan mental Hangyul seiring berjalannya waktu. Tuntutan untuk merubah diri dari seekor makhluk yang terbuang menjadi anggota keluarga werewolf terpandang terkadang terasa begitu menyesakkan dadanya. Makian, tamparan, kekerasan fisik lain kemudian menjadi makanannya sehari-hari. Banyak yang harus Hangyul kubur jauh-jauh di dalam dirinya, termasuk karakter yang selama ini terbentuk dari kehidupannya. Hangyul menciptakan dirinya sebagai sosok yang berusaha memenuhi keinginan orang-orang di sekitarnya.
Aneh ketika memikirkan ulang kenapa Hangyul harus repot-repot menyesuaikan jiwa dan raganya dalam lingkar kejam ini. Perasaan itu muncul dari tipu daya di dalam kepalanya yang mengatakan bahwa inilah yang ia cari. Keluarga Lee adalah satu-satunya yang mampu memberikan rasa aman dan segala hal materiil yang Hangyul butuhkan. Mereka berhasil memanfaatkan sisi lemah Hangyul dan mengendalikan situasi agar tetap berada di dalam porosnya, sekalipun mereka menambah anggota baru.
Permainan psikologis mereka begitu cerdik, sangat cerdik, hingga Hangyul berhasil jatuh dalam genggaman mereka.
Hangyul tidak pernah menolak rasa sakit yang ia terima. Otaknya mulai memerintah lain, mengatakan bahwa ini semua pantas ia dapatkan. Ia salah, ia tidak sesuai dengan jalan yang dibentuk. Ia tidak memenuhi apa yang orang lain inginkan. Memangnya, siapa dirinya, hingga berani menentang mereka-mereka yang pada kenyataannya memiliki status jauh di atas dirinya? Hangyul memang pantas mendapatkan beban yang seharusnya ditanggung seseorang yang berutang budi seperti dirinya.
Ia tidak pernah mempertanyakan sikap orang tuanya yang begitu berbanding terbalik pada hyungnya. Mereka tetap kejam— mencibir Jinhyuk, membandingkannya dengan orang lain di luar sana, namun sekalipun Hangyul tidak pernah melihat kontak fisik antara Jinhyuk dengan orang tuanya. Tidak, tidak seperti dirinya yang terkadang harus meringkuk kesakitan saat pelayan membersihkan luka di tubuhnya.
Jinhyuk sendiri tampak tidak repot menanggapi orang tua mereka. Pria itu akan diam hingga keduanya tak lagi membuka mulut, kemudian pamit undur diri, seakan permasalahan yang tersaji di depannya bukanlah hal yang harus diselesaikan saat itu juga. Jika sudah seperti itu, terkadang sang kakak akan masuk ke dalam kamar Hangyul, menemani Hangyul yang tengah menyesap rokoknya di balkon kamar. Di antara keduanya, tidak ada percakapan yang berarti. Manik keduanya tidak saling bertabrakan. Mereka akan sibuk memperhatikan bintang di langit dan berkelana dalam pikiran mereka masing-masing, seperti saat ini.
"Hangyul."
"Ya, hyung?"
"Bagaimana rasanya hidup di luar sana?"
Hangyul paham maksud perkataan Jinhyuk. Pria itu mempertanyakan tentang bagaimana rasanya terlepas dari sangkar emas yang dibentuk oleh kedua orang tua mereka. Hangyul bingung. Ia tidak memiliki jawaban untuk itu. Semuanya terkesan sama saja. Pada akhirnya, kesepianlah yang akan menemani dirinya di setiap detak jantungnya.
"Menyedihkan," Hangyul tertawa kecil. Ia mematikan rokok yang masih tersisa setengah. Entah kenapa, bibirnya merasa tak lagi membutuhkan batang candu itu. Pikirannya yang kalut berhasil mengalihkan atensinya dari sensasi menggelitik yang terdapat di setiap tarikan nafas dengan rokok terselip di bibir. "Tidak ada apapun di luar sana kecuali rasa sakit. Semuanya sama saja. Baik disini maupun di luar sana, yang terbuang memang akan tetap terbuang."
Mereka diam setelah Hangyul menyampaikan gagasannya. Jinhyuk masih memandangi bintang, berbanding dengan Hangyul yang menatap kakaknya, menanti jawaban yang akan diucap. Sesekali, Jinhyuk tampak membuka mulutnya, hendak mengucap kata, sebelum akhirnya ia urungkan kembali. Hal itu terus saja berlanjut hingga tak terasa dua puluh menit mereka habiskan dalam keheningan yang dipenuhi rasa penasaran.
"Banyak yang terbuang di luar sana, jangan khawatir. Mereka sama seperti kita; tumbuh di lingkungan yang salah."
"Bagaimana denganmu, hyung? Apa kau terbuang?"
Kali ini, Jinhyuk menolehkan kepalanya. Maniknya menatap Hangyul cukup lama. Lagi-lagi, pria itu tampak berpikir; memilah kata apa yang hendak ia paparkan di depan Hangyul. Beberapa kali, keduanya saling menatap, mencoba mencari dan memberikan jawaban melalui pandangan mereka. Jinhyuk tampak menghela nafasnya pelan, menyerah pada Hangyul yang menatapnya penasaran.
"Aku? Aku harus dibuang."
"Kenapa?"
Untuk pertama kalinya, Hangyul melihat senyum di wajah Jinhyuk. Pemuda itu tersenyum dengan tulus padanya. Hangyul tak dapat berbuat banyak saat Jinhyuk menepuk puncak kepalanya, memberikan usapan seakan Hangyul baru saja melakukan sesuatu yang begitu membanggakan. Hampir tidak pernah ada yang mengusap kepalanya seperti ini, dan Jinhyuk, kakak angkatnya, melakukannya untuk pertama kalinya. Rasa hangat mengisi puncak kepalanya, menghantarkan sengatan aneh di dalam diri Hangyul.
"Kau sudah melakukan yang terbaik."
Di hari itu, Hangyul merasa, kerja otaknya mengalami kemunduran yang begitu pesat. Bahkan setelah Jinhyuk beranjak dari balkon, meninggalkan Hangyul, pemuda itu masih saja mematung dalam keterkejutan. Masih banyak hal yang Hangyul pertanyakan mengenai Jinhyuk. Tentang diamnya, tentang tekanan yang selalu dibawanya— tentang segalanya. Segala hal dalam diri kakaknya adalah hal paling misterius yang pernah Hangyul temui.
Sudut dalam hati Hangyul bertanya, namun juga menjawab dirinya sendiri. Mungkin, mungkin Hangyul-lah yang harusnya menjaga kakak angkatnya.
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
Hari dimana Hangyul memutuskan untuk keluar dari porosnya adalah hari dimana Hangyul mengubur segala kenangannya dalam-dalam. Hangyul tidak lagi menjadi sosok yang sama. Hantaman fakta yang terpapar di depannya menjadikan ia sebagai Hangyul yang sesungguhnya; tanpa repot-repot mempedulikan orang lain, mengurung sisi baik dan hatinya sendiri di dalam sana hanya untuk tetap menjadi adik yang berguna bagi Jinhyuk.
Hangyul mendeklarasikan dirinya sebagai boneka yang akan menuruti kemauan kakaknya, apapun itu. Tak ada lagi pengertian dari kata baik dan buruk di dalam kamusnya. Karena bagi Hangyul, apapun yang Jinhyuk katakan dan perintahkan, sudah pasti menjadi yang terbaik bagi mereka berdua. Lagipula, Hangyul sudah terbiasa menjadi seorang penurut, menggantungkan dirinya pada orang lain, tanpa mencoba memberi kebebasan pada dirinya sendiri.
Jinhyuk tidak pernah mengekang Hangyul. Apapun yang pemuda itu inginkan, maka ia boleh mendapatkannya. Tapi Hangyul cukup sadar diri, bahwa kebebasan yang ia dapatkan saat ini, semua karena kakaknya seorang. Hangyul memutuskan untuk mengikatkan dirinya pada sang kakak, sekalipun kakaknya menolak ide itu. Hangyul tau, kakaknya adalah sosok baik yang juga dipermainkan oleh takdirnya sendiri. Sekalipun sang kakak menolak menganggap Hangyul sebagai sosok yang mengabdikan diri padanya, Hangyul tetap akan membatasi perannya sebagai adik, dan menjadikan dirinya sebagai tangan Jinhyuk kapanpun sang kakak membutuhkannya.
Memang, terkadang, rasa iri hinggap di hati Hangyul. Melihat bagaimana Yuvin mengeluh tentang keluarga, membuatnya menyadari bahwa saat ini ia tidak memiliki siapapun selain Jinhyuk. Bagaimanapun, status keluarga angkat entah kenapa masih melekat di benak Hangyul. Semua, semua orang yang berada di dekatnya memiliki masalahnya sendiri dengan keluarga. Dan Hangyul hadir di antara mereka, tidak pernah mengerti apa arti keluarga.
Hangyul ingat, ketika ia melihat sang mama menatap dalam di antara tangis kala itu, Hangyul tidak lagi menoleh. Ia menyaksikan di sisi mobil, bagaimana para pekerja meluluhlantakkan panti asuhan yang telah membesarkannya. Puing-puing bangunan yang juga menjadi rumah sang mama bernaung, habis diratakan dengan tanah akibat perjanjian hutang yang tak dapat dilunasi. Ini bukan salah Hangyul, sebagai anggota baru keluarga Lee, tempat mamanya meminjam pundi-pundi uang untuk keberlangsungan panti asuhan. Hangyul hanya bekerja sesuai apa yang diperintahkan padanya. Lagipula, panti asuhan itu tidak lagi terasa sebagai bagian dari apa yang ia anggap sebagai keluarga.
Mereka tidak pernah bertanya tentang Hangyul. Mereka benar-benar melepaskan tangan mereka tanpa peduli bagaimana Hangyul tumbuh besar di keluarga barunya. Kata mama, keluarga, semuanya terhapus oleh kelabu yang mengisi ruang di dalam dada Hangyul.
Hangyul hanya iri, dan dipenuhi rasa sakit hati yang telah mengakar kuat.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
.⠀⠀.⠀⠀.
.⠀⠀.
.⠀.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
H, first liner.
% anak angkat keluarga Lee.
= dipastikan kebenarannya. adik Lee Jinhyuk.
% membentuk karakter baru untuk dirinya sendiri.
= dipastikan kebenarannya. sengaja dilakukan sebagai bentuk kebebasan, pengalih rasa kesepian.
% masih mencari arti keluarga.
= terkadang.
% topeng yang menggambarkan dirinya.
= mengekspresikan sosok bocah berusia tujuh tahun yang nakal— ivory, identitas asli yang ia miliki.
% kesepian. menginginkan perhatian, rasa hangat dari kasih sayang, persis seperti usapan Jinhyuk waktu itu.
= sangat.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
○
○
○
○ 7 rings ○
○
○
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
a/n: bingung ga?
inget bagian Hangyul nembak Sihoon? dia bilang apa? aneh kerja pakai identitas deity sendirian. kenapa? karena dia biasa ngikutin orang lain. cuma nurutin orang lain. makanya waktu ngelakuin tindakan yang sesuai kemauannya sendiri, dia ngerasa aneh.
( stream HINAPIA )
emang ya disini banyak disebutin Jinhyuk. karena, memang peran dia sebesar itu di hidup Hangyul. tapi, tetep kerasa kan, kalau chapter flashback ini nyeritain tentang Hangyul?
inget bagian beberapa kali Sihoon ngerasa Hangyul itu bukan Hangyul? Like, nyembunyiin dirinya? ya gimana ya, mate sih, jadi hal kecil kayak gini aja bisa diliat😌
kalau kalian follow twtku, ada di satu situasi aku nyebutin spoiler wkwkwkw— dang. tapi bukan Hangyul. Tapi bakal berkaitan sama Hangyul.
ga usah dicari sih. udah ketimbun jauh. bye banget💁🏻♀️
jangan lupa stream HINAPIA, y'all. they didnt come to play.
aku nyebutin Jinhyuk banyak disini doesnt mean dia bakal keluar cepet y. masih ada Yunseong, sama Seungyoun. pokoknya, makin belakang, makin ruwet :)
tapi asli deh, susah banget ngeluarin Jinhyuk. Momen yang pas tuh ga ada, bingung:(
With luv,
Jinny.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top