Chapter 3
Mimpi! Pasti cuma mimpi sialan!
"Hah!"
Ini .... di mana?
Layla membuka mata, menarik napas panjang dan dalam, kemudian mengembuskannya dengan sangat cepat. Ia mengulanginya beberapa kali. Kemudian, saat netranya menatap ke sekeliling, kondisi kamarnya tampak asing. Langit-langit putih bercorak ukiran karya seni berkualitas tinggi dengan lis keemasan, tepat dengan lukisan wanita bersayap yang seperti dewi di tengahnya.
Apa ini surga? Pikirnya kemudian. Tidak, aku pasti sudah gila. Kemarin itu ....
"Nona! Nona!" Seorang gadis muda berlarian, kemudian menyibak tirai di ranjang tempat Layla berbaring. "Nona, Anda tidak apa-apa? Apa ada yang sakit? Perlu saya panggilkan Nyonya atau dokter?"
Layla menatap kosong pada perempuan yang tampak panik itu, seragam pelayan yang melekat padanya terlihat lusuh. Juga tirai tempat tidur yang warnanya sudah mulai pudar ini. Seolah mereka sudah digunakan dalam waktu yang lama, dan tak pernah satu kali pun diganti. Layla sibuk dengan pikirannya sendiri, mencoba menggali informasi di dalam ingatan yang kacau sejak kemarin.
Perampok, kematian, pria gila yang menyiksa wanita lemah, dunia yang berbeda .... dan aku yang menjadi wanita itu.
"Nona?" Pelayan itu menatap Layla dengan khawatir.
Layla menyingkap selimutnya dengan terburu-buru, kemudian mencari cermin dan ....
"Tidak mungkin!"
Pelayan wanita itu mengikutinya dengan mimik khawatir "Nona, ada apa?"
Layla tidak peduli. Ia lantas memeriksa tubuhnya. Menyingkap lengan panjang gaun tidur dan rok, membuka resleting dan membiarkan gaun itu lolos. Tapi, apa yang ia cari tidak ada. Layla menatap lagi pantulan bayangan di cermin, berputar dan memastikan tubuhnya tidak cedera sama sekali. Kemudian bayangan adegan penyiksaan itu terulang kembali di benaknya.
"Apa itu mimpi?" Layla bicara pada dirinya sendiri. Sepasang mata amber yang menatapnya lewat pantulan cermin membuatnya semakin bingung saja. "Kalau itu mimpi ... bagaimana bisa aku ...."
Layla menelan salivanya, dan tiba-tiba ia menyadari bahwa dirinya dalam bahaya. Kalau benar mimpi ... apakah ini berarti kalau sekarang jiwaku yang masuk ke tubuh ini adalah istri orang gila tadi?
"Siapa namamu?" Layla berbalik, menatap pelayan wanita yang khawatir sampai hampir menangis.
"Leah!" Serunya cepat. "Apa Nona ... Nona tidak mengingat saya?"
"Ini ... di mana?" Layla bertanya lagi, memastikan apakah ia masih berada di tempat orang gila itu.
"Apa Anda benar-benar tidak apa-apa?" Leah menggigit bibir bawahnya. "Ini adalah rumah Nona! Apa yang terjadi sebenarnya? Apa saya perlu memanggil dokter?"
"Rumah yang mana?" Layla menghela napas, dia tahu kalau ini rumahnya. Tapi, apa benar rumah orang gila itu atau bukan?
"Kediaman Count Reygan, tentu saja!" Leah menjawab cepat. "Nona adalah putri bungsu Tuan Count."
Layla akhirnya bisa sedikit merasa lega. Ia kemudian berbalik menatap cermin. Memakai kembali gaun tidurnya, dan memerhatikan wajahnya lamat-lamat. Orang yang bayangannya dipantulkan cermin sekarang bukanlah Layla. Ia tidak memiliki bola mata berwarna amber dan rambut coklat gelap yang cantik. Gadis itu juga tidak punya waktu untuk merawat kulitnya sampai sehalus ini.
"Leah ...." Layla menatap pelayan wanita itu. "Siapa namaku?"
"Nona, apakah mungkin Anda ... tidak mengingat apa-apa?" Leah membekap mulutnya kaget.
"Apa yang sudah terjadi sebelumnya?" Layla menatap Leah lamat-lamat.
Kemudian, tepat saat itu Layla merasa pikirannya kosong mendadak penuh dengan berbagai macam ingatan yang bukan miliknya. Memori itu seolah ditarik oleh alam bahwa sadar pemilik tubuh ini.
Claire Eliza Reygan, 20 tahun, anak diluar nikah Count Ignatius Cooper Reygan, sangat dibenci oleh Ibu tirinya, Vivian Haxell Reygan.
"Nyonya ... Nyonya Vivian ...." Leah tampak ragu-ragu sebelum melanjutkan. "Karena Anda tidak mau mengikuti perjodohan yang diatur oleh Nyonya, Anda melompat ke danau belakang dan hampir tenggelam."
Layla langsung memegang kepalanya yang terasa pening.
"Nona! Apa Anda tidak apa-apa?" Leah panik lagi.
"Aku baik-baik saja. Tolong keluar dulu, Leah. Biarkan aku istirahat sebentar." Layla duduk bersandar di sofa besar lusuh yang terletak di samping ranjang.
Claire ... apa yang harus kulakukan sebagai dirimu?
Akan tetapi, belum sempat Leah keluar, pintu kamar Layla terbuka kasar. Seorang wanita masuk. Dengan dagu terangkat, ia menatap Layla tajam. Mata hijau gelapnya yang memicing itu menatap dengan kesan tegas dan dingin.
"Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?" Wanita yang tampak seperti berada di awal usia empat puluhan itu menyeringai, kemudian bergerak cepat menghampiri Layla, dan menarik rambutnya kasar. "Kau pikir akan lepas dari masalah kalau bertingkah, anak sialan?!"
Layla mengernyit, dan semua ingatan Claire memenuhi kepalanya lagi.
"Nyonya, saya tidak mau menikah dengan orang itu." Claire berlutut memohon. "Tolong jangan biarkan saya menikah dengan orang itu!"
"Ini adalah belas kasih terakhir yang bisa kuberikan pada anak haram sepertimu! Mengertilah!"
"Tapi ... Nyonya, Tuan George seusia ayah ...."
"Hah! Banyak tingkah!" Wanita itu menepis kasar Claire dengan kakinya. "Kalau bukan Tuan George, siapa yang mau menikahi anak haram sepertimu? Sadar dirilah, Claire!"
"Nyonya ... saya mohon ...."
"Nyonya saya mohon ...." Layla mengikuti kalimat terakhir Claire dalam ingatannya, sengaja menggantung kelanjutan kalimatnya. Vivian Haxell Reygan ... iblis di rumah Tuan Count, batinnya.
Wanita itu menyeringai. Mendengar Claire tetap memohon seperti itu, berarti ia masih merupakan gadis lemah dan bodoh seperti biasanya. Vivian merasa kemenangan akan ada di pihaknya. Sekilas, Claire terlihat seperti orang yang berbeda, syukurlah kalau dia ....
"Sebaiknya Anda berhenti mencoba menjual saya ke sana kemari." Lanjut Layla dengan seringai yang sama tegasnya seperti yang ditunjukkan Vivian saat masuk tadi.
Seketika mata Vivian membola, rasa kesalnya mendadak memuncak hingga ke ubun-ubun. "Dasar tidak tahu diri! Di dunia ini, mana ada ibu yang lebih baik daripada aku? Kau sudah masuk usia emas pernikahan, sudah tugasku sebagai ibumu untuk mencarikan suami."
Vivian melepaskan rambut Claire, berganti menangkup kasar wajahnya. "Ingatlah, Claire ... kau bukan siapa-siapa tanpa Reygan dibelakang namamu."
"Hah!" Layla mendengkus, wanita ini benar-benar membuat kesabarannya menipis. "Berapa yang Nyonya dapatkan kali ini?"
Ketika serbuan ingatan Claire masuk ke dalam kepalanya, Layla mendadak merasa sial. Meskipun di saat yang bersamaan ia juga merasa beruntung karena ternyata semua kejadian tentang pria gila yang memukulinya itu cuma mimpi. Akan tetapi, kondisi kehidupan Claire sekarang juga tidak bisa dibilang baik. Gadis lemah yang dikurung di kamar loteng itu terbiasa pasrah dengan segala perlakuan Vivian. Bahkan, pemberontakan terakhir yang bisa ia lakukan cuma sebatas bunuh diri.
Layla tidak akan memilih jalan itu. Setidaknya, Claire 'kan tidak harus duduk berjam-jam sambil mendengarkan keluhan dan caci maki pelanggan. Sekarang ia akan membuat takdir yang berbeda. Ia bukanlah Claire yang akan mencium kaki Vivian jika wanita iblis itu memintanya. Bahkan, melihat tingkah laku jahanam wanita itu sekarang sudah membuat Layla ingin membalas semua perbuatan kasarnya.
"Anda tidak mau memberitahu saya?" Layla tersenyum tipis. "Saya tebak ... lebih banyak dari pada mahar yang diberikan Tuan George?"
Gigi Vivian mengancing. Dia menatap nyalang Layla dengan mata hijau gelapnya yang tajam. "Tentu, akan kupastikan kau terjual sangat mahal dengan wajah ini."
"Oh, Anda cepat sekali mengakuinya." Layla tertawa pelan.
Lalu satu tamparan keras mendarat di pipi Claire. "Dasar jalang kecil sialan!"
Vivian murka. Ia benar-benar merasa terhina karena kata-kata yang dilontarkan anak tirinya itu. "Akan kupastikan untuk menjualmu dengan harga tinggi pada orang yang akan membuatmu sangat menderita!"
Vivian menatap Leah tajam. "Jangan berikan dia makanan dan air selama tiga hari!"
Layla berdecih, tepat saat seorang pelayan lain dengan seragam yang lebih bagus datang menemui Vivian, kemudian membisikkan sesuatu. Anehnya, setelah mendengar kabar itu wajah Vivian terlihat sumringah. Ia menatap wajah Claire lamat-lamat, sebelum akhirnya mata mereka bertemu, dan Layla sama sekali tidak berusaha menghindari tatapan itu seperti Claire yang asli.
"Lebih baik kau bersiap-siap." Vivian menyeringai lagi, kemudian diikuti oleh suara tawa menggelegar yang bisa membuat siapapun takut. "Karena kau akan terjual dengan sangat mahal kepada orang paling bengis di Wilayah Barat!"
Vivian pergi tanpa berbalik, kemudian pelayan yang bersamanya melemparkan secarik surat permohonan pengajuan pernikahan. Suara tawa Vivian masih terdengar meski ia sudah melewati lorong kedua dari kamar Claire.
Leah terlihat takut, tapi ia buru-buru menghampiri Claire yang masih terdiam di tempatnya. "Nona! Anda baik-baik saja, kan?"
Layla menatap Leah, kemudian mengusap kepala gadis itu. "Apa aku terlihat akan mati?"
"Ti-tidak."
"Kalau begitu, aku baik-baik saja." Layla tersenyum tipis. Ia bangkit dan memungut kertas surat yang dilemparkan pelayan Vivian.
Saat melihat surat itu, Layla tidak menyangka akan bisa membacanya. Tapi ternyata ingatan Claire membantu banyak hal. Meskipun begitu, ada satu hal yang langsung membuat Layla gemetar ketakutan saat hendak membaca surat itu, yaitu nama pengirimnya: Marquess Jake Cilton Pebble.
"Ibu tirimu yang sialan itu sudah menerima sebuah tambang perak, tapi dia terus mengemis dengan tidak tahu malu!"
"Padahal uang, permata, gaun, dan sepatu yang kau pakai, bahkan sampai makanan yang kau makan, adalah milikku ... Jake Cilton Pebble!"
"Aku akan mengajarimu bagaimana caranya jadi istri yang penurut."
"Kau berani bersuara? Kau tidak tahu di mana kesalahanmu, hah?!!"
"Nah, Claire-ku yang manis ... bagaimana kalau kita bersenang-senang sekarang? Kau pasti tidak mau dihajar lagi, kan?"
"DASAR WANITA SIALAN!!!"
Ingatan-ingatan dari mimpinya datang bertubi-tubi ketika nama Jake Cilton Pebble muncul di benaknya. Layla melemparkan kertas itu. Ia gemetar sampai jatuh duduk. Leah tampak khawatir.
"Nona Claire!" serunya saat Layla tiba-tiba meringkuk ketakutan. "Nona! Anda tidak apa-apa?"
Layla mencoba menenangkan diri. Tapi, selain jiwanya, tubuh Claire juga tampaknya memberikan respon yang luar biasa takut pada pria itu. Ada apa?
"Tidak!" Layla memaksakan dirinya untuk lebih tenang. "Aku tidak akan menikah dengan pria gila ini."
—
👑💎💍💎👑
Hai Berries! Long time no see~ Akhirnya saya bisa update chapter 3 juga ya hahaha. Sebenarnya bagian paling sulit dalam menulis isekai itu pas adegan pindah dunia. Bingung aja gitu menuliskan bagian fantasy paling crusial yang juga awal penciptaan dan titik mula membangun world building cerita ini kedepannya. Baiklah, happy reading! See you on the next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top