Hari 4 | Album

Hari keempat dirinya tinggal seatap dengan Akashi, seorang pemuda yang dianggapnya sebagai orang berhati mulia yang membiarkannya tinggal untuk sementara waktu-sampai ingatannya kembali.

Wajah dipangku tangan, netra menatap bosan sampul buku yang kini dipegangnya. [name] ingin membaca, namun niatnya hilang beberapa menit yang lalu. Salahkan rasa penasarannya akan pemuda kecil bermahkota merah yang sekilas muncul diingatannya. Bukan hanya itu, dia merasa sang pemuda kecil itu mirip dengan Akashi. Membingungkan, kata [name].

Buku ditangannya diletakkan di atas meja, lalu [name] beranjak keluar dari perpustakaan di rumah itu.

Kini gadis berparas rupawan itu bingung hendak melakukan apa. Karena membaca sudah bosan dilakukan, dan dia ingin membersihkan rumah, tapi semua sudah diselesaikan oleh pelayan-pelayan di rumah besar ini.

"Ah iya, di sini ada ruang musik, kan?" bergumam pelan, [name] berjalan pelan menuju sebuah ruangan yang diyakininya sebagai ruang musik. Tangan membuka pintu berukirkan not balok. Dan benar saja, itu ruangan musik.

Mata [eye color]nya menatap kagum seisi ruangan, dan kini tatapannya terfokus ke arah piano di tengah ruangan.

"Piano ...." [name] mendekati piano tersebut, lalu duduk di kursi di hadapan piano.

Jari-jari siap untuk bermain. [name] mencoba mengingat nada-nada yang sering ia mainkan. Hendak memulai, suara bel rumah menginterupsi.

"Eh, siapa ya?" [name] bertanya pada dirinya sendiri. [name] berdiri dan beranjak keluar, ingin melihat siapa yang datang dan ada keperluan apa.

×

[name] memperlambat langkahnya saat ia melihat Kizuki menandatangani surat yang diberikan oleh seorang pria yang menyandang tas samping dengan sebuah paket ditangannya. [name] yakini pria itu adalah tukang pos.

Hanya sebentar, tukang pos itu sudah pergi dan Kizuki berbalik.

"Ah, paket, ya?" tanya [name] pada Kizuki. Wanita itu mengangguk. "Untuk Tuan Muda," ujar Kizuki, bahkan sebelum [name] bertanya.

Gadis dengan rambut [hair color] itu tertawa pelan sebelum menatap lekat-lekat paket yang dibungkus rapi dengan kertas cokelat. "Mau dibawa ke mana?" tanya [name] lagi.

"Ruang kerja Tuan Muda."

[name] tersenyum tipis. "Kalau begitu biar aku saja yang mengantarnya." [name] menawarkan diri untuk mengantarkan paket terkait. Kizuki mengangguk dan memberikan paket itu kepada [name].

"Terima kasih. Kalau begitu saya lanjut bekerja dulu," ujar wanita berpakaian seragam hitam putih itu sebelum dirinya pamit untuk kembali bekerja.

×

[name] meletakkan paket yang dibawanya di atas meja kerja Akashi. Namun dirinya tidak langsung beranjak pergi, melainkan menilik paket tersebut. "Kira-kira isinya apa ya?"

Diri bergeming di tempat, tidak berniat untuk pergi. "Kalau kubuka sedikit, tidak masalahkan? Maaf ya, Sei." [name] melihat ke segala arah, memastikan tidak ada orang yang melihat aksinya. Yakin tidak ada yang melihat, [name] dengan perlahan membuka pembungkus paket itu, dan mengeluarkan isinya.

"Eh, album?"

[name] membuka sampul album itu, kemudian melihat halaman pertama dengan tulisan Our Time. Ya, dan hal yang menarik perhatian [name] adalah hiasan-hiasan nyentrik di tulisan itu. [name] membalik halaman dan melihat beberapa foto yang berhasil membuatnya bingung.

"Aku ... dan lelaki kecil itu?"

Tidak puas dengan satu foto, [name] terus membalik lembar demi lembar album itu. Sampai di akhir halaman, terdapat sebuah tulisan.

'Aku akan pergi ke Inggris. Katanya, ayahku akan melanjutkan bisnisnya di sana. Jadi, aku dan ibu ikut pindah. Kuharap, kita bisa bermain bersama lagi, Sei. Jangan lupakan aku. Aku akan merindukan dirimu.'

- your little girl
[name]

Manik melebar menatap tak percaya tulisan itu. Namanya? Bagaimana bisa? Dan pemuda itu ... adalah Akashi? Jadi selama ini Akashi mengenal [name]? Sebenarnya, apa yang terjadi?

Ngiiiiing

Dengingan terdengar kuat di telinga [name]. Rasa sakit teramat ia rasakan di kepala. Tangan mencengkram kuat kepalanya, tidak tahan akan rasa sakit yang ia rasakan. Kakinya lemas, tidak sanggup menahan beban tubuh, mengakibatkan sang gadis terjatuh bersama album yang dipegangnya.

"S-Sakit ...."

Pintu terbuka, menampilkan Akashi dengan wajah paniknya. "Apa yang terjadi?" tanyanya panik. Dirinya menggendong [name] dan segera berlari ke luar setelah memerintahkan pelayan untuk menghubungi dokter keluarga Akashi.

Tapi Akashi sekilas melihat album yang tergeletak begitu saja di atas lantai.

"Jadi, kau sudah melihatnya?"

- hari 4, album.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top