💐 Vierzehn 💐
Kepingan salju yang turun perlahan mereda,
Aku merindukanmu,
Aku merindukanmu,
Berapa lama lagi aku harus menunggu?
Berapa malam lagi aku harus terjaga?
Sampai aku bisa melihatmu,
Sampai aku bertemu denganmu.
Kau tahu segalanya,
Kau teman baikku,
Pagikan kembali menjelang,
Karena tak ada kegelapan.
Tak ada musim mampu bertahan tuk selamanya.
Ini adalah lagu ke 567 yang telah ia putar sejak pagi. Lagu-lagu yang menggambarkan dirinya. Lagu yang begitu mellow hingga menyayat hati sudah ia dengar, lagu yang ia buat sendiri, lagu yang sudah ia ubah menjadi instrumen dan ia bernyanyi secara live dengan dirinya yang berada di ujung kamarnya dengan tangan yang memeluk lutut dan kepala yang ia tenggelamkan di antara kedua tangannya. Dengan keadaan seperti itu ia bebas bernyanyi sesuka hati dengan suara lembut dan indahnya saat mengalunkan sebuah bait-bait lirik.
Ia sudah banyak membawa lagu-lagu lama yang tidak sejaman dengan dirinya, bahkan ia menyanyikan lagunya sendiri yang di buat oleh papanya selama bertahun-tahun hingga kini. Ia juga menyanyikan lagu Promise, Scenery, bahkan lagu-lagu lawas milik Bangtan. Dan ini adalah lagu ke 600 nya yang ia nyanyikan.
Kali ini hanya instrumen yang sedang berputar, ia sedang mendalami nada yang keluar dengan indah, ketukan tuts yang di buat sang ayah untuk dirinya dengarkan, karena sang ayah tahu jika sang anak memang sangat menyukai musik seperti dirinya.
Musik adalah bagian dalam hidupnya. Seperti jantung yang berdetak dalam tubuhnya.
So why trun on my radio ...
eodiso moksoriga deullyeoog,
And on the radio ...
seulpeun geu sayeoni neomu nae yaegi gataseo
Hey dj play me a song to make me smile,
Maeumi uljeokhan bame, na daeshin useojul gereui ijge haejul norae
Ia tetap menyanyikan lagu sang papa bersama Bibi Sora dengan matanya yang tertutup dan kepala yang bergerak kekanan dan kekiri guna mengikuti alunan musik yang menyejukan hati serta membuatnya perih secara bersamaan.
Air matanya sudah mengering karena terlalu sering dikeluarkan, sepatah hati ini kah seorang Min Yeon Joo.
Ia baru pertama kali menyukai seseorang, bahkan cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri dan putra dari pamannya. Apa ia boleh meminta, ia tidak ingin jatuh cinta kepada siapapun jika akan sesakit ini jika tidak terbalas.
Apa boleh ia meminta, jika ia tidak ingin mengenal orang yang ia cintai sebagai kakak sahabatnya, dan ia sadar semua yang ia inginkan tidak akan pernah terjadi, karena semuanya sudah menjadi garis takdirnya,
Hey dj play me a song to make me cry
Gaseumi dapdaphan bame
Na daesin ureojul geureul ijge haejul norae
Seseorang yang sedang memperhatikannya masuk dengan ikut bernanyi dan membawakan bagian yang memang dinyanyikan olehnya.
Chiyeolhaessdeon harureul wirohaneun eodummajeo jamdeun i bam
Subaek beon noreul tohaenaene geudae apeunikka
Nan dangsinul salm han gwitungi han jogagija
Geudaeul gamjeongdeurul beot ttaeroneun familia
Ia mendekati sang putri yang masih setia di pojokan bahkan ia tidak menyadari jika sang ayah sudah berdiri di ambang pintu sejak tadi, yang menatap sang putri dengan iba. Betapa tidak kerennya sang putri bernyanyi dengan rambut seperti bangun tidur.
Ia duduk di ranjang Yeon Joo dan membiarkannya di pojokan dengan terus bernanyi tanpa merasa terganggu. Yoongi mematikan musik yang berada di ponsel Yeon Joo. Jika tidak ia hentikan, manusia yang sedang patah hati itu akan terus bernanyi hingga suaranya habis.
"Kau kenapa?" tanya Yonngi dengan menyilangkan tangannya di dada.
"Galau?" tebak Yoongi dengan alis yang terangkat satu seperti orang yang sedang ngajak ribut.
"Patah hati?" tebaknya lagi karena tidak mendapatkan respon sama sekali dari Yeon Joo,
Kali ini Yeon Joo mengangguk lemah menatap sang ayah dengan mata yang kembali berkaca-kaca. "Siapa yang berani membuatmu sampai patah hati seperti ini? Kau sudah seperti manusia yang tidak terurus jika patah hati seperti ini,"
"Tak apa jika aku jelek juga, supaya tidak ada yang menyukaiku. Aku bosan hidup terlalu cantik seperti ini papa, banyak kaum adam yang menyukaiku banyak sekali tapi hanya satu yang membuatku tertarik, dan aku didahulu oleh orang lain, apakah sesakit ini menyukai satu orang, jika tau sesakit ini, aku akan menyuki banyak orang dan menjadikannya pacarku sesekolah," curhat Yeon Joo dengan emosi yang tidak stabil.
Yoongi menggeleng-geleng tak percaya dengan apa yang diucapkan putrinya itu.
"Ayo cerita ke papa," bujuk Yoongi dengan menepuk-nepuk sebelahnya untuk diduduki oleh sang putri.
"Jadi apa yang membuatmu patah hati?" tanya Yoongi lembut seraya mengusap surai Yeon Joo yang sudah beranjak menjadi gadis remaja yang manis bahkan sudah mengenal apa itu patah hati.
"Dia ... dia, sudah memiliki kekasih. Bahkan menyatakannya cintanya didepan mataku, papa." Rengeknya dengan menatap iris mata Yoongi yang lembut saat menatap orang yang ia cintai. Ia masih mengelus rambut Yeon Joo dengan mata yang mulai mengeluarkan cairan bening.
Yoongi dengan cepat mengusap air mata berharga itu dengan ibu jarinya. "Dia memanfaatkanku untuk mengetahui apa yang disukai perempuan, dia berbuat baik kepadaku tapi itu hanya untuk orang lain. Aku hanya dijadikan boneka olehnya papa. Dan aku sebagai remahan nasi kering bisa apa jika sudah dibandingkan dengan kekasihnya," ia terus menatap sang ayah dengan air mata yang terus mengalir bahkan Yoongi merasa ingin menutupi cairan yang keluar dari mata indah putrinya untuk tidak terus mengalir deras seperti saluran pembuangan limbah.
Yoongi terus menatap dan mengusap air mata Yeon Joo, "Kau jahat sekali menyamakan dirimu dengan remahan nasi kering, kau itu sangat mirip dengan bubuk pangsit kering," canda Yoongi dengan suara yang sangat lembut.
Yeon Joo memukul pelan perut yang membuncit milik Yoongi yang setiap harinya hanya diisi dengan makan dan tidur saja.
"Dan kau menjadi seperti ini karena putus asa?" tanya Yoongi.
Yeon Joo mengangguk. "Buktikan padanya, jika kau bisa bahagia dan mendapatkan yang lebih baik dari dirinya. Papa percaya, jika dia sudah menyia-nyikan bidadari berwajah pangsit ini,"
"Papa..." rengeknya yang terus menerus di hina oleh ayahnya sendiri.
"Ampun ..." ucap Yoongi yang menghentikan aksi pemberontakan sang putri. "Kau percaya? Jika mereka meninggalkan orang yang baik sepertimu, dan kau akan mendapatkan yang lebih baik dari mereka? Apa kau percaya jika sebuah karma suatu saat nanti akan menimpanya?"
Yeon Joo mengangguk. "Dan papa merasakan karma yang papa lakukan dahulukan?" tembak Yeon Joo yang membuat sang ayah memalingkan wajahnya.
"Kau telah membuat papa merasa malu Joo-ya. Karena mengingat karma apa yang papa terima," Yeon Joo membuang muka karena malas mendengar curhatan sang ayah yang akan semakin membuatnya seperti terpojok.
"Pa! Jadi Joo harus bagaimana?"
"Bagaimana apanya?" tanyanya lagi dengan bingung.
"Papa Joo yang tampan mengalahkan ketampanan Park HyunSik. Apa papa tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan princes cantik ini?" Yoongi menggeleng tak berdosa.
"Bersikap papa ku yang tampan, aku sesekolah dengannya dan dia satu komplek dengan kita. Jadi aku harus bersikap bagaimanaaaaaaaa? Aku tidak ingin hati yang telah remuk ini berpencar karena melihatnya lagi," ucapnya dengan kesal.
"Bahasa mu nak terlalu dalam," gumam Yoongi yang merasa aneh dengan kegalauan sang putri.
"Aku sedang patah hati pa. Kata mama, orang yang sedang patah hati aka banyak puisi yang tercipta dengan sendirinya,"
"Kau menulis puisi karena patah hati? Daebak..." ucapnya dengan kagum.
"Aku tidak sepuitis Woo Jin, aku menjadikannya sebuah note untuk dijadikan sebuah lirik dan akan menjadi sebuah lagu," ucapnya dengan terlalu santai dan melupakan tangisannya.
"Kau membuat lirik lagi?" Yeon Joo mengangguk dan tak melihat ada senyum yang memiliki niat laim dengan anggukan yang di berikan putrinya.
"Berikan pada papa nanti!"
"Tidak mau! Papa pasti akan menjualnya."
Yoongi salah tingkah, "Hehehe... kau tau saja,"
"JADI AKU HARUS BAGAIMANA PAPA!!" Yeon Joo mulai kesal menghadapi orangtua yang selalu membuatnya berbicara seperti papanya yang tampan ini.
"Kau harus bersikap biasa saja, anggap kau tidak pernah mempunyai perasaan itu, anggap saja kau hanya seorang adik perempuan yang mendukung kakaknya, jadi siapa yang kau sukai?"
"Heum... Jin Yeong Oppa," jawabnya dengan santai tanpa merasa malu mengucapkan siapa orang yang membuatnya seperti ini dan merasa takut jika sang papa akan melakukan hal aneh pada orang yang disukainya, ia tahu papanya tidak akan melakukan hal tidak berfaedah jika tidak menguntungkan dirinya.
"Oh, anak Jin Hyung," ucapnya dengan tenang. "Ya sudah, katakan padanya bahwa kau berterima kasih pada Yeong-ah,karena telah mengenal cinta. Tapi ingat! Kalian harus tetap menjadi teman jangan ada pertengkaran di antara kalian,"
"Udah ah pa, keluar dari kamar Joo," usirnya.
"Papa enggak akan keluar sebelum kau beri lirik buatanmu ke papa," ucapnya yang merebahkan dirinya supaya Yeon Joo tidak bisa menarik dirinya untuk keluar kamar.
"MAMA ... PAPA NAKAL... MAMA..." adu Yeon Joo yang tidak tahu jika sang mama sedang keluar bersama si bungsu.
"Berisik Joo-ah, mama tidak ada dirumah. Papa ingin tidur sampai kau memberikannya pada papa," keukeuhnya.
"Jika aku tidak memberikannya dan papa akan terus tidur dan mati seperti itu?"
"HEII MIN YEON JOO, jika papa mati kau akan menangis meraung-raung,"
"Terserah papa, Yeon Joo tidak akan memberikannya pada papa yang mata duitan ini!"
"Tapikan, kau juga memakai uang papa," Yeon Joo sudah kalah debat dan membiarkan sang papa yang mirip seperti pangsit tertidur sepuasnya di kamar.
***
Yeon Joo memasuki ruangan yang memang menjadi tempat favoritnya selama hidupnya. Ia menghampiri benda besar berwarna putih dan duduk didepan beda tersebut tengan senyum merekahnya.
Ia bahagia hanya dengan duduk dihadapan piano putih milik keluarganya, apalagi dengan buku yang sudah tersedia disana. Ia membuka kap yang menutupi tuts-tuts yang menghasilkan bunyi yang indah itu. Ia mencoba membawakan Canon dengan tempo cepat, ia selalu melakukannya sebelum menggunakan lagu yang lain, jika ada yang menanyakannya kenapa? Ia hanay perlu menjawab jika ia sedang pemanasan supaya jari-jarinya tidak keram saat sudah terlalu lama berselancar di tuts berwarna hitam putih itu.
Setelah selesai membawakan Canon, ia pun membawakan lagu Tiffany – By My Self dengan penuh penghayatan. Mata yang terpejam dan bibir yang mengeluarkan suara indahnya menyanyikan lagu tersebut.
Tanpa ia sadari, jika seseorang sedang memperhatikannya sejak awal. Ia begitu indah dan berkali-kali lipat sangat cantik dan menawan jika sudah berada di depan piano.
Woo Jin tersenyum saat suara indah itu berhenti bersamaan dengan mata mereka yang saling bertemu dan mereka saling membalas senyum dengan senyuman terbaik mereka.
Ia tahu perasaan gadis itu sedang sangat baik, jika sedang buruk mana berani ia menghampirinya dan gadis itu tidak akan menampilkan senyuman yang membuat dirinya sulit untuk melepaskan rasa cintanya pada gadis manis di hadapan sana.
Apa ia boleh egois?
Woo Jin ingat, kau memiliki Nam Hee juga, jangan kecewakan mereka, kau sudah berjanji pada dirimu sendiri wahai manusia tampan, kau juga sudah berjanji utnuk memberikan cintanya secara adik walaupun takaran cintanya pada Yeon Joo ia lebihi satu gram.
Woo Jin menghampiri Yeon Joo yang sudah menggeser tubuhnya untuk memberi celah sedikit untuk Woo Jin duduki.
"Ada apa?" tanya Yeon Joo lembut.
Woo Jin tetap menampilkan senyum turunan dari sang ayah, membuat Yeon Joo menatapnya tajam. "Apa kau gila?! Kau hanya tersenyum dan memandangiku saja! Aku tahu aku sangat cantik, manis dan imut ini," ucapnya dengan percya diri.
Woo Jin dengan cepat membuang tatapannya dan tak lupa juga menggerutu dengan keras, Yeon Joo mendorong Woo Jin hingga terjatuh dari kursi yang hanya sedikit saja, ia mengusap pantatnya yang perih.
"Kau memang seorang malaikat pencabut nyawa!"
"Lalu?" tanyanya dengan menantang.
"Ya ampun, apa salah hamba yang memiliki teman seperti ini," mohonnya dengan menangkupkan kedua tangannya. Ia berdiri dan kembali terduduk ditempat sebelumnya.
"To the point saja apa yang akan kau bicarakan," ucapnya ketus.
"Kau memang turunan Mr. Min,"
"Cepat katakan Woo Jin!!"
"Baiklah-baiklah," ucapnya menyerah. "Ayo kita akhiri,"
"Apa yang di akhiri? Kita? Apa maksud mu kita?" tanyanya dengan beruntun.
"Astaga, aku belum selesai berbicara cantik," jelasnya dengan gemas.
"Aku memang cantik," balasnya yang memang memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi.
"Lama-lama kau menyebalkan. Sabar, orang tampah harus tetap sabar," tenangnya pada diri sendiri,
"Jadi gini, ayo kita akhiri perasaan ini. Jangan potong ucapanku!" peringat Woo Jin dengan menutup mulut Yeon Joo yang gatal ingin terus memotong setiap yang di ucapkan temannya.
"Kau akhiri perasaanmu kepada pengecut itu...,"
"Dan beralih padamu?" potong Yeon Joo yang berhasil melepaskan tangan Woo Jin yang tak higienis itu.
"Bukan seperti itu. Aish ... walaupun aku memang menginginkannya, tapi aku juga harus bisa melepaskan perasaan ini,"
"Memangnya kau menyukai siapa?" tanya Yeon Joo dengan wajah polosnya.
"Astaga kau memang gadis yang tidak peka sama sekali," gumamnya kesal.
"Kau menyukaiku!! Astaga!!" ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan karena terkejut. "Lalu Nam Hee bagaimana? Dia menyukaimu bodoh!" Woo Jin mendapatkan pukulan dilengannya.
Woo Jin membuang nafasnya kasar. "Makanya aku datang kemari untuk memperbaiki pertemanan kita, aku ingin mengakhiri perasaan cinta bertepuk sebelah tangan ini. Kau melupakan Hyung-ku dan aku melupakan dirimu...,"
"Dan Nam Hee melupakan dirimu?" potongnya lagi, Woo Jin mengangguk mantap.
"Jahat sekali kau menjadi manusia!"
"Kau juga sama dengan ku, kau jahat telah mengabaikan perasaanku selama ini dan matamu tertutup dengan cinta yang tak terbalas itu," balas Woo Jin dengan telak.
"Baiklah, maafkan aku. Ayo kita move on bersama,"
"Caranya?" Woo Jin mengangkat alisnya sebelah.
"Jangan pernah ada rahasia diantara kita. Kita harus memberitahu orang yang kita sukai satu sama lain supaya tidak terjadi hal seperti ini lagi," final Yeon Joo.
"Aku setuju, berarti apapun yang kita lakukan tidak boleh ada rahasia?" Yeon Joo mengangguk.
"Termasuk jika aku buang air besar kalian juga harus tau dan ikut kan?" hoda Woo Jin.
Woo Jin mendapatkan pukulan lagi dari gadis manis disebelahnya karena ucapan absurd nya itu. "Bukan hal seperti itu Kim Woo Jin!"
"Oke, aku mengerti. Ayo kita bernyanyi, aku yang bermain gitar dan kau...,"
"Tidur," potongnya dengan cepat.
"Hei ... seorang perempuan tidak baik terlalu sering tidur, bagaimana nanti jodohmu?"
"Jodohku pasti akan suka tidur, seperti itu kan?"
Woo Jin mengangguk, " Yap, kau benar."
"Itu artinya papa dong yang akan jadi jodohku," Woo Jin menyentil kening Yeon Joo yang sangat bucin terhadap sang papa dan papanya pun sama seperti itu.
"Ayoo kita menyanyikan Fine," usul Yeon Joo.
"Lagu ayah?"
"Lagu milik papaku itu,"
"Milik Bangtan," ucap mereka serempak dan tertawa bersama, sesederhanakan tawa mereka itu.
Woo Jin mengambil gitar yang tergantung di tembok dekat pintu, ia memetik senarnya lalu mereka bernyanyi bersama membawakan lagu Fine – Taeyeon, dengan Yeon Joo yang bernyanyi dan Woo Jin memainkan gitarnya.
***
HUWAAAAAAA INI TUH PART TERPANJANG DI SEJARAH SEONG INGILO....
DADDY IS MY HERO AJA ENGGAK SAMPAI 2000 lebih kok,
tetap dukung aku yaaa,, dengan vote comentnya aja gak susah kan.
aku nyempetin ngetik ini kebut-kebutan karena aku harus belajar buat masuk univ doain aku ya para istrinya bangtan.
maaf kalau selama ini ada salah kata atau kata yang tidak enak, maafkan aku..
Park Dada pamit undur diri bye bye.. ketemu di updatetan yang lain atau updatenya selanjutnya yaa..
udah kek ucapan perpisahan aja ya :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top