💐 Siebzehn 💐
Hari ini adalah hari yang spesial bagi orang Korea selatan yaitu hari bulan purnama atau dikenal dengan Chuseok. Chuseok itu sebuah festival panen utama dan hari libur nasional selama tiga hari di negara tersebut yang di rayakan secara besar-besaran pada hari ke-15 bulan ke-8 di kalender lunar.
Saat hari Chuseok kegiatan mereka hanya mudik ke kampung halaman, sembahyang kepada leluhur, pesta panen dengan makanan khas songpyeon, jeon, torantang, hwayangjeok, galbi jjim, baesuk dan arak beras. Jika di Indonesia, Chuseok itu bisa di sebut dengan hari lebaran. Dan para keluaga Bangtan sudah rapi dengan mereka yang memakai hanbok mereka.
Mereka berkumpul ke tempat nenek mereka di penyimpanan terakhir mereka, bahkan di rumah sudah banyak makanan-makanan yang sudah tertata rapi untuk para leluhur. "Papa, kenapa nenek buyut meninggal?"
Putra Yoongi bertanya di depan pohon yang sudah di taburi abu milik nenek Yoongi dan menjadi nenek buyut untuk anak-anak Yoongi. Ia sedang mencabuti tanaman liar yang berada di pohon abu milik nenek buyutnya.
"Karena nenek sudah tua," jawab Yoongi yang sudah selesai memanjatkan doa.
"Papa juga kan sudah tua, kenapa papa enggak kaya nenek?" tanyanya polos.
Ulu hati Yoongi seras di cabik-cabik oleh putranya sendiri, pasalnya dia sudah berumur 43 tahun, tua sekali bukan? Tapi jangan meremehkannya, walaupun ia sudah tua penampilan dan gaya masih seperti ia berusia 20 tahun, wajah masih baby face, semangat masih full bahkan masih aktif produksi bersama sang istri. Rambut yang sudah berwarna putih bercampur dengan warna hitam, bukan karena cat rambut yang sering ia pakai saat muda dulu tapi itu tanda jika ia sudah tua hanya giginya belum tinggal dua.
"Kau ingin papa mati??" tanya Yeon Joo sewot.
"Meninggal sayang bukan mati, karena mati hanya cocok untuk hewan," ralat Mi Rae yang menyelipkan anak rambut putrinya yang mulai keluar dari kunciran yang sudah ia apresiasikan di rambut putrinya.
"Kalau papa meninggal, siapa yang akan kalian jahili? Siapa yang membelikan kalian mainan baru atau kalian ajak pergi kalau bukan dengan papa?" tanya Mi Ra dengan sangat lembut.
"Lee Jongsuk Appa sudah menganggapku anak."
"Paman Si Hyuk sudah menganggapku cucunya," ucap si bungsu yang tak mau kalah dengan kakaknya sendiri.
Kepala Mi Rae beserta Yoongi serasa ingin pecah mendengar tuturan keduanya, entah mereka bergaul dengan siapa sampai mereka seperti itu. Seingat mereka, anak mereka terlalu sering di titipkan di paman-pamannya, mungkin dari salah satu pamannya yang sering memberikan kebebasan kepada putra-putri bangsa Yoongi.
"Berarti kalau papa meninggal, kalian tidak akan menangisi papa?" pancing Yoongi yang sudah memakan kekesalannya sendiri.
"Tentu saja kita menangisi papa, sumber keuangan kita menghilang jika papa tidak ada," jawab Yeon Jae yang sangat polos. Ia terlalu sering bergaul dengan sepupunya, anak dari Hoseok sih kan seperti ini hasilnya
Bibir turunan Yoongi yang pedas di campur dengan kelakuan polos dari Seok Hee.
"Aku tidak ingin kehilangan papa, maafkan kami." Yeon Joo memeluk papanya dari samping dan diikuti oleh si bungsu yang mengucapkan hal serupa.
Ia sekarang sudah menjadi gadis yang sedikit peka terhadap perasaan dan sekitar. Ia juga tahu jika perasaan ayahnya sedang kacau karena uang bulanan kerjanya belum juga cair, kan sedih.
***
Seusai berziarah, mereka semua mendatangi rumah anggota Bangtan yang paling tua. Siapa lagi jika bukan Jin, mereka berkumpul untuk merayakannya disana dan bersamaan.
Setiap acara penting memang selalu di adakan di rumah keluarga Kim Seok Jin. Alasannya sangat logis, mereka ingin menghabiskan uang milik Seokjin dari hasil konser solonya setiap bulan.
Hyesung tak mempermasalah kannya, ia menyukai jika rumahnya ramai dengan banyak orang dari pada ramai hanya di isi dengan dua anak curut dan satu tikus.
Mereka sudah berada di depan persembahan yang sudah di sediakan oleh tuan rumah, mereka berdoa bersama lalu menyantap makanan yang sudah di sediakan untuk mereka dengan keahlian tangan para istri mereka. Mereka juga tidak menyimpan arak beras di sana, jika di simpan di sana bisa saja diminum oleh anak-anak mereka yang sangat penasaran.
Mereka berkumpul di ruang tengah yang sudah di sulap menjadi rumah yang paling adem dari hari biasa. Anak-anak baru saja duduk di antara mereka, sebelumnya mereka menuliskan permohonan di kertas lalu di simpan di kotak yang di sediakan dekat persembahan untuk leluhur.
Yeon Jae berjalan sambil memakan buah apel merah yang entan ia dapat dari mana dan membuat mata mereka membesar melihat Yeon Jae yang asik memakan buah tersebut.
"Jae-ah, kau dapat apel dari mana?" tanya Seokjin lembut.
"Dari sana," ia menunjuk ke arah meja persembahan. Benar apa yang mereka duga jika bungsu Yoongi mengambilnya dari sana.
"Kenapa kau ambil?" tanya Jimin.
"Kata Woo Hyung, makanan itu harus dimakan nanti makanannya menangis, jadi Jae makan saja yang disana karena Jae tahu makanan itu tidak akan di makan."
Penjelasan bungsu Min membuat mereka tersenyum miris, "Woo-ya." panggil Jin dalam.
"Apa?! Aku tidak salah!" balasnya dengan wajah yang ia buat-buat manis supaya tak terkena marah dari ayahnya.
"Tidak apa-apa, Jae masih kecil jadi ia belum mengerti. Ayo sekarang kita makan," ajak Hyesung.
Mereka menyantap makanan dan melupakan insiden Yeon Jae yang memakan setengahnya dari persembahan. Mereka makan dengan mendengar cerita-cerita dari anak-anak mereka, kadang mereka tertawa mendengarnya dan kadang mereka juga harus melerai perkelahian yang selalu terjadi di antara bungsu Jin dan cikal Yoongi.
Hubungan Yeon Joo dan Jin Yeong sudah kembali normal, mereka menyelesaikan masalah mereka dengan mudah saat masih di Yunani setelah Yeon Joo menangis.
Ia dengan cepat meminta maaf pada gadis tersebut dan Yeon Joo sudah merelakan perasaannya yang hanya di anggap sebagai adik oleh Jin Yeong. Ia akan selalu menjadi adik sampai kapanpun, dan ia menerima kenyataan pahit itu. Lumayan jadi adik juga, jika ia membutuhkan pacar di malam minggu ia bisa gunakan Jin Yeong untuk menemaninya. Uhuyyy enak sekali bukan nasibnya.
Selesai makan biasanya mereka pergi ke taman atau ke tempat sejarah dan pada dasarnya anak-anak yang malas belajar sejarah lebih baik mereka diam dirumah. Setiap tahun mereka kesana dan mereka sudah hafal betul apa yang akan di katakan para guide yang membimbing mereka di tempat sejarah kerajaan itu.
Mereka hanya melakukan banyak perlombaan di rumah dari menonton film khusus anak-anak, menari memakai hanbok, tebak lagu, karaoke, sudah mereka lakukan dan anak-anak kembali bingung dengan yang ingin mereka mainkan.
Ingin pergi ketaman hiburan, malas. Dengan ide cemerlang para anak-anak berkumpul dan berdiskusi, mereka merencanakan akan bermain baseball di halaman belakang milik keluarga Jin.
Para orang tua sudah mengistirahatkan diri mereka dan meminum arak beras yang sempat mereka simpan. Saat sedang asik bercengkerama tiba-tiba suara pecahan kaca terdengar dengan kencang membuat mereka berlarian kearah suara.
Mereka menatap prihatin kepada Jin yang telah dirusak kaca pembatas antara ruang makan dan halaman belakang. Ia menatap sendu kearah kepingan kaca yang telah berhamburan.
Anak-anak hanya diam menatap penuh salah kearah Jin yang terus manahan nafasnya. Yeon Jae yang sedang berada di base ujung dan Seok Hee yang sedang memegang pemukul, lalu Yeon Joo yang sedang berada di base tengah dan Woo Jin yang berada di base terakhir dan Jin Yeong yang dekat dengan pembatas kaca dengan memakai sarung tangan khusus baseball. Nam Hee?? Dia hanya diam melihat permainan dari gazebo.
Sabar, orang ganteng tidak boleh marah-marah. Seokjin terus menarik nafas dalam supaya tidak mengeluarkan teriakan mautnya.
"Ayah ... itu.. itu," Woo Jin tidak bisa berkata dengan benar.
Lalu terdengar suara tangisan dari seorang gadis yang memegang stik. Jin menghampirinya dan memeluk gadis tersebut.
"Tidak apa-apa jangan menangis," ia menenangkan Seok Hee dengan lembut.
"Aku... aku takut paman marah," ucapnya dengan terbata.
"Paman tidak akan marah, ini hanya kesalahan yang tidak di sengaja, jangan nangis lagi, Heumm."
Ia mengangguk patuh, Jin menatap bungsunya dengan tajam dan itu tidak berpengaruh padanya. "Dasar kelakuan anak jin," gumam Jungkook yang menatap keduanya yang saling beradu tatapan.
"Ketua jin, maafkan keturunan jin yang paling tampan," ucap Woo Jin yang memang menganggap keluarga mereka sendiri dari salah satu mahluk gaib. Dari tiga Jin yang menganggap diri mereka adalah jin dan Hyesung adalah setannya.
Anak kurang ajar emang Jin bungsu itu.
"Hati-hati jalannya, takut nanti terkena beling," peringat Hyesung saat melihat anak-anak mulai kembali masuk kedalam rumah.
"Tidak apa-apa sayang, kita ganti yang baru saja." bujuk Hyesung yang melihat suaminya sedih.
"Mereka benar-benar ingin menguras dompetku sayang," balasnya sendu.
"Tidak apa-apa, anggap saja kita sedang bersedekah kepada mereka," Seokjin menghela nafas untuk menetralkan hati dan pikirannya saat mendengar nasihat dari istri tercintanya.
Anak-anak sedang diam memperhatikan Hansang yang menatap balik mereka. Hansang hanya tertawa lalu melempar mainan yang berada di sisinya kepada noona dan hyungnya.
"Nakal ya kamu," Nam Hee mencubit pipi Hansang dengan gemas. Yeon Joo bangkit dan berkeliling rumah tersebut.
Ia melihat foto yang terpajang rapi di dinding. Dari foto keluarga Seokjin hingga foto kegiatan Bangtan yang memang di abadikan di rumah Seokjin, dirumah masing-masing juga ada hanya mereka menyimpan di tempat yang memang mereka simpan dengan apik karena Bangtan adalah jiwa mereka selama ini.
Yeon Joo meneliti salah satu foto saat chuseok, foto papa dan para pamannya saat muda dan membuat dirinya tertawa dengan kencang membuat mereka semua menatap kearah Yeon Joo dengan aneh. Pasalnya, foto yang ia lihat sekarang adalah foto yang belum ia lihat sebelumnya, bahkan tidak ada yang menyimpannya kecuali Seokjin yang memang sengaja menyimpannya saat sedang ada acara seperti ini.
"Guys, cepat kemari." ajak Yeon Joo yang membuat mereka berkumpul dan tertawa bersamaan.
Mereka tertawa saat melihat gambar ini. Entah kenapa menurut mereka, ayah-ayah mereka sangat imut saat dulu. Bahkan tak segan-segan Yeon Joo membully papanya sendiri dan juga Paman Jin.
Tak sampai di situ saja, mereka terus tertawa dan mengejek ayah mereka sendiri. Dan yang di ejek hanya diam dan menerima dengan lapang dada. Itu bukanlah foto aib namun wajah mereka dulu adalah jawaban kenapa mereka malu saat anaknya terus membully mereka yang imut ini.
"Papa! Oh my god gaya papa alay," ucap Yeon Joo yang kembali tertawa.
"Ini udah normal," ucap Seok Hee yanh menatap foto dengan senyum tipisnya.
"Hey ... hey ... lihat foto ini," ucap Nam Hee yang membuat mereka kembali tertawa.
"Itu Paman Kookie masih kecil," ucap Seok Hee yang tertawa.
"Lihat gaya Daddy mu Hee-ya," tunjuk Woo Jin yang membuat mereka tertawa kembali.
"Aku tidak mengenalnya," ucapnya dengan ketawa yang masih ia keluarkan.
"Anak kurang ajar mereka menertawakan kemanisan kita," ucap Yoongi yang sudah muak di tertawakan, karena hanya dirinya yang sering sekali di bully oleh anaknya sendiri saat ini.
"Paman Chim pipi nya seperti bola," celetuk Yeon Jae.
"Sudah-sudah. Kalian tidak lelah tertawa?" tanya Taehyung.
"Tidak."
Ucap mereka serempak. "Apalagi menertawakan kekonyolan wajah paman," celetuk Woo Jin yang mendapatkan kejaran dari Taehyung.
***
Cukup sekian dan terima kasih..
Tepuk tangannya dong ... 👏👏
Gimana part ini??
Komen dong beb.. jangan malu-malu..
💜💜
Untuk pembaca baru welcome eperibadehh.. 💜💜
Oh iya ini dede Hansang putra Jung Hoseok yang paling manis.
Ini juga para ibu yang gk kalah cantik dari para bapak-bapak yang udah ganteng ngalahin pangeran Haris.
Istri hoseok.
Istri Yoongi.
Istri Namjoon.
Istri Seokjin.. cuma bajunya aja 😢😢.. susah cari mama baru buat keluarga Jin 😉
Pay pay 👐👐👋
Nih bintangnya ada di sebelah kiri.
👇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top