Bab 3
“Waaah, sebenarnya rahim Selly ini bagus, kok nggak hamil-hamil.ya,” ujar wanita tua yang sedang menyentuh bagian bawah perutku.
Sebenarnya nggak dipijat banget sih, kaya diusap-usap nggak tahu dia nyari apaan. Cuma kan nanti sebadan ini bau minyak angin.
“Itu loh, Mbok. Saya juga bingung, papanya Ardi juga tokcer, dulu nikah sebulan, saya langsung hamil. Keluarganya Selly juga begitu, Pak Tanto anaknya aja tujuh.” Mama menimpali.
Ya memang, keluargaku semua subur. Aku tujuh bersaudara, dan dari tujuh anak orang tuaku, yang hidup sampai besar hanya tiga orang termasuk aku anak paling kecil.
“Kamu kalau habis berhubungan badan, kakimu naikin tembok, Sel. Katanya begitu posisi bagus buat bikin anak ya, Mbok?” Kembali Mama bertanya dan memintaku mempraktekkan apa yang barusan disampaikan.
Aku hanya tersenyum, melihat punya Mas Ardi berdiri tegak saja aku belum pernah, Mah. Gimana mau nyetrum, yang ada kakiku kesemutan dinaikin ke tembok.
“Sudah, Sel. Coba jamunya diminum yang rutin,” pinta si Mbok tukang pijit.
“Iya, Mbok.”
“Pernah periksa ke dokter kan ya?” tanya Mamah lagi.
“Iya pernah,” kataku mengiyakan.
Padahal ke dokter waktu itu Cuma minta surat keterangan sehat doang, kita berdua sama sekali nggak masuk ruang pemeriksaan. Buat apa? Buang-buang waktu saja.
“Mbakmu masih produksi susu kuda liar kan? Itu bisa memperbagus sel telur atau apa gitu?” tanya Mama membuatku menaikkan alis.
“Nggak tahu.” Aku menggeleng.
Karena susu yang biasa dipesan Bagas itu memang untuk penyembuhan sang adik yang terkena penyakit paru-paru. Dulu, sebelum kenal dengan susu itu, adiknya si Zahra itu harus mengkonsumi obat dan bolak balik rumah sakit untuk periksa.
Ditambah usia sang adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar, membuatnya sering cuti sekolah karena sakit. Aku yang menggantikan guru di sekolah untuk mengajar Zahra di rumah.
Setelah selesai diurut, si Mbok pulang, akupun mandi karena hari sudah mulai gelap. Mas Ardi juga belum pulang, mungkin tadi siang dia ke sekolah trus lanjut ke kantornya.
Selesai mandi, aku menyiapkan makan malam bersama mama mertuaku. Satu-satunya orang tua Mas Ardi yang masih hidup. Karena sang papa sudah meninggal ketika menikahkan kami.
Perjodohan yang sama sekali tak pernah kubayangkan, kuinginkan, menikah dengan laki-laki yang sama sekali nggak aku suka. Kenal juga nggak, tapi, demi baktiku pada orang tua. Jadi, aku menerima semua ini.
Lima tahun perjalanan rumah tangga kami bukanlah sebentar, aku harus berdamai dengan keadaan. Kupikir setelah menikah aku akan bahagia, nyatanya, suamiku hanya menganggap pernikahan ini sebagai status saja.
“Eh, Sel. Nanti ke pasar malem ya, Mama beliin kue lopis yang pake gula merah itu sama serabi ya.”
“Iya, Mah. Apa lagi?”
“Eum, apa ya, itu aja deh yang empuk.”
“Iya, nanti malam aku ke sana.”
Aku pun meraih ponsel dan mengirim pesan pada kedua laki-laki yang berada dalam satu chat room.
[ Malam ini aku pengen ke pasar malem, Mas Ardi bisa antar? ]
Mas Ardi [ Maaf, Sayang, aku ada jadwal ngajar hari ini. Sama Bagas dulu aja ya.]
Bagas [ Ahsiyaaap.]
[ Bu Selly cantik sayangku, nanti di pasar malem mau beli apa?]
[ Jangan lupa minta duitnya sama mas suami yg banyak yaa.]
Mas Ardi [ Nggak usah ngelunjak.]
[ Dah diijinin bawa bini gue, masih aja minta duit lu. ]
Bagas [ Ya kan saya belum kerja, Pak.]
[ Kalo saya udah kerja juga saya yg jajanin.]
Mas Ardi [ Makanya kerja dulu baru suka sama cewek.]
[ Kerja belom gegayaan sama bini gue.]
Bagas [ Lalu salah saya? Salah bapak saya?]
[ Yang penting kan istri bapak mau.]
Aku menghela napas membaca chat mereka, tiada hari tanpa ribut. Tapi, kalau chatnya dipisah juga nggak seru.
[ Berisik ah, udah Bagas buruan siap-siap.] Balasku.
Bagas [ Iya, Sayangku, cintaku.]
Mas Ardi [ Geli banget gue dengernya.]
Aku tak lagi membalas, tak juga melihat isi chat mereka lagi karena Mama ternyata sejak tadi menatapku.
“Kamu selingkuh ya, Sel?” tanyanya dengan pandangan curiga.
Aku buru-buru menggeleng.
“Oh kirain, awas saja kalau sampai kamu ketahuan selingkuh, nggak ada itu bagian warisan buat kamu juga Ardi,” ancamnya.
Aku menelan ludah, kalau sampai ketahuan, bakalan sia-sia nanti pengorbananku selama lima tahun ini?
Bersambung.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top