12 - Selamat Datang
"Wow! Misi melawan monster?" Andres bersedekap sambil termanggut-manggut saat mendengar penjelasan dari Van. Sesuai kesepatan tadi malam, mereka bertemu di ruang sekretariat organisasi Van.
Van menganggkat bahu bersamaan dengan anggukan. Nat juga mengangguk saat Andres meliriknya.
"He? Aku pernah menonton berbagai film fantasi tingkat tinggi. Bahkan aku bisa berimajinasi lebih tinggi dari cerita dalam film-film itu. Tetapi aku tetap manusia yang waras. Jadi, perlu bukti untuk membuatku percaya. Atau, jangan-jangan kalian mau mengajakku bermain film fantasi?" Ia terkekeh setelah itu.
Menanggapi olokan itu, Van bersedekap santai saja dan saling tatap dengan Nat sekejap kemudian.
"Baiklah. Biar kutunjukkan padamu." Nat membuka tas, mengambil buku itu, meletakkan di atas meja dan membukanya. Andres mengernyit saat melihat lembaran buku itu, masih mengira-ngira maksud dari gambar garis bergelombang biru pudar yang ada di sana.
"Letakkan tangan kalian!" titah Van mengulur tangan ke atas buku itu. Nat menyambar tangan Andres lalu mengumpulkan bersama tangannya dan Van. Mereka langsung dihantarkan ke sebuah alam bebas tanpa pijakan. Hanya ada gumpalan awan dengan berbagai ukuran. Udara di sana sangat dingin, mereka sudah menggigil sejak tiba di sana.
"Tempat apa ini?" Andres menoleh ke sana kemari sambil memeluk tubuhnya sendiri.
"Kami tidak lebih tahu darimu." Nat yang menjawab.
"SELAMAT DATANG, ANGGOTA BARU! KAU, ANDRES GOMES. BERSIAPLAH UNTUK MENJALANKAN MISI MENAKJUBKAN."
Andres menatap Nat dan Van, keduanya mengangguk-meyakinkan. Lalu, tayangan dari langit membimbingnya.
Tahapan perjalanan misi masih sama seperti sebelumnya-saat melatih Nat dan Van. Tetapi selesainya lebih lama, karena konsentrasi Andres mudah stuck, lebih-lebih saat elemen udara dalam tubuhnya tidak stabil.
***
Anggota tim bertambah satu lagi menjadi tiga orang. Nat, Van dan Andre. Mereka mengantongi sisa waktu tidak lebih dari 87 hari lagi untuk mencari dua teman lainnya sebagai pelengkap. Kriteria anggota keempat, seorang pemuda yang memiliki sifat inspiratif, penuh motivasi, mudah berubah, mudah emosi, ringan tulang, pandai mengenali; mengapresiasi dan memahami dunia, sangat bersemangat, terkadang labil, menghargai kegagalan, paling keras kepala, ambisius, sangat berpengaruh, cepat frustasi, cepat lelah, pembosan. Itulah ciri khas calon penguasa elemen api.
Dan di sinilah mereka sekarang, gedung olah raga area lapangan basket. Van dan Nat duduk berdampingan di sisi lapangan basket, menunggu Andres yang sedang latihan.
"Sebenarnya kita bisa berpencar," ujar Nat memecah keheningan, tatapan masih mengarah ke lapangan.
BUKKK!!!
Bola basket membentur kepala Van. Tetapi pemuda ini tidak berkutik. Bola itu memantul ke arah sebaliknya hingga mengenai kepala seorang pemain basket dan langsung tergeletak pingsan.
"He! Kau tidak boleh menggunakan kekuatanmu sembarangan!" Nat memelototi Van.
"Hanya percobaan kecil." Van tetap dengan mimik kakunya.
Andres menoleh ke dua teman di sisi lapangan dengan seringaian tipis, ia tahu itu ulah mereka. Pemain basket yang pingsan itu segera dipindahkan ke luar lapangan. Andres malah berjalan menemui Nat dan Van.
"Rupanya kalian suka nonton basket juga." Andres tersenyum miring. Dua temannya tak menjawab. Van menatap datar saja, sedangkan Nat agak gelagapan.
"Kami hanya menunggumu," sahut Nat.
"Untuk apa?"
Nat hendak membuka perbincangan, tetapi tidak jadi saat melihat Van tiba-tiba bangkit berdiri. "Kau mau ke mana?" Ia malah bertanya kepada Van.
Yang ditanya tidak menjawab apa-apa, hanya mematung saja.
"Kalau begitu aku ganti baju dulu," ucap Van lalu pergi memasuki sebuah lorong menuju ruang ganti.
"Aku pulang," ucap Van mengejutkan Nat.
"Pulang?" Nat membelalakkan mata, mengangkat bahu. "Kita belum menemukan apa-apa!"
"Bukankah kita harus berpencar?"
"Ya betul."
"Lalu?"
"Bukankah kita sudah berpencar dari tadi?"
Nat menatap tak mengerti. "Maksudmu?"
"Apakah saat aku melihat suatu arah, kau juga pasti melihat ke sana?"
Nat menelan ludah, tertegun dengan pemikiran jeli sang ketua. Ia mengangguk-angguk kecil kemudian.
"Aku sudah mencari sepanjang hari ini." Van pergi begitu saja kemudian.
Nat masih berdiri mematung memperhatikan punggung laki-laki itu sampai Andres kembali.
"Ke mana temanmu yang kaku itu?" tanya Andres sambil melipat lengan baju.
"Dia ketua kita." Nat menyanggah.
"Siapapun, ke mana perginya?"
"Pulang."
Andres tersenyum kecut.
Satu kening Nat terangkat. "Kenapa? Ada yang lucu?"
"Tidak apa-apa. Dia manusia yang praktis."
"Praktis?" Gadis itu masih mengernyit.
"Sudahlah. Jangan cerewet. Ayo, kita pulang juga." Tanpa rasa berdosa, Andres tiba-tiba merengkuh bahu Nat. Siswi kelas 10 itu terkejut dan tanpa sengaja menggunakan kekuatannya.
BYURRR!
Seluruh tubuh Andres telah basah kuyup. Namun, ia justru tersenyum, seperti menyukai permainan ini. Lalu, ia meniup telapak tangannya sendiri. Tubuhnya kering seketika berkat angin yang terpantul dari tangan.
Ia menyeringai, lalu meniup Nat hingga terlempar bagai dihempas badai. Nat bergidik saat tubuhnya hampir membentur dinding gedung itu. Tenang saja, sejengkal sebelum menyentuh, tubuhnya kembali tertiup ke arah semula hingga menghantam Andres. Mereka berdua terbanting seketika ke belakang dengan posisi Nat di atas Andres.
Mereka hampir tidak berkedip saling memperhatikan. Namun, gadis itu segera menoleh. Entah kenapa ia merasa kaku begini. Ia selalu mengenyahkan perasaan aneh ini dengan cara kembali fokus ke misi. Ia segera bangkit berdiri kikuk, kehilangan kata-katanya.
"Kita pulang saja," ujarnya dengan wajah menghadap ke arah lain, sudah tak berani lagi menatap temannya itu.
"Tentu saja, kecuali kau berniat menginap di sini." Andres tersenyum miring.
Semakin merasa malu, Nat segera menghilang setelah menjelma menjadi uap air. Untung saja gedung ini telah kosong sejak tadi, jadi ia bebas menggunakan kekuatannya. Andres juga tertarik untuk bermain-main. Ia meloncat menembus lubang angin setelah berubah wujud. Lalu terbang ke kota untuk mengerjai orang-orang. Beberapa ibu-ibu diangkat roknya dengan rasa tak berdosa sampai orang-orang yang melihat menertawakan.
***
86 hari lagi Sposefik akan bangkit. Pendekar yang akan melawannya baru terkumpul tiga orang. Mereka sangat gencar mencari anggota keempat. Sayangnya, meskipun mencarinya bertiga, mereka sempat salah memilih hingga siswa itu mengalami koma selama lima hari setelah melakukan pengujian langsung-masuk ke buku. Artinya dia orang yang salah.
Hingga beberapa hari kemudian Van bertemu dengan hari perekrutan anggota baru di organisasinya. Sambil menyelam minum air, begitulah ia melakukan itu sambil mencari pendekar keempat. Acara itu digelar di ruang sekretariatnya.
"Silahkan," seru Van yang terduduk kaku di bangku ketua.
Seorang junior yang akan menjadi anggota organisasi barunya berdiri dan maju ke depan, lalu menghadap ke puluhan kandidat lainnya. Ia segera memulai berpidato.
"Hai, semua! Perkenalkan, namaku Ali Karimi. Aku berkebangsaan Iran, keseharianku berbahasa persia." Lalu ia berbicara lebih lanjut sampai selesai.
Van cukup terkesima melihat anak muda itu berbicara tentang politik dunia dengan semangat menggebu-gebu. Ia menemukan berbagai karakter dari isi pidato pemuda bernama Ali itu. Inspiratif, penuh motivasi, bersemangat dan sebagainya. Itu semua adalah bagian dari sifat calon pengendali api. Ia tinggal menguji beberapa sifat lain dengan cara yang berbeda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top